Wednesday, December 7, 2011

Lima Tahun Lagi, Mammoth Akan Hidup di Bumi?

Binatang raksasa purba, mammoth telah punah 10.000 tahun yang lalu. Tapi, jika sekumpulan ilmuan asal Rusia dan Jepang berhasil melakukan penelitiannya, maka kita bisa melihat binatang raksasa itu kembali berjalan di muka bumi ini.

Pasalnya, para ilmuan itu yakin bisa mengkloning mammoth. Keyakinan itu mereka dapatkan setelah menemukan jaringan sumsum tulang paha dari bangkai mammoth yang membeku di lapisan es di Siberia.

Sebagaimana dilansir laman earthsky.org, saat ini, peneliti asal Jepang bernama Iritani dan tim peneliti asal Rusia dan Amerika sedang mempersiapkan kloning mammoth yang hasilnya diperkirakan akan diketahui dalam lima hingga enam tahun kemudian.

Rencananya, para peneliti ini akan memasukkan inti sel mammoth itu ke dalam sel telur gajah. Dimana sebelumnya inti sel telur gajah itu dihilangkan terlebih dahulu. Hasilnya akan menjadi embrio yang mengandung gen raksasa.

Selanjutnya, mereka akan memasukkan embrio ke dalam rahim gajah hidup. Masa kehamilan akan berlangsung dua tahun, setelah itu -tim berharap- bayi raksasa akan lahir ke muka bumi.

Sebenarnya, ada keraguan antara tim ilmuan Jepang dan Rusia mengenai potensi keberhasilan kloning ini. Sebagian berpendapat kloning dengan sel beku ini akan gagal.

Namun mereka segera menghilangkan keraguan itu. Para ilmuan ini akan menggunakan teknik kloning yang telah dirintis pada 2008 silam. Dimana seorang ilmuan Jepang berhasil mengkloning seekor tikus dengan menggunakan sel tikus lain yang telah dibekukan selama 16 tahun. Para ilmuwan berharap teknik yang sama akan bekerja untuk raksasa ini.

Diperkirakan, sekitar 150 juta mammoth terkubur di bawah lapisan es Siberia. Para peneliti mengatakan jika kloning ini berhasil, mungkin akan memberikan petunjuk penyebab raksasa ini punah.

AKSEL 04

 AKSEL 04 di SMPN 1 SUNGGUMINASA

Adakah Makhluk di Planet Kepler-22b

Ilmuwan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menguak keberadaan planet yang bisa mendukung kehidupan (habitable). Namanya, Kepler-22b. Ditemukan oleh teleskop luar angkasa Kepler.

Para ilmuwan terus mengkaji "kembaran Bumi" itu. Berdasarkan penelitian terbaru, Kepler-22b teridentifikasi besarnya dua kali ukuran bumi, dengan temperatur rata-rata 22 derajat Celcius.

Kepler-22b juga memiliki atmosfer yang bisa mendukung kehidupan. Nyaris sempurna, kecuali kekurangan yang ini: jaraknya terlampau jauh, 600 tahun cahaya dari Bumi.

Kepler 22-b adalah yang kali pertama disebut sebagai "super-Earth" yang diketahui terletak di zona habitasi, dengan bintang mirip dengan Matahari kita.

Dijuluki sebagai "Goldilocks Zone", lokasi di mana planet ini berada memiliki suhu yang cocok, yang memungkinkan eksistensi air di permukaannya.

Ini berarti, planet tersebut bisa memiliki benua dan lautan -- seperti halnya Bumi. Sebab, di mana ada air, di situlah kehidupan berada.

Ilmuwan yakin, Kepler-22b tak hanya sekedar bisa mendukung kehidupan, tapi juga mungkin, sudah ada kehidupan di sana.

"Penemuan ini mendukung keyakinan, bahwa kita hidup dalam alam semesta yang penuh sesak dengan kehidupan," kata Dr Alan Boss, dari Carnegie Institution for Science in Washington DC -- yang membantu mengidentifikasi planet ini dari data yang diperoleh oleh teleskop ruang angkasa Kepler, seperti dimuat Telegraph, 6 Desember 2011.

Seperti diketahui, teleskop Kepler yang diluncurkan NASA mengawasi 155.000 bintang -- untuk mencari keberadaan planet-planet layak huni.

Bintang di sekitar orbit Kepler-22b, berada di konstelasi Lyra dan Cygnus -- ukurannya lebih kecil dari matahari dan 25 persen lebih redup.

Planet tersebut mengorbit bintangnya dalam waktu 290 hari, dengan jarak 15 persen lebih dekat dari jarak Bumi ke Matahari.

Kepler-22b berada tepat di tengah zona habitasi bintang -- sebuah kondisi yang sempurna bagi kehidupan.

Sementara, dua planet lainnya yang mengorbit pada bintang yang lebih kecil dan lebih dingin dibandingkan Matahari -- baru-baru ini ditemukan di tepi zona layak huni mereka.Orbit mereka lebih mirip dengan  Mars dan Venus.

Laporan tentang penemuan tersebut akan dipublikasikan oleh Astrophysical Journal.

Dr Douglas Hudgins, ilmuwan program Kepler di markas NASA di Washington, mengatakan, "Ini adalah tonggak  untuk menemukan kembaran Bumi.