Orang-orang
mungkin tidak menyangka Liverpool bisa menang atas AC Milan pada pertandingan
liga champions tahun 2005 silam, secara heroik Liverpool mampu mengejar
ketertinggalan 3 gol tanpa balas di babak pertama pada paruh kedua sebelum
akhirnya menang lewat drama adu penalti di Istanbul, Turki. Liverpool mampu
membuktikannya, bahwa boleh jadi di awal kita tertinggal namun sebelum peluit
tanda berakhirnya pertandingan belum ditiupkan, maka tidak ada yang mustahil
untuk bisa membalikkan keadaan. Boleh jadi kehidupan kita dulu suram, tapi itu
tidak berarti bahwa masa depan kita akan sama dengan masa lalu. Boleh jadi
tantangan yang kita hadapi itu berat, bahkan orang lain menganggapnya mustahil
untuk bisa dituntaskan, namun jika kita berikhtiar semaksimal mungkin
insyaAllah akan ada kemudahan, allahu musta’an.
Jangan pernah
berpikiran bahwa apa yang kita usahakan selama ini sia-sia, cara kita dalam
memahami setiap satuan capaian akan sangat mempengaruhi persepsi kita tentang
keseluruhan perjuangan yang dilakukan. Dalam konteks dakwah, capaian kita tentu
menjadi harapan yang paling besar, namun untuk memastikan orang tersebut dapat menerima
dakwah kita atau tidak, itu bukanlah ranah kita. Bahkan paman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Abu
Thalib, yang membantu dan melindungi dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di Mekah pun meninggal tidak dalam kondisi
sebagai seorang muslim. Apa artinya? Artinya bahwa perkara apa yang kita
sampaikan diterima atau tidak itu bukanlah domain kita, meskipun orang tersebut
kerabat dekat kita. Tugas kita hanya berikhtiar semaksimal mungkin dalam
mengajak orang lain pada kebaikan, hasilnya? Itu adalah domain Allah Subhanahu wa ta’ala.
Harun Al-Rasyid
mengatakan bahwa, saya tidak bangga dengan keberhasilan yang tidak saya
rencanakan, sebagaimana saya tidak akan menyesal atas kegagalan yang terjadi di
ujung segala usaha maksimal. Tentu, yang semestinya kita harapkan adalah
keberhasilan yang diberikan Allah Subhanahu
wa ta’ala kepada kita atas usaha dan kerja-kerja maksimal kita. Tidak semata
bagaimana capaian itu diperoleh, tapi juga bagaimana capaian itu dilanjutkan. Tidak
semata bagaimana kemudahan itu didapat, tapi juga bagaimana gangguan dan
rintangan yang menghambat mampu untuk kita lalui.
Pendiri salah
satu e-commerce terbesar di dunia,
Jack Ma, juga mengawali kesuksesannya dari titik nol. Ia bahkan menjadi satu-satunya
orang yang lamaran pekerjaannya ditolak pada gerai makanan cepat saji, ditolak
ketika mendaftar di kepolisian di saat ratusan pelamar lainnya diterima,
sepuluh kali ditolak masuk Universitas Harvard, hingga tiga puluh kali ditolak
perusahaan. Tapi apakah semua itu membuat dia berhenti dan tidak mencari jalan
lain? Tidak, justru dari kegagalan itulah ia membuka jalan keberhasilannya
sehingga Alibaba sekarang bisa bertengger sebagai e-commerce terbaik di dunia.
Cerita di atas
menjadi bukti bahwa ketika kita tertinggal, ketika kita ditolak, maka tidak
berarti pintu keberhasilan itu tertutup bagi kita. Capaian-capaian yang kita peroleh adalah
akumulasi dari setiap kerja yang kita lakukan, tugas kita hanyalah berusaha
semaksimal mungkin, mastato’thum, hingga
kita tidak lagi merasakan luka, hingga perih tidak lagi menghentikan langkah
kaki kita, bekerja keras sepenuhnya sampai habis energi kita. Serahkan hasilnya
kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.