Kita tentu tidak selamanya hidup di muka Bumi ini, maka kesempatan hidup
yang diberikan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada
kita mesti dipergunakan sebaik mungkin. kewajiban kita lebih banyak daripada
waktu yang ada, Al Wajibaat Aktsaru Minal
Awqat. Waktu terus berjalan dan pilihan-pilihan itu terpampang di hadapan
kita, ingin menjadi kunci kebaikan ataukah kunci keburukan?
مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ
مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ ، وَإِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ
لِلْخَيْرِ
Mafatihu
lil khoir magholiq li syarr wa inna min nasi mafatihu li syarr magholiq lil
khoir
Ada
yang menjadi kunci kebaikan dan penutup pintu kejelekan, Namun ada juga yang
menjadi kunci kejelekan dan penutup pintu kebaikan.
Kalau kita ingin memulai perubahan yang hakiki, kita mesti memulai dari
diri kita sendiri. Lakukanlah sesuatu yang memberikan kebaikan bagi diri dan
lingkunganmu, sepahit apapun itu, sebenci apapun orang terhadap tindakanmu,
jangan pedulikan. Karena yang benar pada akhirnya tetaplah benar dan yang salah
mau bagaimanapun pada akhirnya juga salah. Anis Matta dalam bukunya Model Manusia Muslim Pesona Abad ke-21
mengatakan bahwa Manusia diberikan Allah Subhanahu
wa ta’ala akal yang fungsinya untuk memilih. Dari sini kemudian lahir visi.
Manusia diberikan hati yang fungsinya untuk memutuskan, situasi hati yang
sedang kita alami disebut dengan mentalitas. Manusia juga diberikan fisik yang
berfungsi untuk melakukan segala hal yang disebut sikap, inilah kemampuan dasar
yang ada pada manusia. Apa yang ada dalam diri manusia yaitu tiga hal ini.
Jadi, perubahan pada skala sosial hanya dapat terjadi jika setiap individu yang
merupakan bagian dari anggota masyarakat mengubah apa yang ada dalam dirinya;
akal, hati, dan fisik. Apa yang lahir dari akal adalah visi. Apa yang lahir
dari hati adalah mental dan apa yang lahir dari fisik adalah sikap. Kita semua
tentu pernah membaca ayat di dalam Al-Qur’an yang mengatakan, Innallaha laa yughayyiru maa bi qaumin hatta
yughayyiru maa bi anfusihim, bahwa sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Bagaimana membentuk para manusia pahlawan itu? Membentuk para pemimpin? Salah
satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan membentuk karakter manusianya
itu sendiri, character building. Tarbiyah
itu cerita tentang bagaimana membentuk karakter manusia menjadi lebih baik, memunculkan
para generasi yang siap menjadi pemikul beban, bukan melahirkan generasi yang
hanya berleha-leha dalam hidupnya, bukan membentuk manusia yang hanya mencari
kesenangan di dunia saja. Seseorang disebut pahlawan karena timbangan
kebaikannya jauh mengalahkan timbangan keburukannya, karena ketakutannya
mengalahkan sisi kelemahannya. Jika engkau mencoba menghitung kesalahan dan kelemahannya,
maka kita akan menemui kesalahan dan kelemahannya itu tertelan oleh kebaikan
dan kekuatannya.
Anis Matta mengatakan dalam salah satu seminarnya bahwa yang namanya
proses kaderisasi itu adalah proses membangun inti bangunan dari umat, sehingga
kita tidak akan pernah mengetahui dengan baik bagaimana cara kita melakukan
kaderisasi jika kita tidak mengetahui apa artinya umat sebenarnya. Umat adalah religius community kalau kata Prof. Din
Syamsuddin. Kalimat umat di dalam
al-qur’an mempunyai beberapa arti, unsur umat (1) unsur misi/risalah/manhaj/metodologi,
(2) pemimpin, Ibrahim disetarakan kualitasnya sama dengan satu umat, inna ibrahima kana ummah, maksudnya
bahwa satu orang ini sekaliber sekelompok orang, Sa’ad bin Abi Waqqash pernah
mengatakan bahwa suara Al-Qa’qa bin Amr At-Tamimi lebih baik dari 1000 orang
prajurit, itulah pemimpin, ia mengumpulkan kebaikan yang berserakan pada
masyarakat awam, (3) basis massa
(masyarakat), (4) waktu, jadi pada mulanya umat itu dimulai dari seorang
pemimpin yang datang membawa misi tertentu dan membina orang-orang yang ada di
lingkungannya, dan orang-orang itu mengikuti manhaj yang dibawa orang ini
kemudian terbentuklah komunitas dari buah pembinaan itu, dan begitu komunitas
itu tidak lagi menjalankan ajaran-ajaran sesuai manhajnya, maka saat itulah
komunitas itu berhenti. Itulah yang dimaksud dengan umat.
Umat ini harus mempunyai satu peran dalam dunia ini sebagai ustadziatul alam, menjadi guru peradaban
manusia, menjadi model dari kehidupan terbaik masyarakat manusia. Ummatu risalah, umat yang datang dengan
misinya. Bagaimana mencapai model umat seperti yang diharapkan tadi? membangun
basis kepemimpinan, sosial, massa, dan negara.
Dalam perang Tabuq ada lebih 80 orang yang tidak ikut dalam peperangan,
dan itu dianggap sebagai dosa besar. Sekitar 80 diantaranya dikenal sebagai
orang munafik, ada 3 diantaranya dikenal sebagai sahabat yang telah dikader
oleh Rasulullah. Saat Rasulullah kembali, semua orang itu datang kepada
Rasulullah untuk meminta maaf. Sekitar 80 orang munafik yang datang ke
Rasulullah langsung dimaafkan tanpa komentar. Begitu datang Ka’ab bin Malik,
Rasulullah langsung berpaling dan tidak mau melihatnya, dosanya sama tapi yang
melanggar yang berbeda, karena itu hukumannya berbeda. Rasulullah berpaling dan
mengatakan kepada Ka’ab, “Tunggulah sampai Allah memberikan keputusan terhadap
kamu”, ada hukuman khusus untuk Ka’ab bin Malik, orang yang sudah dikader
langsung oleh Rasulullah. Beberapa waktu kemudian turunlah perintah untuk
mengisolasi mereka bertiga, seluruh masyarakat muslim dilarang berbicara kepada
mereka selama 40 hari. Bisa dibayangkan bagaimana jika kita diisolasi dari
lingkungan kita sendiri, Al-Qur’an melukiskan kisah itu dengan mengatakan Wa dhaqat alaikumul ardhu bima rahubat, “Bumi
yang luas pun terasa sempit karena perasaan takut”, perlakuan yang berbeda,
yang lainnya dimaafkan sedangkan mereka tidak dimaafkan. Pada hari ke-40
datanglah utusan Rasulullah kepada Ka’ab, dalam hati Ka’ab sudah merasa gembira
karena merasa hukumannya sudah selesai, akan tetapi ternyata utusan Rasulullah
itu menyampaikan bahwa Ka’ab da yang dua orang lainnya diperintahkan untuk
mengembalikan istri-istri mereka kepada orangtuanya, jadi itu adalah tahapan
kedua dari hukumannya. Saat itu tentu menjadi saat yang paling berat, karena
awalnya meski dihukum tidak boleh berinteraksi dengan masyarakat tapi masih
bisa berinteraksi dengan istri, namun kini tidak adalah lagi yang bisa diajak
untuk berbicara. Akhirnya pada hari ke-50 datanglah pemberitahuan bahwa
hukumannya sudah selesai, jadi sekarang kita sudah bisa tergambarkan bahwa
membina seorang pemimpin itu berbeda dengan membina seorang yang awam.
Teguran seperti itu bukan hanya datang kepada Ka’ab saja, bahkan orang
seperti Umar bin Khattab dan Abu Bakar pun pernah mendapatkan teguran. Di dalam
Al-Qur’an dikatakan Ya ayyuhal ladzina
amanu la tarfa’u ashwatakum fauqa shautin nabiyyi, “Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah meninggikan suara kalian melebihi suara Nabi”. Waktu itu
mereka berdua di masjid berdebat dan suaranya meninggi dalam perdebatan itu.
Yang mereka perdebatkan waktu itu adalah urusan agama, urusan pergerakan,
urusan dakwah, tapi suaranya meninggi melebihi volume suara Rasulullah
rata-ratanya. Dari sini kita menjadi paham, bahwa meninggikan suara saja dapat
teguran dari langit betapa proses pembentukan terhadap pemimpin itu
diperhatikan bahkan sampai kepada hal-hal yang kecil sekalipun.
0 comments:
Post a Comment