Banyak orang menilai politik di Indonesia ini amburadul,
hampir setiap bulan ada saja kasus korupsi yang dilakukan oleh wakil rakyat.
Dari hilir ke hulu, mulai dari tingkat kabupaten hingga pusat. Dalam beberapa
survei DPR, DPD, MPR, dan partai politik selalu menjadi lembaga negara yang
berada di urutan terbawah atas tingkat kepercayaan masyarakat terhadapnya. Survei Charta Politika (2018) menyatakan DPR dipercaya
sebanyak 49,5 persen dan tidak dipercaya sebesar 42,5 persen oleh responden, DPD
dipercaya 42,0 persen dan tidak dipercaya 39,3 persen, partai politik dipercaya
39,0 persen dan tidak dipercaya 47,17 persen. Survei lain yang dilakukan oleh
Alvara Research Center (2018) menyatakan tingkat kepuasan publik
terhadap kinerja DPR mencapai 51,8 persen, kinerja MPR mencapai 57,0 persen, dan
Partai politik mencapai 64,3 persen.
Kondisi perpolitikan
di Indonesia saat ini mungkin ibarat sungai yang tercemari, kotor dan tak
terawat. Orang selalu nyinyir tentangnya, orang jijik untuk datang kesana,
bahkan sebisa mungkin jaga jarak dengannya. Namun sungai tetaplah sungai,
menjadi sumber kehidupan dan kesejahteraan jika diperlakukan dengan bijak. Saat
ini sungainya mungkin kotor, namun bukan berarti sungai itu tidak akan bersih,
justru kehadiran orang-orang yang punya itikad baik dan berani mengambil
tindakanlah yang dinantikan.
Saya mengutip
pernyataan Prof. Syarif Hidayat (2018) peneliti bidang politik LIPI yang menggarisbawahi
tentang kinerja partai politik yang masih buruk. Menurutnya, kinerja partai
politik yang demikian terjadi karena partai politik gagal menjalankan fungsi
partai politik yang seharusnya melekat kepadanya, baik itu fungsi rekrutmen
politik yang di dalamnya terdapat mekanisme kaderisasi partai, komunikasi
politik, sosialisasi dan pendidikan politik, serta pengatur konflik. Temuan
kinerja parpol yang demikian sekaligus mengonfirmasi bahwa demokrasi di
Indonesia masih sebatas pada demokrasi simbolik atau demokrasi prosedural yang
menghadirkan lembaga demokrasi secara fisik, namun masih lemah secara fungsi.
Problematika partai politik yang demikian ditengarai disebabkan oleh belum
adanya demokrasi internal partai yang ditandai dengan sentralisasi partai dan
oligarki dalam partai.
Salah satu cara instan
yang digunakan partai politik dalam mendongkrak suaranya dan juga sebagai upaya
agar lolos parliamentary threshold 4
persen adalah dengan merekrut public
figure atau artis untuk menjadi calon anggota legislatif, pemilu 2019 tahun
depan akan ada 82 orang artis yang maju. Dari 14 partai politik peserta pemilu
2019, 11 diantaranya mengajukan artis sebagai calon anggota legislatifnya. Partai
Nasdem setidaknya mencalonkan 28 orang artis, PDIP 17 orang, PAN 6 orang, PKB 7
orang, Partai Berkarya 5 orang, Golkar 4 orang, Demokrat 4 orang, Perindo 4
orang, Gerindra 5 orang, PPP 1 orang, serta PSI 1 orang. Saya tidak menganggap
remeh kemampuan artis dalam ranah legislatif, karena bisa jadi beberapa orang
diantaranya juga memiliki kapasitas untuk menjadi wakil rakyat di parlemen.
Akan tetapi yang justru ingin saya tekankan adalah jangan sampai popularitas
calon menjadi faktor tunggal masyarakat dalam menentukan pilihannya tanpa
menilai poin intelektual serta integritas calon, berharap masyarakat saat ini
mampu lebih cerdas dalam menentukan pilihannya.
Selain karena tuntutan
memenuhi parliamentary threshold 4
persen agar bisa lolos ke parlemen, faktor lain yang tidak kalah heboh adalah adanya
perubahan cara perhitungan peroleh kursi dewan. Perhitungan sebelumnya yang
menggunakan Kuota Hare diubah menjadi
Metode Sainte Lague Murni.
Ilustrasi:
Misal dalam
Pemilu Legislatif 2019 di Dapil X perolehan suara:
1. Partai A:
220.000
2. Partai B: 100.000
3. Partai C:
30.000
4. Partai D:
25.000
5. Partai E:
3.000
Hitungan dengan
Metode Kuota Hare (Pemilu 2014)
Misal jatah 4
kursi dengan harga 1 kursi 200.000 suara. Jadi Perolehan Kursi:
1 KURSI PERTAMA
: UNTUK Partai 1
1. Partai A: 1
kursi sisa 20.000
2. Partai B: 0
kursi sisa 100.000
3. Partai C: 0
kursi sisa 30.000
4. Partai D: 0
kursi sisa 25.000
5. Partai E: 0
kursi sisa 3.000
Karena masih ada
sisa 3 kursi, sisa kursi diberikan kepada perolehan terbanyak yaitu partai B,
partai C, Partai D. Sehingga hasil akhirnya: Partai A, B, C dan D masing-masing
satu kursi.
Hitungan dengan
Metode Sainte Lague Murni:
1. Partai A
meraih 220.000 suara.
2. Partai B
meraih 100.000 suara.
3. Partai C
meraih 30.000 suara.
4. Partai D
meraih 25.000 suara.
5. Partai E 3.000
suara.
*Kursi Pertama*
Maka kursi
pertama didapat dengan pembagian 1.
1. Partai A
220.000/1 = 220.000
2. Partai B
100.000/1 = 100.000
3. Partai C
30.000/1 = 30.000
4. Partai D
25.000/1 = 25.000
5. Partai E
3.000/1 = 3.000
Jadi kursi
pertama adalah milik partai A dengan 220.000 suara.
*Kursi Kedua*
Untuk kursi
ke-2, dikarenakan A tadi sudah menang di pembagian 1. Maka berikutnya, A akan
dibagi 3, sedangkan yang lain masih dibagi 1. Perhitungan kursi ke-2 adalah:
1. Partai A
220.000/3 = 73.333
2. Partai B 100.000/1
= 100.000
3. Partai C
30.000/1 = 30.000
4. Partai D
25.000/1 = 25.000
5. Partai E
3.000/1 = 3.000
Maka kursi ke-2
adalah milik partai B dengan 100.000 suara.
*Kursi Ketiga*
Sekarang kursi
ke-3, Partai A dan B telah mendapatkan kursi dengan pembagian 1, maka mereka
tetap dengan pembagian 3, sedangkan suara partai lain masih dengan pembagian 1.
Maka perhitungan kursi ke 3 adalah:
1. Partai A
220.000/3 = 73.333
2. Partai B
100.000/3 = 33.333
3. Partai C
30.000/1 = 30.000
4. Partai D
25.000/1 = 25.000
5. Partai E
3.000/1 = 3.000
Maka di sini
kursi ke-3 milik partai A lagi dengan 73.333 suara.
*Kursi Keempat*
Perhitungan suara untuk kursi ke 4, A dan B telah mendapat kursi dengan pembagian 3, maka mereka akan masuk ke pembagian 5.
Perhitungan suara untuk kursi ke 4, A dan B telah mendapat kursi dengan pembagian 3, maka mereka akan masuk ke pembagian 5.
1. Partai A
220.000/5 = 44.000
2. Partai B
100.000/3 = 33.333
3. Partai C
30.000/1 = 30.000
4. Partai D
25.000/1 = 25.000
5. Partai E
3.000/1 = 3.000 Kursi ke-4, jatuh di Partai A lagi.
Hasil Akhir
1. Partai A = 3
kursi
2. Partai B = 1
kursi
3. Partai C = 0
kursi
4. Partai D = 0
kursi
5. Partai E = 0
kursi
Ya, kebijakan
baru sekarang menjadi alasan kenapa partai politik begitu banyak mengusung public figure sebagai calon anggota
legislatifnya. Ada 11 dari 14 partai yang mengusung public figure, artinya ada 3 partai yang tidak mengusung. Semoga saja
pemilu 2019 menjadi momentum perubahan dan perbaikan bagi Indonesia, baik pejabat
maupun masyarakatnya. Masyarakat jangan mudah terpengaruh oleh popularitas
calon, tapi lihat track record dan
gagasan yang dibawa. Karena membersihkan sungai hanya bisa dilakukan jika kita
semua tergerak untuk membersihkannya, tidak sekedar menggantungkan orang lain
untuk mengerjakan tapi kita sendiri tidak berusaha untuk melakukan tindakan,
kalau belum bisa membersihkan minimal kita tidak menjadi bagian dalam
mengotorinya.
Referensi:
1.
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/15/16523761/para-artis-yang-bakal-bertarung-di-pemilu-2019
, diakses pada 5 November 2018
2.
http://www.politik.lipi.go.id/kegiatan/1239-membaca-kondisi-politik-indonesia-dari-hasil-survei-ahli-lipi,
diakses pada 5 November 2018
3.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/24/11434361/fenomena-caleg-artis-dan-transfer-politisi,
diakses pada 6 November 2018