Ketidakpahaman, rasa iri, dan benci menjadi alasan hilangnya akal sehat seseorang
dalam memberikan penilaian maupun komentar. Terkadang kita dengan mudah
memberikan justifikasi hanya dengan bermodalkan sepotong kalimat yang dibaca
dari media, yang dimana bisa jadi kalimat itupun dipelintir oleh media untuk
bisa menjadi viral. Terlebih lagi jika kutipan dari media itu sesuai dengan apa
yang kita yakini selama ini, maka akan semakin menjadi-jadilah persepsi kita.
Ketika seseorang sudah merasa benci kepada sosok figur, maka apapun kebenaran
yang ada pada figur tersebut akan menjadi salah di mata orang tadi. Orang yang sudah
fanatik kepada salah seorang figur, biasanya faktor yang mempengaruhinya adalah
karena informasi yang ia peroleh hanya didapatkan dari satu sisi saja,
terlebih di era big data ini. Big data memiliki peran dalam mengarahkan penggunanya
terhadap informasi yang akan diperoleh selanjutnya, kebiasaan seseorang dalam
berinteraksi melalui media sosial akan membuat grafik data tersendiri, setiap
postingan atau informasi yang diakses akan terkumpul di dalam ekosistem big
data. Sebagai contoh orang yang suka mengakses informasi tentang sepakbola
pasti akan selalu memantau akun sepakbola, terlibat dalam forum diskusi tentang
sepakbola, maka dari situ big data bisa mengetahui keinginan pengguna yang
selanjutnya akan diberikan penawaran-penawaran mengenai sepakbola dalam bentuk
iklan atau informasi.
Hadirnya pers/media daring di zaman sekarang ini memberikan pengaruh besar
terhadap persepsi seseorang. Redaktur Pelaksana Republika Elba
Damhuri (2018) mengatakan bahwa di Indonesia ada sekitar 130 juta orang
yang menggunakan media sosial, yang menarik adalah dari jumlah tersebut
ternyata hanya ada 6 juta orang yang membaca berita online (daring). Ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 4% pengguna
media sosial yang benar-benar membaca konten sepenuhnya dari berita yang biasa
berkeliaran di media sosial, selebihnya hanya ikut-ikutan atau sekedar menarik
kesimpulan dari judul berita saja. Pembaca media daring di Indonesia mengalami
tren kenaikan grafik menjadi enam juta jiwa pada tahun 2018 dan pembaca media
cetak turun menjadi 4,5 juta. Meski demikian, secara teori pembaca berita di
Indonesia tidak ada peningkatan. Terbukti, pada 2014 ada 11,5 juta jiwa
penduduk Indonesia yang membaca berita dan pada 2017 ada 10,5 juta pembaca. Membuktikan
bahwa masyarakat Indonesia secara literasi masih belum cukup bagus, generasi
milenial masih banyak yang tidak membaca berita di situs berita.
Ibnu Qayyim mengatakan, “Hati-hatilah terhadap lintasan pikiran yang
melintas dalam pikiran Anda.” Mengutip perkataan Anis Matta dalam bukunya Model
Manusia Muslim Pesona Abad ke-21 bahwa awal dari semua yang kita lakukan
berasal dari lintasan pikiran. Setiap harinya ratusan lintasan pikiran lewat
dalam pikiran kita. Dari ratusan lintasan pikiran itu ada satu atau dua yang
seringkali terlintas, mungkin karena bendanya sering terlihat. Lintasan yang
sering terlintas akan termemorikan. Semakin sering terlintas, lama-kelamaan
lintasan itu akan menjadi gagasan. Jika gagasan itu menguat dalam diri kita,
maka ia akan menjadi sebuah keyakinan. Dan jika keyakinan telah menguat juga
dalam diri kita, maka ia akan menjadi kemauan. Jika telah menjadi sebuah
kemauan, maka kita akan melakukannya. Itulah tahapan yang akan membentuk
perilaku seseorang yang tidak terlihat dari luar. Ini semua terjadi secara
internal. Lanjut Anis Matta dalam bukunya tersebut juga mengatakan jika ada
perilaku dari diri kita yang ingin diubah, cara paling tepat yang bisa
dilakukan adalah dengan mengubah pada skala pemikiran. Jika seseorang sering berpikir
kotor, maka kata-kata yang akan dikeluarkan adalah kata-kata kotor pula. Secara
teoritis, seorang anak kecil yang menguasai sekitar 2500 kata itu berarti
segala tindakan dan kata-kata yang keluar dari lisannya tidak akan jauh dari
2500 kosa kata tersebut. Jumlah kosa kata yang dominan dalam diri seseorang
itulah yang akan menentukan setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Setiap orang tentu memiliki pilihan masing-masing dan itu menjadi hak
setiap individu, Ibrahim Elfiky (2009) mengatakan bahwa segala perbuatan manusia
adalah hasil langsung dari pikirannya sebagaimana ia berdiri, bangkit, dan
produktif karena dorongan pikirannya. Berpikir positiflah dan berusaha untuk
obyektif dalam menilai dan memilah informasi di era sekarang ini.