Thursday, July 2, 2020

Menjaga Ruh Di Tengah Pergulatan



Semoga setengah perjalanan yang telah kita tempuh tahun ini, juga tahun kelima dari beberapa orang yang ada, adalah bagian dari umur yang tidak akan kita lupakan di usia tua kita bahwa kita berkembang secara cepat karena mendapatkan beban yang banyak dari semestinya saat kita di kampus. Satu hal yang perlu untuk terus menerus kita ingat bahwa seluruh kerja yang kita lakukan harus dikaitkan dengan bagaimana keikhlasan kita dalam menjalankannya, sebab keikhlasan adalah asas dari diterimanya amal kita. Para Ulama mengatakan bahwa keikhlasan itu diperlukan dalam tiga hal: (1) ikhlas sebelum beramal, (2) ikhlas pada saat beramal, (3) ikhlas setelah beramal. Boleh jadi ada orang yang ikhlas di awal, kurang di tengah, kemudian hilang di akhir. Boleh jadi juga ada orang yang hilang di awal, membaik di tengah, dan semakin baik di akhir. Jangan sampai seluruh perjuangan yang telah kita lakukan ini batal atau sia-sia karena satu dari dua sebab diterimanya amal itu tidak ada di dalam diri kita yaitu keikhlasan.

Pada akhirnya, pertanggung jawaban kita kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah mas’uliyah fardliyah (pertanggung jawaban secara pribadi) dan bukan pertanggung jawaban jama’ah ini. Sehingga kelak kita akan datang di akhirat sebagai seorang diri dan bukan sebagai perwakilan jama’ah tertentu.

Juga yang perlu kita jaga adalah al bi’atu tarbawiyah fi ausatil amali siyasi, perlunya kita menjaga lingkungan tarbawi di tengah amal siyasi yang kita lakukan, kenapa? Karena dunia yang kita ikuti ini adalah dunia yang terus berubah dan dalam dunia yang terus berubah seperti ini, mudah muncul dua penyakit, yakni penyakit syubhat dan syahwat. Obat dari penyakit syubhat ini adalah ilmu dan obat dari penyakit syahwat adalah iman, yang menjaga ilmu dan iman ini adalah bi’ah tarbawiyah. Jangan-jangan selama ini justru kita banyak berpaling dari agenda asasi/tarbawi dengan dalih kesibukan amanah/organisasi.

Kadang-kadang karena banyaknya syubhat kita mudah mengalami konflik dan karena itu Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan ar rasikhuna fi’l ilmi, hanya orang-orang yang dalam ilmunya yang bisa bertahan di tengah syubhat itu. Itu sebabnya menjaga lingkungan kita agar selalu memiliki aura tarbawi yang kuat akan menjadi salah satu faktor diferensiasi utama antara kita dengan lingkungan luar, ini yang menjadi faktor pembeda kita ketika beramal dan menyikapi suatu masalah.

Beberapa tahun yang lalu di dalam salah satu ceramahnya Ust. Anis Matta menyampaikan satu kisah yang menarik, suatu waktu Imam Ghazali berceramah di depan 500-an ulama dari semua penjuru negeri yang ada pada waktu itu. Karena yang hadir ini adalah ulama dan bukan orang biasa, ada perasaan ghurur di dalam diri Imam Ghazali, ada keangkuhan yang muncul di dalam dirinya. Suatu waktu pada sesi ceramah tersebut adalah seorang ulama yang bertanya kepada beliau, “Wahai Abu Hamid, sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan di dalam Al-Qur’an, kulla yaumin huwa fii sya'n (setiap hari Allah selalu punya urusan), saya mau tanya apa urusan Allah hari ini?” dan ternyata Imam Ghazali tidak tahu jawabannya. Tapi karena di depan ulama, tidak gampang untuk mengatakan saya tidak tahu, ini menyangkut wibawa akademik. Beliau lalu mengatakan, “Kasih waktu saya sampai besok”. Begitu besok acara dimulai lagi, orang tadi menanyakan pertanyaan yang sama dan Imam Ghazali tetap menjawab “tunggu sampai besok”. Keesokan harinya orang itu datang lagi dan mengulangi hal yang sama hingga hari keempat dan Imam Ghazali tetap menjawab dengan jawaban yang sama pula. Setelah hari keempat itu, Imam Ghazali pulang ke rumahnya dan beliau shalat istikharah, beliau meminta ilham dari Allah Subhanahu wa ta’ala untuk bisa menjawab pertanyaan itu. Setelah shalat istikharah itu beliau tidur dan dalam tidurnya beliau bermimpi ketemu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, pada pertemuan itu Rasulullah mengatakan kepada beliau “Wahai Abu Hamid, nanti kalau datang orang itu dan bertanya lagi kepadamu dan mengatakan bahwa Allah setiap hari punya urusan, maka apa urusan Allah hari ini? Katakanlah kepadanya bahwa sesungguhnya Allah memiliki urusan yang Ia tampakkan dan tidak Ia tampakkan, Allah mengangkat derajat suatu kaum dan merendahkan derajat suatu kaum yang lain.

Keesokan harinya ketika Imam Ghazali datang kembali ke majelis tersebut, beliau mencari penanya sebelumnya lalu memberikan jawaban “Subhanallah, sesungguhnya Allah memiliki urusan yang Ia tampakkan dan tidak Ia tampakkan, Allah mengangkat derajat suatu kaum dan merendahkan derajat suatu kaum yang lain. Lalu ulama yang bertanya ini mengatakan, “Wahai Abu Hamid, perbanyaklah shalawat dan taslim kepada Nabi yang telah mengajarkan kamu jawaban ini tadi malam”.

Hikmah yang bisa kita ambil adalah (1) bisa jadi kita berbicara tentang suatu ilmu di depan orang yang justru lebih paham akan ilmu tersebut dibanding kita, maka jagalah hati kita. (2) Kebiasaan shalat istikharah atas qodhoya (masalah) yang rumit perlu untuk kita bawa dalam shalat, dengan begitu kita memberikan nuansa ruhiyah atas pergulatan masalah kita sehari-hari. Begitu ini hilang dari kita, seluruh analisa yang baik maupun otak yang cerdas tidak akan menghasilkan apa-apa, karena Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan wa adhollu humullahu ala ilmin, Allah bisa menyesatkan orang atas dasar ilmu yang dia berikan kepadanya. Sehingga walaupun orang itu berilmu, orang itu tetap bisa tersesat.

0 comments: