Jauh
hari sebelum saya lulus di kampus Kerakyatan ini, saya hanyalah seorang siswa
yang tiap harinya harus menempuh jarak kurang lebih 10 km untuk pergi ke
sekolah, dengan “pete-pete” yang selalu menemani, berangkat lebih awal disaat
orang lain masih lelap dalam tidurnya adalah rutinitasku dulu. Inilah jalan
yang saya ambil saat itu untuk bisa bersekolah di salah satu sekolah terbaik
yang ada di Makassar, meskipun di sekitar tempat tinggal saya juga terdapat
berbagai Sekolah Mengenah Atas. Saya memilih SMAN 2 Makassar sebagai destinasi
studi, sekolah yang cukup jauh dari tempat tinggal saya. Bagi saya, merasakan
sesuatu yang baru adalah suatu pengalaman besar yang tak ternilai, di saat
teman sebaya saya waktu itu lebih memilih untuk bersekolah di dalam lingkungan
sekitarnya saja, saya berusaha untuk keluar dari lingkungan biasa. Inilah jalan
yang saya ambil saat itu, tidak ada kata penyesalan, saya harus memperjuangkan
apa yang telah saya pilih.
Tiga
tahun sebelum menginjakkan kaki di kampus Pancasila ini, harapan untuk
berkuliah di kampus terbaik di Indonesia hanyalah sekedar angan-angan buat
saya, sepintas lewat di pikiran, tapi takut untuk saya jadikan target ke
depannya. Jangankan berpikir untuk bersaing dengan siswa terbaik dari seluruh
Indonesia, bersaing dengan siswa Makassar saat itu pun saya masih minder. Saat
itu saya hanya mencoba untuk secepat mungkin beradaptasi dengan lingkungan yang
baru, beradaptasi dengan jadwal sekolah yang padat, beradaptasi dengan gaya
belajar yang baru.
Dua
tahun sebelum menginjakkan kaki di kampus nasional ini, dengan prestasi yang
tidak begitu baik pada semester sebelumnya, resolusi saya untuk semester ke
depannya ialah hanya sekedar berharap untuk memperoleh nilai yang lebih baik,
tidak ada yang spesial saat itu, bayang-bayang untuk berkuliah di luar Sulawesi
pun sudah gusar setelah memperoleh rekap nilai semester 1 dan 2. Saya mencoba
mengintropeksi diri, apa yang salah selama ini, mengapa prestasi yang saya
peroleh stagnan, begitu-begitu saja. Hingga akhirnya di pertengahan semeter 3
saya menemui titik terang, sebuah harapan, saya mulai merencanakan apa yang
semestinya harus saya lakukan untuk memetik buah itu.
Satu
tahun sebelum menginjakkan kaki di kampus perjuangan, awal dimana semester 4
dimulai, awal dimana saya sadar akan masa depan saya ditentukan dari apa yang
dilakukan hari itu. Saya sadar betapa singkatnya hidup ini, pilihan hari itu
hanya dua, memilih untuk senang sesaat untuk meraih hasil yang kurang memuaskan
atau bersabar dan berusaha sesaat untuk meraih hasil yang maksimal nantinya,
parameter hasil saat itu ialah perguruan tinggi favorit yang menjadi cita-cita
saya, karena saya sadar hasil akhir ialah kembali kepada-Nya dengan tempat yang
terbaik.
Di
semester 4 ini kemudian saya banyak mengikuti perlombaan, dan hasil dari lomba
itu akan saya jadikan bekal untuk masuk perguruan tinggi nantinya. Ada cerita
yang cukup menarik ketika saya hendak berangkat ke Malang untuk
mempresentasikan hasil karya saya dalam Pekan Riset dan Ilmiah Universitas
Brawijaya. Saat itu saya yang bermodalkan nekad untuk mengikuti lomba di jawa
sama sekali tidak memikirkan masalah dana, tidak memikirkan masalah
transportasi kesana. Alhasil ketika saya dinyatakan lolos, saya sempat bingung
untuk berangkat kesana caranya bagaimana, karena saya tidak ingin memberatkan
orang tua yang kebetulan saat itu juga kebutuhan adik-adik saya cukup banyak.
Hingga akhirnya satu hari sebelum batas konfirmasi kesiapan peserta saya
menyatakan batal untuk ke Malang. Akan tetapi, tante saya yang tempat tinggal
nya relatif tidak jauh dari rumah saya tahu tentang perlombaan yang saya ikuti,
lalu menghubungi saya dan menyuruh untuk datang ke rumahnya. Disanalah kemudian
saya diberikan kemudahan, tante saya membelikan tiket agar saya dapat berangkat
ke Malang. Bagi saya, ada banyak jalan yang dapat kita tempuh untuk
berprestasi, dan itu semua tergantung dari usaha yang kita lakukan, keseriusan
kita dalam berproses. Jenjang Sekolah Menengah Atas saya tutup dengan hasil
yang dapat membanggakan kedua orang tua saya.
Pendaftaran
untuk masuk perguruan tinggi lewat jalur SNMPTN telah dibuka pada bulan kedua
di tahun 2015, saat itu saya telah membulatkan tekad untuk berkuliah di Jawa.
Awalnya saya memilih salah satu institut yang ada di Jawa Barat, akan tetapi karena
beberapa hal dan pertimbangan orang tua, saya akhirnya memilih jurusan Teknik
Fisika Universitas Gadjah Mada. Pada dasarnya, dimanapun kita kuliah, yang
menentukan keberhasilan kita ialah diri sendiri. Bukan seberapa hebat
universitasnya, akan tetapi seberapa hebat diri ini untuk bisa bersaing di
universitas itu. Akan tetapi, saya memilih untuk berkuliah di Jawa karena ada
hal-hal yang kemudian tidak akan saya dapatkan jika berkuliah di Sulawesi
Selatan. Ya, menjadi pengalaman yang hebat jika dapat berinteraksi dengan
ribuan mahasiswa dari seluruh Indonesia. Memilih
merantau untuk berkuliah tentu bukanlah perkara mudah, jauh dari keluarga,
hidup sendiri, dan keterbatasan dana menjadi salah satu faktor yang perlu
dipikirkan matang-matang sebelum merantau. Saya sendiri, sebelum memutuskan
untuk merantau meminta restu kepada orang tua, dukungannya beliaulah yang
menjadi spirit lebih untuk tetap berjuang dalam menuntut ilmu. Teringat apa
yang pernah dikatakan oleh Imam Syafi’i, “Orang berilmu dan beradab tidak diam
beristrahat di kampung halaman, merantaulah!”
Setelah
dinyatakan lulus SNMPTN pada prodi Teknik Fisika UGM, secara singkat saya
kemudian menunaikan apa yang telah saya nazarkan sebelumnya. Barulah setelah
itu saya mempersiapkan segala urusan administrasi, hingga pada bulan agustus
saya berangkat ke Yogyakarta dengan niat ingin menuntut ilmu dan ingin
membanggakan kedua orang tua. Akhirnya, sampailah saya ke kampus yang saya
impikan, kampus yang banyak melahirkan pemimping-pemimpin bangsa, kampus yang kemudian
banyak mengajarkan kita arti dari kesederhanaan, dan yang paling penting bahwa
kultur Yogyakarta yang begitu kental mengajarkan kita bagaimana menghargai
orang lain, masyarakat terbuka kepada pendatang baru, dan juga labelnya sebagai
kota pelajar di Indonesia akan sangat membantu kita para mahasiswa dalam mengenyam
pendidikan dengan berbagai fasilitas yang diberikan. Separuh tahun lebih saya
telah berkuliah di UGM, dan saya telah mendapatkan banyak sekali pelajaran,
berteman dengan mahasiswa dari seluruh Indonesia adalah pelajaran yang sangat
berharga, di kampus ini juga kemudian saya sadar bahwa peran kita sebagai
mahasiswa tidak sekedar memperoleh nilai akademis yang baik, tapi juga
kontribusi kita bagi masyarakat ialah yang paling utama. Perjalanan belum usai,
peran kita masih dibutuhkan di masyarakat, masih ada cerita-cerita
menginspirasi lainnya yang harus diceritakan bagi generasi muda nantinya.
0 comments:
Post a Comment