Disetiap pertemuan yang
berlalu tentu ada rindu yang membekas, sulit memang tapi itulah hidup. Tiap
langkah kaki yang kita jalani hanya akan memberikan kenangan. Bagusnya, kita
diberikan pilihan akankah menjadikan ia sebagai kenangan manis ataupun kenangan
pahit. Mungkin saat ini kita masih dibayang-bayangi oleh begitu gemerlapnya
kebiasaan sebelumnya hingga masih sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang baru, belum mampu untuk menyibukkan diri. Mungkin masih sulit bagi
sebagian dari kita untuk berhijrah dari aktivitas rutinitas yang sebelumnya
tidak ada manfaatnya sama sekali ke aktivitas yang dapat memberikan
kebermanfaatan bagi diri, masyarakat, dan agama. Pertanyaan yang kemudian
timbul ialah: “bagaimana cara kita melakukan aktivitas yang bermanfaat?
Bagaimana cara menyibukkan diri?”
Sebelum menjawab
pertanyaannya, satu hal yang perlu untuk kita ketahui bahwa perbuatan yang kita
lakukan dinilai benar bukan dari segi kuantitas (jumlahnya), akan tetapi
dilandasi oleh apa yang kita percayai saat ini, Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika
peribahasa latin mengatakan Vox populi
vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan), maka Al-Qur’an mengingatkan
kita, Jika kamu mengikuti ‘kebanyakan’ orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (Q.S.
Al-An’am:116).1
Hijrah, jika kita artikan
menurut bahasa ialah meninggalkan. Sedangkan menurut syariat ialah berpindah
dari negeri syirik ke negeri Islam, atau dari negeri kemaksiatan ke negeri
istiqamah. Kita mesti sadar bahwa masa lalu yang kelam hanya tinggal kenangan
yang jika kita ratapi secara mendalam hanya akan menghambat diri ini untuk
berkembang lebih jauh. Apa yang seharusnya kita lakukan saat ini ialah berhijrah,
bagaimana perbuatan kita tidak terulang lagi seperti dulu, dan dampak
positifnya terasa. Nilai yang perlu untuk ditanamkan bagi diri ini agar menjadi
manusia dengan aktivitas yang bermanfaat dapat diperoleh dengan menghadirkan
kondisi dimana tujuan utama kita bukanlah di dunia, tetapi di akhirat kelak,
sehingga segala aktivitas yang kita lakukan semata-mata hanya atas apa yang
diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bukankah indah jika di
usia kita yang cukup muda ini diisi dengan hal-hal yang positif? Masanya telah
berlalu, semua temanmu pergi jauh meninggalkanmu, tapi ia pergi bukan berarti
melupakan. Namun pergi untuk menebarkan manfaat yang lebih ke penjuru dunia
ini. Dulu mungkin kamu terlalu banyak menyusahkannya, tapi suatu saat bisa jadi
kamu yang malah memberikan manfaat kepadanya. Dulu mungkin kamu memandang ia terlalu
tinggi hingga sulit untuk bisa menyamai, tapi bisa jadi beberapa tahun kedepan
kamu lulus dari perguruan tinggi sebagai lulusan cum laude. Mereka di masa lalu
belum tentu mereka di masa depannya, sebab tiap orang punya keinginan untuk
mengubah masa lalunya. Fokus kita saat ini ialah menumbuhkan sikap optimis,
bahwa kita bisa berubah. Tiap manusia punya kesempatan untuk melakukan hal-hal
yang bermanfaat, tergantung bagaimana cara diri ini menyikapi kehidupan,
mengontrol diri untuk bisa melawan hawa nafsu menuju pribadi penebar manfaat
bagi bangsa dan agamanya. Selamat berjuang saudaraku.
___________________________________________________________________________
1.
Dikutip
dari Adhim, Mohammad Fauzil. 2012. Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan.
Yogyakarta. Pro U-Media.
0 comments:
Post a Comment