Dakwah ini, amalan-amalan
baik yang kita jalankan di tengah kewajiban sebagai mahasiswa, seyogyanya
bukanlah menjadi beban besar yang dapat melalaikan kita dari tugas kampus. Akan
tetapi ini adalah nikmat spesial yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala agar kemudian kita mampu beramal ma’ruf nahi munkar di dalam barisan
dakwah. Tentu kejayaan Islam tidak akan bisa tegak jika dakwah yang kita
jalankan hanya di masjid saja. Akan tetapi ibarat air yang mengalir, ia
membutuhkan bulir air dengan dorongan yang kuat dari hulu ke hilir agar
kemudian bisa mengalirkannya ke pemukiman dan bermanfaat bagi makhluk hidup.
Sifat bulir air sepanjang ia mengalir jika diperhatikan, ia akan masuk ke
segala celah-celah sekecil apapun itu, menjangkau yang bahkan sulit untuk
dijangkau. Dakwah pun demikian, sebab Islam ini merupakan agama yang syamil dan kaffah. Dakwah sejatinya menjangkau urusan sosial, ekonomi, hingga
politik.
Kalau kita flashback sedikit, saat dimana era
reformasi terjadi, para mahasiswa yang sebelumnya aktif dalam ranah dakwah
masjid, kemudian menyatukan suara membentuk suatu gerakan untuk menyuarakan
aspirasi masyarakat, pemikiran-pemikiran yang timbul akibat permasalahan umat
yang sebagai da’i kita tidak boleh
berdiam diri. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa’sallam:
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah
ia dengan tangan, jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisan, jika tidak
mampu, maka dengan hati (dengan menunjukkan ketidak ridhaan terhadap
kemungkaran tersebut), dan itulah selemah-lemah iman.” [1]
Ranah politik ini sangat besar pengaruhnya
kepada masyarakat, karena segala kebijakan yang dibuat oleh negara bersumber
dari sini. Dalam skala yang lebih sempit lagi, yakni lingkungan mahasiswa,
aktivitas dakwah siyasi yang kita
jalankan adalah semata-mata agar kegiatan-kegiatan kemahasiswaan dapat
terlaksana dengan tidak bertentangan dengan syariat Islam, juga dengan
kebijakan yang dikeluarkan oleh organisasi intra-kampus yang mesti
memperhatikan aspek tadi. Kalau di negara ada lembaga eksekutif berupa
presiden, wakil presiden beserta jajaran lainnya dan lembaga legislatif berupa
DPR, MPR & DPD sebagai unsur pembuat kebijakan negara, maka di kampus ada
Badan Eksekutif Mahasiswa, Senat, Keluarga Mahasiswa, dan organisasi lainnya
yang juga kurang lebih fungsinya sama dengan lembaga negara.
Kehidupan kampus ibarat
miniatur negara sesungguhnya, wadah dimana kita berproses sebelum kemudian
terjun ke lingkungan masyarakat yang lebih majemuk. Sehingga kemudian tidak
salah jika saya mengkorelasikan kampus dengan skala yang lebih luas, yakni negara
yang sedikit saya singgung tadi.
Imam Hasan Al-banna
pernah mengatakan bahwa Islam adalah dinun
wa daulah (agama dan negara) sekaligus. Jadi kita menganut konsep integrasi
dari awal. Tetapi konsep integrasi ini bukan hanya ada pada integrasi antara
negara dan agama saja, namun juga antara dakwah dan politik. Itu sebabnya 10
tahun setelah Imam Hasan Al-Banna mendirikan jamaah dakwahnya, beliau langsung
mendeklarasikan untuk memasuki era jahriiyah (era keterbukaan) dan ikut
terlibat dalam aktivitas politik. [2]
Lembaga yang memiliki
fungsi dalam mengatur kebijakan mahasiswa yang didominasi oleh umat Islam, agar
sistem yang dijalankan di lembaga tersebut dapat berjalan dengan ‘baik’, maka tentu
orang-orang yang berada pada sistem tersebut atau orang yang menjalankan sistem
tersebut haruslah sama ‘baik’ nya dengan sistem tadi. Sehingga, agar dakwah ini
bisa dijalankan secara efektif maka kita haruslah terjun langsung ke sistemnya,
yakni lembaga yang mengatur kebijakan itu. Menjadi tugas kita saat ini, agar
ranah politik ini tidak dianggap sebagai hal yang ‘kotor’ oleh masyarakat,
sebab yang menjadi masalah utama sebenarnya adalah orang-orang yang ada di
ranah politik itu tadi, bukan politiknya.
Yang harus kita lakukan
untuk itu ialah bagaimana kita memperbaiki cara kita dalam memahami
sumber-sumber ajaran kita: Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta warisan intelektual
dari peradaban kita. Dengan begitu kita dapat menemukan sistem dan metodologi
pemikiran kita sendiri, untuk kemudian dapat memberikan kritik kepada realitas
zaman kita dengan segala muatan peradabannya, dan setelah itu kemudian
memberikan sebuah solusi cara merealisasikan kehendak Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam kehidupan
ini. Dimana ada hutan belantara yang menjelma menjadi taman kehidupan yang
indah. [3]
Kalau Islam bukan
politik, ekonomi, sosial budaya maka yang dimaksud dengan Islam itu sendiri
apa?
Referensi
1.
Diriwayatkan
oleh Muslim, Shahih Muslim, Juz 1 (Beirut: Dar Ihya at-Turats, t.t), hlm.
69, hadits no. 78. Diriwayatkan juga oleh Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud
ath-Thayalisi, Ibn Hibban, al-Baihaqi, dan yang lainnya
2.
Anis
Matta. Integrasi Politik dan Dakwah.
Jakarta: ARAH Press.
3.
Anis
Matta. 2006. Dari Gerakan ke Negara.
Jakarta: Fitrah Rabbani.
Sumber Gambar
.