Keluarga Muslim Teknik, bahkan kita sudah menjadi keluarga jauh sebelum
kita bertemu di kampus Teknik Universitas Gadjah Mada. Kita menjadi keluarga disebabkan
oleh kesamaan ideologi, kita dipersatukan karenanya. Kesamaan ini tentu perlu
kita jaga dan tumbuhkan agar menjadi produktif, ia ibarat benih yang kita tabur
kemudian kita rawat hingga tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan yang kokoh
dan memberikan manfaat.
Sejatinya bukan karena jasad ini yang menyatukan kita, akan tetapi yang
menyatukan kita adalah ukhuwah Islamiyah,
ikatan yang mempersatukan hati para mukmin. Kebersamaan jasad memang penting,
akan tetapi jauh daripada itu kebersamaan hatilah yang mampu membuat kita
bersatu dan kuat. Yadullahi ma’al jama’ah,
Tangan Allah bersama jama’ah. Kebersamaan hadir karena adanya persamaan
yang menjadi kekuatan kita, modal dalam melakukan amal-amal kebaikan bersama. Ukhuwah Islamiyah baru akan produktif
dalam menjawab setiap permasalahan apabila kita telah menumbuhkan syakhsiyah Islamiyah di dalam segala
amalan kita, tidak hanya amal individu namun juga sosial. Mengutip slogan KMT “bersama
menuju keshalihan pribadi dan sosial.”
Ukhuwah Islamiyah, ia melampaui
batas-batas ruang dan waktu, ia tidak reaktif
terhadap suatu kejadian, ukhuwah
Islamiyah ini adalah ikatan ideologis (mabda’iyah).
Cakupannya luas, tidak terbatas dalam satu wilayah tertentu saja (ukhuwah wathoniyah), tidak terbatas oleh
suku/bangsa (ukhuwah ashobiyah), juga
tidak muncul karena kesamaan minat atau kepentingan (ukhuwah maslahatiyah).
Kita datang dari segala penjuru nusantara dengan satu peran yang sama
yakni sebagai pembelajar, berharap amanah yang diberikan oleh orang tua bisa
kita jalankan dengan baik dan penuh bangga. Kuliah saja tentu tidak cukup sebab
ada banyak kegiatan yang bisa kita ikuti di luar perkuliahan untuk meningkatkan
kapasitas kita sebagai seorang individu, tidak hanya intelektual saja namun
bagaimana dimensi emosional serta spiritual juga bisa kita tingkatkan, pesan
ini juga sering ditekankan oleh pak Dr. Eng. Herianto selaku Kepala Unit
Pendidikan dan Kemahasiswaan Fakultas Teknik UGM. Dengan memberikan partisipasi
aktif dalam lembaga kampus, berdialektika bersama, berproses bersama, menjadi wasilah pembelajaran lain yang tidak
kita dapatkan di dalam ruang kelas. Ini semua menjadi bekal kita ketika nanti lepas
dari almamater dan akan turun ke masyarakat secara langsung.
Kita mesti sadar dan berpartisipasi, sebab ada orang yang sadar tapi
enggan berpartisipasi dan ada orang yang berpartisipasi tapi tidak sadar, hanya
sekedar ikut-ikutan saja. Ilmu tanpa amal bagai pohon tak berbuah, kita menanam
pohon yang tidak menghasilkan buah, sekedar diberikan harapan akan tetapi
buahnya nihil. Tapi juga kita jangan beramal tanpa dilandasi dengan ilmu,
karena kata Ibnu Qayyim rahimahullah, “Orang
yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada penuntun, orang
yang berjalan tanpa penuntun akan mendapatkan kesulitan dan sulit untuk
selamat.” Ilmu dan amal adalah dua hal yang tidak bisa kita pisahkan sebab ia
saling menyokong satu sama lain. Dengan ilmu serta amal ini jugalah yang akan
membuat hidup kita menjadi lebih produktif, terlebih dengan kita berkumpul
dalam satu wadah yang sama, beramal secara berjama’ah. Seperti yang saya
tuliskan di awal, Yadullahi ma’al jama’ah,
Tangan Allah bersama jama’ah.
Referensi:
Abdullah Nashih Ulwan: Merajut Keping-keping
Ukhuwah. CV Ramadhani, 1989.
https://www.faridokbah.com/dunia-dakwah/kebersamaan-hati-bukan-kebersaaan-jasad/,
diakses pada 9 september 2018