Efek dari
semakin masifnya gerakan zero waste, tumbler
menjadi salah satu merchandise di beberapa kegiatan. Kampanye yang belakangan
ini tengah masih merupakan upaya untuk meminimalisasi penggunaan plastik. Pertanyaannya
sekarang, berapa lama tumbler bisa bertahan lama dengan berbagai macam material
dan bagaimana pengolahan limbah pasca penggunaannya? Atau jangan-jangan hal ini
bisa menimbulkan problem baru di masa yang akan datang?
Paragraf sebelumnya
bukanlah menjadi topik utama pada tulisan saya saat ini, akan tetapi poin yang
ingin saya ambil adalah bisa jadi sesuatu itu dianggap lebih ramah lingkungan
karena kita dan peneliti yang lain belum mendapatkan kajian lebih lanjut
terhadap dampaknya di masa yang akan datang.
Saya ambil
contoh lain di sektor energi, misalnya solar
panel, ketika pertama kali ditemukan oleh Daryl Chapin, Calvin Fuler, dan Gerald Pearson pada tahun 1950-an, solar panel ini menjadi harapan baru
bagi umat manusia untuk menjawab krisis energi yang berada di depan mata.
Sebab, dengan teknologi yang mengubah energi matahari menjadi listrik ini maka
produksi energi kita praktis bisa menjadi tidak terbatas karena ketersediaan panas
matahari yang tidak pernah habis. Jika dilihat dari sisi ini tentu kita akan
sepakat mengatakan solar panel
sebagai energi terbarukan. Akan tetapi ada problem baru yang muncul, pada tahun
2008, Cina telah membakar 30 juta ton batu bara untuk memproduksi panel yang
dibutuhkan oleh USA dan Eropa, artinya telah terjadi pemanasan global oleh
China.
Proses pembuatan
panel dimulai dari penambangan batuan silica kemudian diproses berturut-turut, silica metalic, trichlorosilane, polycrystalline silicon, solar cell, dan solar panel. Salah satu bahan kimia yang
berbahaya adalah chlorine yang digunakan pada setiap urutan proses pembuatan chanel, sedangkan untuk pemurnian silica
diperlukan proses pemanasan yang lama pada temperatur tinggi. pencemaran
terjadi pada saat pembuatan panel yang berbahan baku batubara. Prose pembakaran
dengan batubara ini menimbulkan emisi
green house gases, polusi kimia, dan limbah silica yang tidak dapat didaur
ulang.
Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) jika terus menerus dibangun maka akan ada efek
mengerikan yang timbul di masa depan. Panel-panel ini hanya dapat bertahan
sekitar 20-30 tahun, setelah itu panelnya harus diuraikan, akan tetapi hal ini
sulit dilakukan karena mengandung bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat. China
diperkirakan akan mengalami ledakan limbah panel surya tiba-tiba pada 2040 dan
saat ini tidak ada solusi untuk masalah itu.
Hal ini tentu
mengindikasikan bahwa PLTS yang kita anggap sebagai teknologi yang ramah
lingkungan, ternyata juga menimbulkan dampak pencemaran lingkungan yang begitu
besarnya. Kita tidak bisa naif bahwa di setiap terobosan terhadap pengembangan
teknologi, akan selalu ada dampak yang ditimbulkan, hal terkecil seperti membuat
suatu barang implikasinya adalah eksploitasi terhadap sumber daya alam itu
sendiri. Sehingga sulit menemukan teknologi yang murni tidak memberikan dampak apapun terhadap lingkungan, pendekatan
yang bisa dilakukan adalah bagaimana teknologi yang kita hadirkan itu bisa
terus berkembang dalam meminimalisasi dampaknya terhadap lingkungan.
Ada 2 paham yang
berbeda terkait sikap manusia terhadap alam, yakni jainisme dan utilitarianisme.
Jainisme adalah paham pemikiran yang
menolak eksploitasi terhadap alam dan utilitarianisme
sebaliknya, ia adalah paham pemikiran yang menyatakan bahwa perbuatan harus
diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan bahkan dengan
cara eksploitasi yang berlebihan sekalipun. Kedua paham ini saling bertolak
belakang satu sama lain, sikap yang bijak adalah ketika kita menempatkannya di
tengah-tengah, tetap memanfaatkan sumber daya alam karena itu menjadi kebutuhan
kita akan tetapi kita juga memperhatikan bagaimana upaya konservasinya agar
tetap sustain.
Prof
Sukandarrumidi pernah mengatakan bahwa teknologi itu bersifat universal, boleh
dipelajari oleh semua orang, tidak baik namun juga tidak buruk. Baik buruknya
teknologi sangat ditentukan oleh yang empunya. Teknologi tidak statis, tetapi
sangat dinamis dan selalu berkembang sebagaimana ilmu pengetahuan. Maka konsen
kita adalah bagaimana menyeimbangkan perkembangan teknologi tersebut dengan
konservasi sumber daya alamnya.
Referensi:
https://www.hijauku.com/2011/08/22/mencari-definisi-energi-bersih/
, diakses pada 28 September 2019
http://himateta.lk.ipb.ac.id/2011/03/ternyata-solar-cell-tak-ramah-lingkungan/,
diakses pada 28 September 2019
https://www.grid.id/read/04932951/miliki-ladang-tenaga-surya-terbesar-efek-ngeri-ini-mengancam-china?page=2
, diakses pada 28 September 2019