Adagium bahwa gajah mati tinggalkan gading, harimau mati tinggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama, harus menjadi pelecut bagi para pemuda untuk terus bergerak bermanfaat, menjadi garda terdepan untuk membela kepentingan rakyat disaat wakil rakyatnya tutup mata dan telinga. Masih banyak lembaran kosong dalam buku harian anak muda yang perlu diisi dengan pengalaman, peran kontributif, karya, dan prestasi.
Pemuda dengan segala potensinya ibarat gelombang di tengah lautan yang sunyi, mereka hadir sebagai pembeda. Mereka juga bak air mengalir yang selalu mencari celah untuk dilewati, setiap jejak yang ditinggalinya memberi manfaat bagi alam dan makhluk di sekitarnya. Pemuda bukanlah air yang tergenang, diam, dan menjadi sumber penyakit.
Pemuda datang dari lorong waktu yang berbeda dengan karakteristik yang juga berbeda, mereka memberi warna di zamannya dengan pikiran dan aksinya. Pemuda pada umumnya adalah kelompok yang pikirannya masih genuine pro terhadap rakyat dan relatif belum terkontaminasi oleh kepentingan tertentu.
Dalam rentetan peristiwa sejarah yang telah dilalui Indonesia bahkan dunia, anak muda kerap kali menjadi motor dalam setiap peristiwa bersejarah. Kita hafal betul bahwa di tahun 1908 semangat kebangkitan nasional sekaligus simbol pergerakan para pemuda ditandai dengan berdirinya Budi Oetomo. Tahun 1928 lahir sebuah sumpah sakral yang kita peringati setiap tanggal 28 Oktober dikenal dengan Sumpah Pemuda, dipelopori oleh Mohammad Yamin (25 tahun), Sugondo Djojopuspito (23 tahun), dan kawan-kawan lainnya. Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 juga salah satunya akibat desakan kelompok muda, oleh Wikana yang saat itu berusia 31 tahun bersama dengan kawan-kawan lainnya. Reformasi tahun 1998 juga tidak terlepas dari gerakan mahasiswa saat itu.
Di Tunisia, aksi pembakaran diri yang dilakukan oleh seorang pemuda berusia 26 tahun bernama Mohammed Bouazizi pada tahun 2011 berujung pada revolusi Tunisia menuntut diakhirinya rezim Zine el-Abidine Ben Ali yang telah berkuasa selama lebih dari 23 tahun. Aksi pembakaran diri ini juga turut menginspirasi gerakan serupa di negara-negara lain di regional Timur Tengah, fenomena ini kemudian dikenal sebagai Arab Spring.
Di Prancis, gerakan kawula muda tahun 1968 bersama dengan kaum buruh mampu membentuk sebuah gerakan revolusioner. Di Spanyol, gerakan 15-M pada tahun 2014 membentuk gerakan yang diawali dengan propaganda secara online melalui media sosial dan mampu menggalakan unjuk rasa seperti Democracia Real YA (Demokrasi Nyata Sekarang) dan Juventud Sin Futuro (Pemuda Tanpa Masa Depan), dari gerakan ini lahir organisasi politik bernama Podemos untuk melawan kesenjangan pendapatan dan korupsi, dipimpin oleh tokoh politik muda bernama Pablo Iglesias (36 tahun).
Peristiwa sejarah yang lahir oleh gerakan pemuda tadi hanyalah sedikit peristiwa dari sekian banyak peristiwa yang ada, poinnya bahwa anak muda tidak bisa dianggap remeh dan dipandang enteng. Setiap negara mesti memberikan ruang yang pas bagi anak muda untuk bisa menyalurkan energinya dan membantu meningkatkan produktivitas negara atau justru sebaliknya jika tidak diberikan ruang malah akan menjadi barisan pertama yang bisa menuntut pemerintah.