Jangan pernah terkecoh oleh
omongan, shalat, puasa, sedekah dan menyendiri yang dilakukan seseorang.
Karena, seorang mukmin sejati adalah seseorang yang menghimpun dua hal: Pertama, mematuhi aturan Allah; kedua, ikhlas dalam beramal.
Kita sangat sering melihat seorang
abid melanggar hukum Allah dengan menggunjing dan mengerjakan sesuatu yang
terlarang karena menuruti keinginan hawa nafsunya. Dan kita sendiri tak jarang
menuduh seseorang yang memegang teguh agamanya telah mengerjakan suatu amal
bukan karena Allah Ta’ala.
Seorang mukmin sejati adalah
seseorang yang melaksanakan perintah-perintah Allah, menolak menuruti keinginan
hawa nafsu, mengikhlaskan niat ketika beramal dan berbicara serta tak
menginginkan pujian makhluk.
Kadang seseorang memperlihatkan
diri sebagai seseorang yang khusyuk agar disebut sebagai seorang abid, ada
kalanya seseorang menampakkan diri sebagai seseorang yang diam supaya dijuluki
sebagai seorang yang takut, dan tak jarang seseorang memperlihatkan diri sebagai
seseorang yang menolak dunia agar disebut sebagai seorang zahid.
Tanda seorang yang ikhlas adalah samanya
penampilan saat sendiri dan kala bersama orang lain.
Terkadang ia malah sengaja
tersenyum dan tertawa di hadapan orang banyak agar tak dijuluki sebagai seorang
zahid. Ibnu Sirin biasa tertawa di siang hari, namun bila malam menghampiri, ia
seperti membunuh seluruh penduduk desanya karena tangisannya.
Allah ‘Azza wa Jalla tak menginginkan sekutu, karena itu seorang yang
ikhlas hanya meniatkan-Nya, sedang seorang yang riya’ adalah orang melakukan
penyekutuan demi memperoleh pujian manusia. Padahal, yang akan terjadi justru
sebaliknya, karena hati mereka di tangan Dzat yang disekutukannya. Allah akan
menjauhkan mereka darinya dan tak akan mendekatkan kepadanya. Karena itu, orang
yang mendapatkan taufik adalah orang yang menjalin hubungan batin dengan Allah
dan mengikhlaskan amalnya hanya untuk-Nya. Orang seperti ini adalah orang yang
dicintai orang banyak, sedang orang yang riya’ pasti dibenci oleh mereka sekalipun
ia terus-menerus menambah ibadahnya.
Orang yang mendapatkan taufik
seperti ini juga tak akan pernah berhenti mengejar kesempurnaan ilmu dan puncak
amal. Ia akan selalu memenuhi waktunya dengan berbagai macam kebaikan yang
pernah didengarnya, sementara hatinya terus-menerus beramal dengan
amalan-amalan hati, hingga akhirnya ia hanya sibuk dengan Allah ‘Azza wa Jalla!
0 comments:
Post a Comment