Ketika kita berbicara tentang Islam, maka
yang muncul dibenak kita ialah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam, ia
adalah agama yang berintikan keimanan dan perbuatan (amal). Keimanan itu
merupakan akidah dan pokok, yang di atasnya berdiri syari’at Islam, Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.
Perbuatan itu merupakan syari’at dan cabang-cabang yang dianggap sebagai buah
yang keluar dari keimanan serta akidah itu. Keimanan dan perbuatan, atau dengan
kata lain akidah dan syari’at, keduanya itu antara satu dengan yang lain saling
sambung-menyambung, hubung-menghubungi dan tidak dapat berpisah yang satu
dengan lainnya. Keduanya adalah sebagai buah dengan pohonnya. Sebagai musabbab dengan sebabnya atau sebagai natijah (hasil) dengan mukaddimahnya
(pendahuluannya).
Rasulullah
Shallallahu
alaihi wa sallam, pemimpin yang
menjadi teladan bagi umat Islam adalah sebaik-baik manusia dengan akhlaknya
yang sempurna. Beliau membimbing dengan cara memberitahukan kepada umatnya
supaya mengarahkan pandangan mereka ke langit dan bumi, mengenang dan
memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah, fitrahnya dibangunkan agar jiwanya
dapat menerima tanaman dengan perasaan yang teguh lagi cocok dalam beragama,
juga diajak pula untuk merasakan suatu alam lain yang ada dibalik alam semesta
yang dapat dilihat ini. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dapat mengubah umat yang asal mulanya sebagai penyembah berhala dan
patung, yang dahulunya melakukan syirik dan kufur menjadi umat yang berakidah
tauhid, hati mereka dipompa dengan keimanan dan keyakinan. Sementara itu beliau
juga dapat membentuk sahabat-sahabatnya menjadi pemimpin-pemimpin yang harus
diikuti dalam hal perbaikan budi dan akhlak, bahkan menjadi
pembimbing-pembimbing kebaikan dan keutamaan. Bahkan lebih dari itu, beliau
telah membentuk generasi dari umatnya sebagai suatu bangsa yang menjadi mulia
dengan sebab adanya keimanan dalam dada mereka, berpegang teguh pada hak dan kebenaran.
Maka pada saat itu umat yang langsung berada di bawah pimpinannya adalah
bagaikan matahari dunia, disamping sebagai pengajak kesejahteraan dan
keselamatan pada seluruh umat manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan membuat kesaksiannya sendiri pada
generasi itu bahwa mereka benar-benar memperoleh ketinggian dan keistimewaan
yang khusus, sebagaimana firman-Nya:
“… Kamu semua adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kebaikan mencegah kemungkaran
dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran:110)
Agama Islam
mengajak seluruh umat manusia supaya berpikir dan menggunakan akalnya dan
bahkan demikian hebatnya anjurannya ke arah itu. Tetapi yang dikehendaki itu
bukanlah pemikiran yang tidak terkendalikan lagi kebebasannya. Semua itu
dimaksudkan oleh Islam agar dilakukan dalam batas tertentu yang memang
merupakan lapangan bagi manusia dan dapat dicapai oleh akal manusia. Maka yang
dianjurkan oleh Islam untuk dipikirkan ialah dalam hal ciptaan-Nya, yakni
apa-apa yang ada di langit dan di bumi, dalam dirinya sendiri, dalam masyarakat
dan lain-lain. Tidak ada sebuah pemikiran yang dilarang, melainkan memikirkan
dzat-Nya, sebab persoalan ini di luar kapasitas kekuatan akal pikiran manusia.
Di
dalam diri ini sebenarnya terdapat perasaan-perasaan yang tertanam, perasaan
akan adanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Perasaan ini adalah sebagai pembawaan
sejak manusia itu dilahirkan dan oleh sebab itu dapat disebut sebagai perasaan
fithrah. Fithrah adalah keaslian yang di atasnya itulah Allah Ta’ala menciptakan
makhluk manusia itu. Ini dapat pula diibaratkan dengan kata lain sebagai gharizah diniah atau pembawaan
keagamaan. Gharizah diniah adalah
satu-satunya hal yang merupakan batas pemisah antara makhluk Tuhan yang disebut
manusia dan yang disebut binatang, sebab binatang pasti tidak memilikinya.
Gharizah keagamaan ini adakalanya tertutup atau hilang, sebagian atau
seluruhnya, dengan adanya sebab yang mendatang, sehingga manusia yang sedang
dihinggapi penyakit ini lalu tidak mengerti sama sekali tentang kewajiban
dirinya terhadap Tuhan. Ia tidak terjaga dari kenyenyakan tidurnya dan tidak
dapat dibangunkan dari kelalaiannya itu. Kecuali apabila ada penggerak yang
menyebabkan ia jaga dan bangun. Setelah kebangungannya ini barulah ia akan
meneliti penyakit apa yang sedang dideritanya itu atau bahaya apa yang sedang
meliputi tubuhnya dan mengancam keselamatannya. Allah Ta’ala berfirman: “..Dan
jikalau manusia itu ditimpa bahaya, maka iapun berdoalah kepada Kami (Allah)
diwaktu berbaring, diwaktu duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan
bahaya itu dari padanya, iapun berjalanlah seolah-olah tidak pernah berdoa
kepada Kami atas bahaya yang telah menghinggapinya itu.” (QS. Yunus:12).
Melangkah
lebih jauh, sebenarnya mengapa Islam sebaik-baik Agama, berdasarkan tulisan
oleh Justin Marseir, seorang ahli sejarah Latin pada abad II, menulis:
“Pada
zamannya Al-Masih sendiri, dalam gereja itu semua orang mempercayai dan
meyakinkan bahwa Isa adalah Al-Masih dan mereka menganggapnya sebagai manusia
biasa, sekalipun tentunya lebih tinggi kedudukannya dari golongan manusia lain.
Selanjutnya terjadi suatu keadaan yaitu setiap bertambah pemeluk agama Nasrani
itu yang berasal dari kaum penyembah berhala, maka timbullah berbagai
kepercayaan yang baru pula yang sebelumnya itu tidak ada”. Sekianlah kutipan
dari kitab Dairah Ma’arif (Perancis) itu yang termuat dalam kitab Kanzul ‘Ulum
wal Lughah. Dari uraian tersebut, dapatlah kita ketahui bahwa kekeliruan
kepercayaan tritunggal itu sudah jelas sekali sebagaimana terang benderangnya
matahari di siang hari. Namun demikian kita tetap tidak mengerti dan sangat heran
sekali, mengapa pemeluk-pemeluk agama Nasrani masih gigih benar mempertahankan
paham tersebut. Mereka sangat fanatik dengan cara yang membuta, tanpa landasan
sejarah ataupun hujah yang layak diterima oleh akal pikiran. Tepatlah apa yang
difirmankan oleh Allah Ta’ala: “..Maka sesungguhnya tidaklah buta
penglihatan-penglihatan itu, tetapi yang buta adalah hati yang ada di dalam
dada”. (QS. Al-Hajj:46).
Sumber :
Sabiq, Sayid. 1974. Aqidah Islam Pola Hidup Manusia Beriman. CV Diponegoro.
Bandung.
0 comments:
Post a Comment