Di usia yang ke
24 tahun ini, melihat dunia sekarang dengan problematikanya: pergaulan dan gaya
hidup anak, remaja, hingga orang dewasa yang semakin bebas dan seakan tanpa
batasan, sekat interaksi menjadi kabur, yang salah dibenarkan dan yang benar
disalahkan, tingkat kriminal semakin tinggi, isu LGBT yang mengglobal, syariat
dan budaya ketimuran semakin dijauhkan. Apa yang nampak saat ini janganlah dijadikan
sebagai alasan untuk kita berputus asa, namun perlu disikapi dengan pikiran yang
lurus dan hati yang bersih. Anggap itu sebagai dinamika dan tantangan
tersendiri dalam mengelola diri, keluarga, dan masyarakat. Sebab para Nabi dan
Rasul pun ketika menyampaikan risalah-Nya kepada umatnya saat itu menghadapi
banyak tantangan dan penolakan yang mana jauh lebih buruk dan kompleks
dibanding sekarang.
Para pemuda yang
hidup di zaman ini, untuk memahami realitas dunia tidak sesederhana memberikan
kesimpulan diagnosa “karena kurang iman”, tidak salah, namun perlu mekanisme
yang lebih detail dalam memahami persoalan tersebut, sebab kemajuan umat tidak
dibangun atas dasar tesis yang sederhana. Sejak dulu, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberikan keteladanan bagaimana Ia menyikapi
berbagai persoalan, ambil contoh misalnya ketika persiapan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam saat hendak hijrah ke Madinah, apa yang dilakukan oleh
beliau? Yang dilakukan adalah melakukan kalkulasi sosial, melakukan riset
secara detail, menganalisa geopolitik kota Madinah pada waktu itu. Ia dan para
sahabat mencari tahu tentang jumlah masyarakat yang mampu baca-tulis, komposisi
suku antara Aus, Khazraj, dan Yahudi, dominasi ekonomi, tingkat kemandirian
pangan pusat pertemuan sosial, tokoh-tokoh yang pro dan kontra terhadap Islam,
hingga cuaca dan kuantitas airnya. Mengapa beliau melakukan ini? Sebab semua
solusi keumatan akan bergantung dari data tersebut, inilah yang dinamakan
dengan Fiqhul Waqi (fikih realitas).
Apakah kita
menjadi menyerah begitu saja atas realitas hidup ini? Tentu saja tidak. Kekhawatiran
tentu ada, terlebih jika suatu saat nanti kita diberikan tanggungjawab untuk mengelola
keluarga dan anak-anak, apa yang harus kita lakukan? Proses pembentukan ini
dimulai dari rumah (keluarga) dengan dilandasi niat yang baik, lebih dari itu
kalau kata Ustadz Fauzil Adhim juga perlu disertai dengan keikhlasan dan iltizam
(komitmen) bersama, dimana semua proses ini tentu harus dibekali dengan
ilmu. Ilmu ini tidak sendirian, sebab keteladanan juga punya peranan penting.
Mari menyelami ilmu
sebelum menjalankan amal-amal berikutnya.
0 comments:
Post a Comment