Kita berhimpun dalam suatu jama’ah membentu simpul-simpul untuk merapihkan amal-amal kita, melipatgandakan amal kita, dan agar kita
berada pada bi’ah yang mampu mengantarkan kita kepada kebaikan-kebaikan. Saat
ini mungkin banyak orang shalih diantara kita, tapi semuanya seperti daun yang
berhamburan, tidak terhimpun dalam satu wadah yang bernama jama’ah. Mungkin
banyak orang yang hebat, tapi kehebatannya hilang diterpa angin zaman. Mungkin
banyak potensi yang tersimpan pada individu-individu, tapi semuanya tersimpan
rapi dalam lemari hingga berdebu karena tidak dimanfaatkan. Maka bergabungnya
kita ke dalam jama’ah adalah untuk menghimpun daun-daun yang berhamburan tadi
itu, menghimpun kehebatan-kehebatan dan potensi dari setiap individu sholih untuk
bertemu padu dan berkolaborasi dalam suatu amal jama’i.
Jalan panjang menuju kebangkitan umat ini
dimulai dari menghimpun daun-daun yang berhamburan itu, maka pasca kampus ini,
apa yang sudah dihimpun dalam waktu kurang lebih 4 hingga 5 tahun atau bahkan
lebih jangan kita hamburkan lagi oleh kesibukan-kesibukan setiap individu di
tempat kerjanya, oleh studi lanjut S2 nya, oleh karena mengurus keluarga (anak,
suami, istri bagi yang sudah berkeluarga), karena pada hakikatnya kita adalah nahnu
du’at qobla kulli sya’in. kita berjalan di muka bumi ini, untuk menebarkan
kebermanfaatan, kita bersama menuju keshalihan pribadi dan sosial.
Kata sholih ini juga bergulir di dalam Al-Qur’an,
kesholihan ini di dalam bahasa arab istilahnya ash-sholah, orang yang
punya kesholihan namanya ash-sholih, orang yang mengimplementasikan
kesholihan dalam bentuk tindakan adalah al-muslih. Ust. Hasanna Lawang
dalam salah satu kajiannya mengatakan bahwa Ash-sholah adalah percakapan
atau kepantasan sesuatu sehingga ia dapat mewujudkan tujuan yang diinginkan
dari keberadaannya. Sebagai ilustrasi kalau kita ingin memotong sesuatu maka
kita perlu pisau, pisau ini bisa dikatakan sebagai ash-sholah ketika ia
sanggup menjalankan fungsinya untuk memotong apa yang diinginkan, sehingga
kalau pisau itu tumpul maka tentu tidak bisa digunakan (Tidak memiliki kesholihan).
Pengertian ini juga berlaku untuk manusia, manusia yang memiliki kesholihan
atau manusia sholih adalah manusia yang mampu untuk mewujudkan al maqashid (tujuan)
diciptakannya dia oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, ditandai dengan
kecakapan dan keistiqomahan dalam menjalankan maksud-maksud dari tujuan
diciptakannya, apa maksud tujuan diciptakannya manusia?
(1) Ibadah (God-consicious), Wa ma
khalaqtul-jinna wal-insa illa liya'budun, tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
kecuali untuk beribadah.
(2) istikhlaf (Excellence drive), sebagai khalifah di muka bumi), wa idz qola
robbuka lil-mala ikati inni ja’ilun fil-ardhi kholifah, ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.” Artinya Allah Subhanahu wa ta’ala menghadirkan
manusia ke muka bumi ini agar manusia itu bisa menjadi pemimpin, khalifah dalam
Al-Qur’an artinya leadership/influencer/changing maker/guru/pembina.
(3) Imarotul ardhi/ar-rahmah (Contribution-oriented,
berperan memakmurkan kehidupan di muka Bumi), wama arsalnaka illa rahmatan lil
alamin, dan
tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi
semesta alam, rahmat bisa diartikan sebagai cinta, kasih sayang,
kontribusi, kebaikan, dan manfaat. Untuk siapa kontribusi dan manfaat kita
berikan? Lil alamin, kepada seluruh alam.
Akan tetapi di ayat lain kita juga mendapati
bahwa manusia ini oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, wa qath-tha’nahum
fil ardhi umaman, dan Kami membagi mereka di Bumi ini menjadi beberapa
umat, minhumush sholihun wa minhum duna dzalik, diantara mereka
ada orang-orang yang sholeh dan ada juga yang tidak demikian. Sudah menjadi sunnatullah
bahwa yang haq dan bathil itu akan selalu ada di Bumi ini hingga akhir
zaman, tapi masing-masing dari kita diberi pilihan mau berada di pihak yang
mana. Semoga kita menjadi orang-orang yang istiqomah dalam jama’ah ini, tetap
tertarbiyah kapanpun dan dimanapun kita berada, bahkan serumit atau sebesar
apapun masalah yang kita temui dalam jama’ah maka bersabar dan perbaikilah
bersama-sama. Bagaimanapun juga kalau kata Imam Ali bin Abi Thalib RA,
kekeruhan dalam jama’ah masih jauh lebih baik daripada kejernihan individu.
Wallahua’lam bisshowab.
0 comments:
Post a Comment