Friday, October 21, 2016

Menyatukan Frame Dakwah


Dakwah ini, amalan-amalan baik yang kita jalankan di tengah kewajiban sebagai mahasiswa, seyogyanya bukanlah menjadi beban besar yang dapat melalaikan kita dari tugas kampus. Akan tetapi ini adalah nikmat spesial yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala agar kemudian kita mampu beramal ma’ruf nahi munkar di dalam barisan dakwah. Tentu kejayaan Islam tidak akan bisa tegak jika dakwah yang kita jalankan hanya di masjid saja. Akan tetapi ibarat air yang mengalir, ia membutuhkan bulir air dengan dorongan yang kuat dari hulu ke hilir agar kemudian bisa mengalirkannya ke pemukiman dan bermanfaat bagi makhluk hidup. Sifat bulir air sepanjang ia mengalir jika diperhatikan, ia akan masuk ke segala celah-celah sekecil apapun itu, menjangkau yang bahkan sulit untuk dijangkau. Dakwah pun demikian, sebab Islam ini merupakan agama yang syamil dan kaffah. Dakwah sejatinya menjangkau urusan sosial, ekonomi, hingga politik.
Kalau kita flashback sedikit, saat dimana era reformasi terjadi, para mahasiswa yang sebelumnya aktif dalam ranah dakwah masjid, kemudian menyatukan suara membentuk suatu gerakan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat, pemikiran-pemikiran yang timbul akibat permasalahan umat yang sebagai da’i kita tidak boleh berdiam diri. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa’sallam:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah ia dengan tangan, jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisan, jika tidak mampu, maka dengan hati (dengan menunjukkan ketidak ridhaan terhadap kemungkaran tersebut), dan itulah selemah-lemah iman.” [1]
 Ranah politik ini sangat besar pengaruhnya kepada masyarakat, karena segala kebijakan yang dibuat oleh negara bersumber dari sini. Dalam skala yang lebih sempit lagi, yakni lingkungan mahasiswa, aktivitas dakwah siyasi yang kita jalankan adalah semata-mata agar kegiatan-kegiatan kemahasiswaan dapat terlaksana dengan tidak bertentangan dengan syariat Islam, juga dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh organisasi intra-kampus yang mesti memperhatikan aspek tadi. Kalau di negara ada lembaga eksekutif berupa presiden, wakil presiden beserta jajaran lainnya dan lembaga legislatif berupa DPR, MPR & DPD sebagai unsur pembuat kebijakan negara, maka di kampus ada Badan Eksekutif Mahasiswa, Senat, Keluarga Mahasiswa, dan organisasi lainnya yang juga kurang lebih fungsinya sama dengan lembaga negara.
Kehidupan kampus ibarat miniatur negara sesungguhnya, wadah dimana kita berproses sebelum kemudian terjun ke lingkungan masyarakat yang lebih majemuk. Sehingga kemudian tidak salah jika saya mengkorelasikan kampus dengan skala yang lebih luas, yakni negara yang sedikit saya singgung tadi.
Imam Hasan Al-banna pernah mengatakan bahwa Islam adalah dinun wa daulah (agama dan negara) sekaligus. Jadi kita menganut konsep integrasi dari awal. Tetapi konsep integrasi ini bukan hanya ada pada integrasi antara negara dan agama saja, namun juga antara dakwah dan politik. Itu sebabnya 10 tahun setelah Imam Hasan Al-Banna mendirikan jamaah dakwahnya, beliau langsung mendeklarasikan untuk memasuki era jahriiyah (era keterbukaan) dan ikut terlibat dalam aktivitas politik. [2]
Lembaga yang memiliki fungsi dalam mengatur kebijakan mahasiswa yang didominasi oleh umat Islam, agar sistem yang dijalankan di lembaga tersebut dapat berjalan dengan ‘baik’, maka tentu orang-orang yang berada pada sistem tersebut atau orang yang menjalankan sistem tersebut haruslah sama ‘baik’ nya dengan sistem tadi. Sehingga, agar dakwah ini bisa dijalankan secara efektif maka kita haruslah terjun langsung ke sistemnya, yakni lembaga yang mengatur kebijakan itu. Menjadi tugas kita saat ini, agar ranah politik ini tidak dianggap sebagai hal yang ‘kotor’ oleh masyarakat, sebab yang menjadi masalah utama sebenarnya adalah orang-orang yang ada di ranah politik itu tadi, bukan politiknya.
Yang harus kita lakukan untuk itu ialah bagaimana kita memperbaiki cara kita dalam memahami sumber-sumber ajaran kita: Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta warisan intelektual dari peradaban kita. Dengan begitu kita dapat menemukan sistem dan metodologi pemikiran kita sendiri, untuk kemudian dapat memberikan kritik kepada realitas zaman kita dengan segala muatan peradabannya, dan setelah itu kemudian memberikan sebuah solusi cara merealisasikan kehendak Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam kehidupan ini. Dimana ada hutan belantara yang menjelma menjadi taman kehidupan yang indah. [3]
Kalau Islam bukan politik, ekonomi, sosial budaya maka yang dimaksud dengan Islam itu sendiri apa?

Referensi
1.      Diriwayatkan oleh Muslim, Shahih Muslim, Juz 1 (Beirut: Dar Ihya at-Turats, t.t), hlm. 69, hadits no. 78. Diriwayatkan juga oleh Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud ath-Thayalisi, Ibn Hibban, al-Baihaqi, dan yang lainnya
2.      Anis Matta. Integrasi Politik dan Dakwah. Jakarta: ARAH Press.
3.      Anis Matta. 2006. Dari Gerakan ke Negara. Jakarta: Fitrah Rabbani.
Sumber Gambar


.

0 comments: