Tuesday, November 6, 2018

Politik Kotor



Banyak orang  menilai politik di Indonesia ini amburadul, hampir setiap bulan ada saja kasus korupsi yang dilakukan oleh wakil rakyat. Dari hilir ke hulu, mulai dari tingkat kabupaten hingga pusat. Dalam beberapa survei DPR, DPD, MPR, dan partai politik selalu menjadi lembaga negara yang berada di urutan terbawah atas tingkat kepercayaan masyarakat terhadapnya. Survei Charta Politika (2018) menyatakan DPR dipercaya sebanyak 49,5 persen dan tidak dipercaya sebesar 42,5 persen oleh responden, DPD dipercaya 42,0 persen dan tidak dipercaya 39,3 persen, partai politik dipercaya 39,0 persen dan tidak dipercaya 47,17 persen. Survei lain yang dilakukan oleh Alvara Research Center (2018) menyatakan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja DPR mencapai 51,8 persen, kinerja MPR mencapai 57,0 persen, dan Partai politik mencapai 64,3 persen.

Kondisi perpolitikan di Indonesia saat ini mungkin ibarat sungai yang tercemari, kotor dan tak terawat. Orang selalu nyinyir tentangnya, orang jijik untuk datang kesana, bahkan sebisa mungkin jaga jarak dengannya. Namun sungai tetaplah sungai, menjadi sumber kehidupan dan kesejahteraan jika diperlakukan dengan bijak. Saat ini sungainya mungkin kotor, namun bukan berarti sungai itu tidak akan bersih, justru kehadiran orang-orang yang punya itikad baik dan berani mengambil tindakanlah yang dinantikan.

Saya mengutip pernyataan Prof. Syarif Hidayat (2018) peneliti bidang politik LIPI yang menggarisbawahi tentang kinerja partai politik yang masih buruk. Menurutnya, kinerja partai politik yang demikian terjadi karena partai politik gagal menjalankan fungsi partai politik yang seharusnya melekat kepadanya, baik itu fungsi rekrutmen politik yang di dalamnya terdapat mekanisme kaderisasi partai, komunikasi politik, sosialisasi dan pendidikan politik, serta pengatur konflik. Temuan kinerja parpol yang demikian sekaligus mengonfirmasi bahwa demokrasi di Indonesia masih sebatas pada demokrasi simbolik atau demokrasi prosedural yang menghadirkan lembaga demokrasi secara fisik, namun masih lemah secara fungsi. Problematika partai politik yang demikian ditengarai disebabkan oleh belum adanya demokrasi internal partai yang ditandai dengan sentralisasi partai dan oligarki dalam partai.

Salah satu cara instan yang digunakan partai politik dalam mendongkrak suaranya dan juga sebagai upaya agar lolos parliamentary threshold 4 persen adalah dengan merekrut public figure atau artis untuk menjadi calon anggota legislatif, pemilu 2019 tahun depan akan ada 82 orang artis yang maju. Dari 14 partai politik peserta pemilu 2019, 11 diantaranya mengajukan artis sebagai calon anggota legislatifnya. Partai Nasdem setidaknya mencalonkan 28 orang artis, PDIP 17 orang, PAN 6 orang, PKB 7 orang, Partai Berkarya 5 orang, Golkar 4 orang, Demokrat 4 orang, Perindo 4 orang, Gerindra 5 orang, PPP 1 orang, serta PSI 1 orang. Saya tidak menganggap remeh kemampuan artis dalam ranah legislatif, karena bisa jadi beberapa orang diantaranya juga memiliki kapasitas untuk menjadi wakil rakyat di parlemen. Akan tetapi yang justru ingin saya tekankan adalah jangan sampai popularitas calon menjadi faktor tunggal masyarakat dalam menentukan pilihannya tanpa menilai poin intelektual serta integritas calon, berharap masyarakat saat ini mampu lebih cerdas dalam menentukan pilihannya.

Selain karena tuntutan memenuhi parliamentary threshold 4 persen agar bisa lolos ke parlemen, faktor lain yang tidak kalah heboh adalah adanya perubahan cara perhitungan peroleh kursi dewan. Perhitungan sebelumnya yang menggunakan Kuota Hare diubah menjadi Metode Sainte Lague Murni.

Ilustrasi:
Misal dalam Pemilu Legislatif 2019 di Dapil X perolehan suara:
1. Partai A: 220.000
2. Partai B: 100.000
3. Partai C: 30.000
4. Partai D: 25.000
5. Partai E: 3.000

Hitungan dengan Metode Kuota Hare (Pemilu 2014)
Misal jatah 4 kursi dengan harga 1 kursi 200.000 suara. Jadi Perolehan Kursi:
1 KURSI PERTAMA : UNTUK Partai 1
1. Partai A: 1 kursi sisa 20.000
2. Partai B: 0 kursi sisa 100.000
3. Partai C: 0 kursi sisa 30.000
4. Partai D: 0 kursi sisa 25.000
5. Partai E: 0 kursi sisa 3.000
Karena masih ada sisa 3 kursi, sisa kursi diberikan kepada perolehan terbanyak yaitu partai B, partai C, Partai D. Sehingga hasil akhirnya: Partai A, B, C dan D masing-masing satu kursi.

Hitungan dengan Metode Sainte Lague Murni:
1. Partai A meraih 220.000 suara.
2. Partai B meraih 100.000 suara.
3. Partai C meraih 30.000 suara.
4. Partai D meraih 25.000 suara.
5. Partai E 3.000 suara.

*Kursi Pertama*
Maka kursi pertama didapat dengan pembagian 1.
1. Partai A 220.000/1 = 220.000
2. Partai B 100.000/1 = 100.000
3. Partai C 30.000/1 = 30.000
4. Partai D 25.000/1 = 25.000
5. Partai E 3.000/1 = 3.000
Jadi kursi pertama adalah milik partai A dengan 220.000 suara.

*Kursi Kedua*
Untuk kursi ke-2, dikarenakan A tadi sudah menang di pembagian 1. Maka berikutnya, A akan dibagi 3, sedangkan yang lain masih dibagi 1. Perhitungan kursi ke-2 adalah:
1. Partai A 220.000/3 = 73.333
2. Partai B 100.000/1 = 100.000
3. Partai C 30.000/1 = 30.000
4. Partai D 25.000/1 = 25.000
5. Partai E 3.000/1 = 3.000
Maka kursi ke-2 adalah milik partai B dengan 100.000 suara.

*Kursi Ketiga*
Sekarang kursi ke-3, Partai A dan B telah mendapatkan kursi dengan pembagian 1, maka mereka tetap dengan pembagian 3, sedangkan suara partai lain masih dengan pembagian 1. Maka perhitungan kursi ke 3 adalah:
1. Partai A 220.000/3 = 73.333
2. Partai B 100.000/3 = 33.333
3. Partai C 30.000/1 = 30.000
4. Partai D 25.000/1 = 25.000
5. Partai E 3.000/1 = 3.000
Maka di sini kursi ke-3 milik partai A lagi dengan 73.333 suara.

*Kursi Keempat*
Perhitungan suara untuk kursi ke 4, A dan B telah mendapat kursi dengan pembagian 3, maka mereka akan masuk ke pembagian 5.
1. Partai A 220.000/5 = 44.000
2. Partai B 100.000/3 = 33.333
3. Partai C 30.000/1 = 30.000
4. Partai D 25.000/1 = 25.000
5. Partai E 3.000/1 = 3.000 Kursi ke-4, jatuh di Partai A lagi.

Hasil Akhir
1. Partai A = 3 kursi
2. Partai B = 1 kursi
3. Partai C = 0 kursi
4. Partai D = 0 kursi
5. Partai E = 0 kursi

Ya, kebijakan baru sekarang menjadi alasan kenapa partai politik begitu banyak mengusung public figure sebagai calon anggota legislatifnya. Ada 11 dari 14 partai yang mengusung public figure, artinya ada 3 partai yang tidak mengusung. Semoga saja pemilu 2019 menjadi momentum perubahan dan perbaikan bagi Indonesia, baik pejabat maupun masyarakatnya. Masyarakat jangan mudah terpengaruh oleh popularitas calon, tapi lihat track record dan gagasan yang dibawa. Karena membersihkan sungai hanya bisa dilakukan jika kita semua tergerak untuk membersihkannya, tidak sekedar menggantungkan orang lain untuk mengerjakan tapi kita sendiri tidak berusaha untuk melakukan tindakan, kalau belum bisa membersihkan minimal kita tidak menjadi bagian dalam mengotorinya.

Referensi: