Sunday, December 29, 2019

Mengapa Kaum Muslimin Bermental Inferior?



Ada satu karya yang sangat fenomenal yang muncul pertama kali pada sekitar tahun 1930-an, karya yang hadir oleh pertanyaan Syaikh Muhammad Basyumi Imron yang pada waktu itu sebagai imam di kerajaan Borneo kepada Syakib Arselan, beliau bertanya mengapa kaum Muslimin mundur dan tidak mengalami kemajuan sedangkan orang-orang Barat mengalami kemajuan yang luar biasa?

Syakib Arselan, salah seorang ulama dari Syria menjawab pertanyaan Syaikh Basyumi Imron tersebut dengan menuliskannya menjadi sebuah buku yang berjudul Mengapa Kaum Muslimin Mundur dan Orang Barat Maju (Limadza Ta-akharal Muslimun wa Limadza Taqaddama Ghairuhum), dalam bukunya tersebut beliau menjelaskan bahwa diantara sebab-sebab kemunduran kaum muslimin adalah yang pertama karena malas berusaha dan berkarya, beliau menggambarkan seseorang tidak akan mungkin bisa maju jika ia mengambil buah dengan tidak menanam, mengetam dengan tidak bersawah, memetik hasil dengan tidak berusaha. Tidak berhak seseorang mendapatkan kemenangan jika tidak berjuang, jika mendapatkan sesuatu dengan tidak ada sebab-sebab yang dapat mendatangkannya, bahkan ini merupakan sesuatu yang menyalahi sunnatullah.

Faktor kedua adalah karena kekurangan pengetahuan, dimana kekurangan pengetahuan justru lebih memprihatinkan daripada kebodohan. Sebab orang yang bodoh apabila oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepadanya seorang guru maka ia bisa tunduk dan menurut kepada guru dan tidak akan menyangkalnya. Akan tetapi jika orang itu kekurangan pengetahuan atau dalam hal ini orang yang berpura-pura mengerti dan pandai tapi sebenarnya tidak, maka ia tidak akan mengerti sama sekali.

Faktor ketiga adalah karena kerusakan akhlak, jika akhlak kaum muslimin baik akan memberikan dampak positif kepada umat ini. Akan tetapi jika akhlak kaum muslimin buruk, maka tentu akan memunculkan permasalahan di tubuh umat. Terutama, jika di tengah-tengah umat diangkat pemimpin yang mementingkan dirinya sendiri, bergaya hidup mewah dan hedon, membasmi orang-orang yang melawan kebijakan-kebijakannya, dan tidak mau diberi nasihat. Maka, ini tentu akan menghancurkan fondasi keadilan dan kesejahteraan umat.

Faktor keempat, sekaligus faktor terakhir yang menjadi sebab kemunduran kaum Muslimin adalah karena ia penakut dan pengecut. Ini menjadi salah satu alasan kuat kenapa kaum muslimin mundur, karena mental kaum Muslimin adalah mental inferior, rendah diri, merasa lemah dan tidak berdaya, menganggap bahwa orang-orang Barat sepenuhnya lebih maju. Seakan-akan dengan kondisi kita sekarang tidak akan mengalami kemajuan lagi, padahal di dalam Islam kita telah diajarkan agar walaa tahinu, jangan lemah, apalagi memperlihatkan kelemahan. Walaa tahzanu, jangan sedih, wa antumul-a’launa in kuntum mu’minin, karena kalian adalah umat yang mulia jika kalian beriman.

Islam harus menjadi kebanggaan kita, menjadi alasan kuat untuk kita terus melangkah maju ke depan, tanpa memedulikan dimana starting point kita. Karena, orang yang lahir dari keturunan yang berada maupun tidak berada sama-sama punya potensi untuk menjadi orang besar yang memberi dampak positif. Sebab-sebab kemunduran yang telah dijelaskan ini, menjadi introspeksi bagi kita bersama agar terus melakukan pembenahan, menyembuhkan penyakit yang ada di tubuh umat agar ia bisa bangkit kembali.


Friday, November 15, 2019

Harus (selalu) Bersyukur

Takjub rasanya ketika melihat mereka yang berkebutuhan khusus tapi mampu beraktivitas layaknya orang normal bahkan jauh melampauinya, hadir ke masjid untuk ikut shalat berjama'ah di saat (mungkin) orang normal yang lain masih banyak yang berkeliaran di pusat perbelanjaan, jalanan, dan kafe. 

Masjid Al-Fattah Wirobrajan menjadi ruang bagi kami bertemu, seorang anak berkebutuhan khusus yang (mungkin) pandangan beberapa orang dianggap sebagai orang yang tidak bisa apa-apa dan menyusahkan keluarga, tapi ia membuktikan jika ia bisa. 

Saya yakin di luar sana masih banyak orang-orang hebat yang berjuang untuk bangkit dari keterbatasannya. Bahwa keterbatasan fisik bukan berarti tak berdaya dan tidak mampu beraktivitas.

Darinya saya banyak belajar untuk terus bersyukur dan introspeksi diri, amalan apa yang sudah kita lakukan hingga detik ini?dengan fisik yang normal ini? 

Saya teringat kembali oleh video wawancara Syaikh Fahad Al-Kandari dengan Muadz Al-Hafidz yang saya nonton beberapa tahun yang lalu, seorang anak yang tidak bisa melihat sejak lahir tapi memiliki semangat yang luar biasa untuk mempelajari Al-Qur'an kepada seorang syaikh yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya.

Walaupun yang diajarkan dalam setiap pertemuannya hanya satu ayat, dalam satu pekan 3 kali pertemuan, tapi semangatnya untuk belajar dan memahami Al-Qur'an tidak pernah surut walau terpisah jarak yang jauh sekalipun. 

Kalau saudara kita yang terbatas dan berkebutuhan khusus bisa, kenapa kita yang normal tidak bisa? Semoga mulut, tangan, mata, telinga, dan kaki ini bisa kita pertanggungjawaban di hadapan Allah atas apa yang sudah kita lakukan terhadap pemberian-Nya.

Friday, October 11, 2019

Pertumbuhan Sektor Transportasi: Analisa Terhadap Dinamika yang Terjadi dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Konsumsi Energi Masyarakat


Oleh: Iyas Muzani, Prodi Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada
Tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan energi nasional akan terus meningkat hingga tahun 2050 seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, gaya hidup, harga energi, dan kebijakan pemerintah. Data dari BPPT (2018) menyatakan bahwa dengan laju pertumbuhan PDB rata-rata sebesar 6,04% per tahun dan pertumbuhan penduduk sebesar 0,71% per tahun selama tahun 2016-2050 mengakibatkan laju pertumbuhan energi final sebesar 5,3% per tahun, dengan kata lain kebutuhan energi meningkat dari 795 juta BOE pada tahun 2016 menjadi 4,569 miliar BOE pada tahun 2050. Sektor dengan kebutuhan energi terbesar di Indonesia pada tahun 2016 adalah industri (282,3 juta BOE), transportasi (338,4 juta BOE), rumah tangga (116,2 juta BOE), dan komersial (40,6 juta BOE). Sektor industri menjadi sektor yang paling produktif dengan terus didorong perkembangannya agar bisa meningkatkan perekonomian nasional, pangsa kebutuhan energi final sektor industri meningkat dari 35,5% pada tahun 2016 menjadi 46,8% pada tahun 2050. Meskipun demikian, kita tidak bisa menegasikan peran sektor transportasi, sebab sektor ini yang mendukung aktivitas semua sektor pengguna energi, tanpa adanya sektor ini akan berdampak pada terhambatnya aktivitas sektor lain. Kebutuhan energi di sektor transportasi diproyeksikan mengalami pertumbuhan sedikit lebih rendah dari sektor industri, yaitu 4,6% per tahun dan akan membutuhkan energi 4,6 kali lipat pada tahun 2050 dibanding dengan tahun 2016.

Sektor transportasi dengan konsumsi energi yang cukup besar tersebut sudah menjadi permasalahan sendiri, belum lagi ditambah dengan kontribusinya terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca dan kemacetan yang semakin parah. Sejak tahun 2013 hingga 2017 tingkat pertumbuhan dari kendaraan bisa diuraikan sebagai berikut: (a) mobil penumpang dengan tingkat pertumbuhan per tahun sebesar 7,77%, (b) bis sebesar 2,35%, (c) mobil barang sebesar 7,59%, dan (d) sepeda motor sebesar 7,47%. Peningkatan jumlah kendaraan terjadi pada semua jenis kendaraan setiap tahunnya dan sepeda motor merupakan jenis kendaraan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari proporsi sepeda motor sebagaimana yang kita lihat dalam keseharian kita, dimana persentasenya sebesar 81,58%, kemudian menyusul mobil penumpang dan mobil barang masing-masing 11,18% dan 5,43% (Badan Pusat Statistik, 2017). Pertumbuhan kendaraan di Indonesia yang terus meningkat ini tentu membuat jumlah kendaraan di jalanan menjadi semakin banyak dan padat sehingga akan berdampak pada hadirnya permasalahan baru di masa yang akan datang bahkan sebagian diantaranya telah kita rasakan saat ini.

Dari fakta pertumbuhan kendaraan yang semakin meningkat ini, peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam terkait relasi pertumbuhan transportasi dengan dinamika yang terjadi di masyarakat dan pengaruhnya terhadap perilaku konsumsi energi masyarakat.

Sejarah Kendaraan Bermotor di Indonesia

Zaman semakin berkembang dan hal ini berimplikasi terhadap perubahan gaya hidup manusia. Masyarakat yang awalnya hidup dengan cara tradisional, kini perlahan-lahan sudah bertransformasi dengan cara dan perangkat yang lebih modern, hal ini disebabkan karena adanya perkembangan teknologi. Khusus dalam sektor transportasi, perkembangannya juga terjadi begitu cepat. Di Indonesia, orang pertama yang memiliki kendaraan bermotor adalah orang Inggris, John C Potter, pada tahun 1893, yang bekerja sebagai Masinis Pertama di Pabrik Gula Oemboel, Probolinggo, Jawa Timur. Potter memesan langsung sepeda motornya ke pabriknya, Hildebrand und Wolfmuller, di Muenchen, Jerman. (halaman 58-59 Bab III Sejarah Mobil di Indonesia, 2014). Akan tetapi pada saat itu Potter merupakan satu-satunya orang yang menggunakan kendaraan bermotor di Indonesia, karena sebagian besar masyarakat masih menjadikan sepeda, delman, dan becak sebagai transportasi mereka bahkan hal ini terus berlangsung sampai masa orde baru. Baru pada tahun 1961, ada 100 unit mobil jip Toyota kanvas masuk ke Indonesia, dibeli oleh Departemen Transmigrasi, Koperasi, dan Pembangunan Masyarakat Desa. Dan selanjutnya tahun 1975, Toyota Kijang bak terbuka dipamerkan di paviliun Toyota di arena Jakarta Fair (halaman 98-118 Bab III Sejarah Mobil di Indonesia, 2014). Baru ketika memasuki awal abad ke 21 ini, terutama pasca krisis moneter 1998, kendaraan bermotor pribadi semakin banyak dimiliki oleh masyarakat karena dipengaruhi kondisi perekonomian masyarakat yang semakin membaik dan inovasi kendaraan yang semakin canggih dengan harga yang terjangkau.

Badan Pusat Statistik (2017) menyatakan bahwa jumlah kendaraan yang beredar di jalanan pada tahun 2017 ada sekitar 138 juta unit, dimana sepeda motor menjadi kendaraan terbanyak yang dimiliki oleh masyarakat dengan 113 juta unit dan mobil penumpang dengan 15,4 juta unit. Angka ini akan terus bertambah karena salah satunya juga didukung oleh kebijakan Kementerian Perindustrian yang terus mendorong industri manufaktur di Indonesia untuk terlibat aktif dalam melakukan peningkatan ekspor guna dapat menguatkan struktur perekonomian nasional. Terlebih jika kita melihat peta jalan Making Indonesia 4.0, dimana salah satu dari lima sektor manufaktur yang akan ditingkatkan daya saing regionalnya adalah industri otomotif dengan menggandeng perusahan otomotif ternama PT Honda Prospect Motor (HPM) untuk terus meningkatkan investasi dan fasilitas produksinya di Indonesia, saat ini Indonesia sendiri sudah menjadi negara terbesar keempat dengan kapasitas produksi kendaraan Honda setelah Amerika Serikat, China, dan Jepang. Perusahaan Industri yang beroperasi di Indonesia terus didorong oleh pemerintah untuk melakukan penambahan investasi baru maupun perluasan usaha, total produksi kendaraan bermotor hingga juni tahun 2019 mencapai lebih dari 600 ribu unit kendaraan dan oleh pemerintah berharap untuk bisa merealisasikan target produksi 1,3 juta pada tahun 2019 dan 1,5 juta pada tahun 2020 (KEMENPERIN, 2019).

Transportasi dan Mobilisasi Masyarakat Masa Kini

Semakin berkembangnya zaman juga mempengaruhi mobilitas dari masyarakat, dewasa ini tingkat mobilitas semakin meningkat seiring dengan aktivitas masyarakat yang semakin beragam. Mobilisasi masyarakat yang semakin meningkat ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya ekonomi, perubahan demografi, perjalanan pembangunan di tengah globalisasi, dan perubahan lingkungan (Noveria, 2018).

Untuk bisa memenuhi mobilisasi masyarakat yang semakin meningkat tersebut, maka kemudian diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas transportasi, terutama untuk wilayah perkotaan. Karena kecenderungan yang terjadi adalah bahwa semakin meningkatnya jumlah penduduk disebabkan oleh tingkat kelahiran dan urbanisasi, tingkat urbanisasi berimplikasi pada semakin padatnya penduduk yang secara langsung maupun tidak langsung mengurangi daya saing dari transportasi wilayah (Susantoro & Parikesit, 2004). Kerumitan persoalan ini menyatu dengan variabel pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, sehingga sistem transportasi yang merupakan elemen dasar infrastruktur sangat berpengaruh terhadap pengembangan perkotaan untuk bisa menyelesaikan permasalahan akan semakin padatnya penduduk.

Mobilisasi masyarakat yang semakin meningkat tentu perlu diimbangi dengan penyediaan fasilitas transportasi yang memadai, agar produktivitas masyarakat tidak menjadi terhambat. Akan tetapi, kerumitan dalam transportasi publik bukan hanya menjadi masalah pemerintah dan operator saja, melainkan juga masyarakat. Fenomena yang muncul belakangan ini bahwa transportasi yang saat ini tersedia belum bisa memberikan kenyamanan, keamanan, dan keterjangkauan dan masih mengesankan biaya sosial dan ekonomi tinggi. Hal ini tentu berimplikasi terhadap peminggiran masyarakat secara tidak langsung untuk melakukan mobilitasnya.

Kemacetan dan Konsumsi Energi Masyarakat

Kemacetan yang kerap terjadi di kota-kota besar secara langsung menyebabkan peningkatan pemakaian bahan bakar dan emisi gas buang kendaraan, dengan kata lain akan memberikan pengaruh terhadap konsumsi energi masyarakat. Di Indonesia, pada awal PELITA IV (1984) transportasi menghabiskan 39,7% dari konsumsi BBM nasional (Dikun, 1999). Pada tahun 1996 angkanya meningkat menjadi 53,5% dan pada tahun 1998 mencapai lebih dari 60%, dan pada tahun 2016 total konsumsi energinya sebesar 43,5% dari total konsumsi energi nasional. Jika kita bandingkan dengan negara lain, contohnya Jepang dengan konsumsi energi 0-25% dari total konsumsi energi nasional pada tahun 1998 (Ohta, 1998) dan sebesar 23,3% pada tahun 2011 (Hiroyuki, 2017).

Isu kebijakan pengembangan sistem transportasi sekarang dan ke depan adalah bagaimana setiap negara memainkan perannya dalam bingkai sistem transportasi berkelanjutan (sustainable transportation). Kesadaran bahwa kualitas lingkungan dan pengerukan sumber daya alam yang semakin memprihatinkan, Roby Hervindo (2019) mengatakan bahwa Indonesia diperkirakan akan kehilangan cadangan minyak bumi pada tahun 2030, hal ini terlihat karena cadangan minyak bumi Indonesia saat ini hanya sekitar 3,3 miliar barel, sementara konsumsi BBM terus meningkat mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari.

Penataan kota perlu dilakukan terutama untuk bisa mengintegrasikan jalur transportasi antara wilayah hunian dengan perkantoran maupun kawasan bisnis. Hal ini perlu dilakukan untuk bisa mengefektifkan mobilitas penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain dalam skala yang besar dan durasi yang cepat. Nilam Atsirina (2019) mengatakan bahwa salah satu konsep yang bisa menjadi opsi dalam menyelesaikan permasalahan kemacetan dan mobilitas penduduk adalah dengan menghadirkan konsep transit oriented development (TOD), dimana konsep ini juga sudah banyak diadopsi oleh beberapa negara berkembang. Transit Oriented Development (TOD) sebagaimana didefinisikan oleh Calthorpe (1993) adalah, “A mix use community within an average 2000 foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TOD mix residential, retail, offices, open space, and public uses in a walkable environment, making it convenient for residents and employees to travel by transit, bicycle, foor or car.” Intinya bahwa konsep TOD ini bertujuan untuk memberikan alternatif dan pemecahan bagi permasalahan pertumbuhan metropolitan yang cenderung pada pola auto oriented development. Harapannya ketika sistem penataan ini telah terbentuk, dengan fungsi campuran (mixed use), terjadi internalisasi pergerakan antara hunian, perkantoran dan fungsi-fungsi lain dalam sebuah distrik yang tersentralisasi. Akumulasi pola ini pada level regional diharapkan dapat menolong masyarakat untuk menggunakan fasilitas transit ketimbang kendaraan pribadi, dengan demikian dapat menyelesaikan permasalahan sprawling.

Kegagalan sistem transportasi akan memberikan pengaruh kepada perkembangan suatu wilayah, berakibat kemacetan, mempengaruhi efisiensi ekonomi perkotaan, produktivitas masyarakat, dan juga pemborosan bahan bakar. Dengan banyaknya kendaraan di jalanan dan berakibat kemacetan, tentunya membuat waktu yang dibutuhkan pengendara untuk sampai ke tujuan akan lebih lama, sehingga ini memberikan kerugian dari sisi waktu, pengeluaran untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) semakin besar, dan hilangnya produktifitas. Terkait dengan pengeluaran pembelian BBM untuk kendaraan bermotor, dalam salah satu penelitian yang dilakukan Mangatur, Edison dan Suandi (2018) di Kota Jambi ditemukan bahwa potensi ekonomi BBM yang hilang akibat kemacetan yang ditanggung Kota Jambi mencapai 20 milyar rupiah

Tantangan-tantangan tersbut menggarisbawahi akan perlunya mereformasi kebijakan transportasi untuk mendukung kualitas kehidupan yang lebih baik secara berkelanjutan. Esensinya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan aktivitas masyarakat tanpa mengesampingkan kebutuhan generasi mendatang.

Regulasi

Dalam hal aspek regulasi, yang perlu mendapat perhatian adalah baik yang menyangkut tahap perencanaan dan pembangunan infrastruktur maupun sistem operasinya. Dimana pendekatan yang perlu dilakukan dalam menangani permasalahan menjangkau sisi penyediaan (supply) maupun sisi kebutuhan (demand), sebab tidak ada solusi tunggal yang bisa dilakukan untuk menuntaskan permasalahan ini, melainkan perlu tindakan-tindakan yang saling terpadu. Setiap langkah yang dilakukan menuntut adanya suatu perencanaan yang saling terintegrasi. Keterpaduan suatu sistem transportasi perkotaan paling tidak bisa ditinjau dari sisi-sisi kebijakan, rencana dan program, pendanaan, aksesibilitas, dan pelayanan. Negara dalam hal ini pemerintah mempunyai peranan penting dalam merancang konsep transportasi publik. Dalam beberapa dekade belakangan ini terlihat dahsyatnya perubahan politik-ekonomi menuju titik minimal peranan negara dan pada saat yang bersamaan mencapai titik maksimal peran pengusaha. Ketika badan publik yang menjadi sandaran kepentingan publik, maka pelayanan kepada publik mau tidak mau didasarkan pada kemampuan finansialnya bukan didasarkan pada amanat Undang-undang dan Pancasila atas hak-hak warga negara. Ketika dalam proses pembuatan kebijakan melibatkan unsur kepentingan terhadap korporasi, tentu biasanya pendekatan yang dilakukan yakni pelayanan yang diberikan kepada publik hanya kalau korporasi tersebut memperoleh keuntungan dan korporasi tidak bisa dituntut bertanggung jawab terhadap nasib warga negara yang tidak mendapatkan pelayanan publik (Santosa, 2005). Kemandirian negara sebagai tuntutan dan kebutuhan industrialisasi serta pembangunan ekonomi tumbuh bersamaan dengan permasalahan transportasi publik perkotaan, hal ini dikarenakan konsentrasi permintaan per-jalanan di wilayah kawasan pusat kegiatan ekonomi dan bisnis menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah dan membuat transportasi menjadi penuh sesak.

Posisi pemerintah sebagai regulator yang mengatur kepentingan masyarakat dan pengusaha menurut pengakuan dari Kasie Dishub Kota Surabaya (2006) masih lemah. Hal ini bisa kita lihat dengan pemerintah yang selalu menutup mata terhadap kecenderungan setiap individu untuk memiliki mobil pribadi, pemerintah justru mengakomodasi supremasi transportasi pribadi berbasis pemilikan kendaraan pribadi dengan membangun jaringan tol yang sedemikian tersebar di tengah-tengah kota. Kurangnya perhatian terhadap transportasi publik, yang dimana hal tersebut yang semestinya menjadi titik fokus pemerintah dalam merumuskan kebijakan.

Pertumbuhan pada sektor transportasi yang ditandai dengan semakin banyaknya kendaraan yang beredar di jalanan berakibat kepada konsumsi energi bahan bakar minyak (BBM) yang semakin besar pula. Hal ini terjadi karena dengan banyaknya kendaraan di jalanan akan berakibat kemacetan dan membuat waktu yang dibutuhkan pengendara untuk sampai ke tujuan akan lebih lama, ini tentu memberikan kerugian dari sisi waktu, pengeluaran untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) semakin besar, dan hilangnya produktifitas. Terkait dengan pengeluaran pembelian BBM untuk kendaraan bermotor, dalam salah satu penelitian yang dilakukan Mangatur, Edison dan Suandi (2018) di Kota Jambi ditemukan bahwa potensi ekonomi BBM yang hilang akibat kemacetan yang ditanggung Kota Jambi mencapai 20 milyar rupiah, dimana angka ini merupakan nilai yang sangat besar untuk kota yang termasuk sub-urban. Belum lagi jika dilakukan penelitian yang sama terhadap kota-kota besar dengan kemacetan yang cenderung lebih parah dan sering terjadi.

Daftar Pustaka
Anindhita. Yudiartono. Sugiyono, A. (2018) Indonesia Energi Outlook 2018. Jakarta: Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi (PPIPE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Astuti, K. W. (2012) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Masyarakat dalam Memilih Angkutan Trans Jogja di Malioboro. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Priadmaja, A.P. Anisa. Prayogi, Lutfi. (2018) Penerapan Konsep Transit Oriented Development (TOD) pada Penataan Kawasan di Kota Tangerang. Jakarta: Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Aminah, S. (2006) Transportasi Publik dan Aksesibilitas Masyarakat Perkotaan. Surabaya: Universitas Airlangga.
Sjafruddin, Ade. (2012) Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ilmu Pengetahuan. Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung.
Mangatur. Edison. Suandi. (2018) Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas Terhadap Pendapatan Masyarakat dan Aksesibilitas di Kota Jambi. Jambi: Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Jambi.


Saturday, September 28, 2019

Solar Panel Ramah Lingkungan?



Efek dari semakin masifnya gerakan zero waste, tumbler menjadi salah satu merchandise di beberapa kegiatan. Kampanye yang belakangan ini tengah masih merupakan upaya untuk meminimalisasi penggunaan plastik. Pertanyaannya sekarang, berapa lama tumbler bisa bertahan lama dengan berbagai macam material dan bagaimana pengolahan limbah pasca penggunaannya? Atau jangan-jangan hal ini bisa menimbulkan problem baru di masa yang akan datang?

Paragraf sebelumnya bukanlah menjadi topik utama pada tulisan saya saat ini, akan tetapi poin yang ingin saya ambil adalah bisa jadi sesuatu itu dianggap lebih ramah lingkungan karena kita dan peneliti yang lain belum mendapatkan kajian lebih lanjut terhadap dampaknya di masa yang akan datang.

Saya ambil contoh lain di sektor energi, misalnya solar panel, ketika pertama kali ditemukan oleh Daryl Chapin, Calvin Fuler, dan Gerald Pearson pada tahun 1950-an, solar panel ini menjadi harapan baru bagi umat manusia untuk menjawab krisis energi yang berada di depan mata. Sebab, dengan teknologi yang mengubah energi matahari menjadi listrik ini maka produksi energi kita praktis bisa menjadi tidak terbatas karena ketersediaan panas matahari yang tidak pernah habis. Jika dilihat dari sisi ini tentu kita akan sepakat mengatakan solar panel sebagai energi terbarukan. Akan tetapi ada problem baru yang muncul, pada tahun 2008, Cina telah membakar 30 juta ton batu bara untuk memproduksi panel yang dibutuhkan oleh USA dan Eropa, artinya telah terjadi pemanasan global oleh China.

Proses pembuatan panel dimulai dari penambangan batuan silica kemudian diproses berturut-turut, silica metalic, trichlorosilane, polycrystalline silicon, solar cell, dan solar panel. Salah satu bahan kimia yang berbahaya adalah chlorine yang digunakan pada setiap urutan proses pembuatan chanel, sedangkan untuk pemurnian silica diperlukan proses pemanasan yang lama pada temperatur tinggi. pencemaran terjadi pada saat pembuatan panel yang berbahan baku batubara. Prose pembakaran dengan batubara ini menimbulkan emisi green house gases, polusi kimia, dan limbah silica yang tidak dapat didaur ulang.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) jika terus menerus dibangun maka akan ada efek mengerikan yang timbul di masa depan. Panel-panel ini hanya dapat bertahan sekitar 20-30 tahun, setelah itu panelnya harus diuraikan, akan tetapi hal ini sulit dilakukan karena mengandung bahan kimia berbahaya seperti asam sulfat. China diperkirakan akan mengalami ledakan limbah panel surya tiba-tiba pada 2040 dan saat ini tidak ada solusi untuk masalah itu.

Hal ini tentu mengindikasikan bahwa PLTS yang kita anggap sebagai teknologi yang ramah lingkungan, ternyata juga menimbulkan dampak pencemaran lingkungan yang begitu besarnya. Kita tidak bisa naif bahwa di setiap terobosan terhadap pengembangan teknologi, akan selalu ada dampak yang ditimbulkan, hal terkecil seperti membuat suatu barang implikasinya adalah eksploitasi terhadap sumber daya alam itu sendiri. Sehingga sulit menemukan teknologi yang murni tidak memberikan dampak apapun terhadap lingkungan, pendekatan yang bisa dilakukan adalah bagaimana teknologi yang kita hadirkan itu bisa terus berkembang dalam meminimalisasi dampaknya terhadap lingkungan.

Ada 2 paham yang berbeda terkait sikap manusia terhadap alam, yakni jainisme dan utilitarianisme. Jainisme adalah paham pemikiran yang menolak eksploitasi terhadap alam dan utilitarianisme sebaliknya, ia adalah paham pemikiran yang menyatakan bahwa perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan bahkan dengan cara eksploitasi yang berlebihan sekalipun. Kedua paham ini saling bertolak belakang satu sama lain, sikap yang bijak adalah ketika kita menempatkannya di tengah-tengah, tetap memanfaatkan sumber daya alam karena itu menjadi kebutuhan kita akan tetapi kita juga memperhatikan bagaimana upaya konservasinya agar tetap sustain.

Prof Sukandarrumidi pernah mengatakan bahwa teknologi itu bersifat universal, boleh dipelajari oleh semua orang, tidak baik namun juga tidak buruk. Baik buruknya teknologi sangat ditentukan oleh yang empunya. Teknologi tidak statis, tetapi sangat dinamis dan selalu berkembang sebagaimana ilmu pengetahuan. Maka konsen kita adalah bagaimana menyeimbangkan perkembangan teknologi tersebut dengan konservasi sumber daya alamnya.

Referensi:



Tuesday, July 9, 2019

PASIR


Banyak hal di dekat kita yang keindahannya baru tampak jika kita mau bertafakkur sejenak. Indahnya alam sebab ia menebarkan banyak hikmah walau mungkin baru kita sadari ketika berdekatan dengannya.

Segenggam pasir bisa menjadi sebongkah batu yang kuat dan memberikan manfaat tatkala ia melalui proses peningkatan kualitas yang panjang dengan cara yang tepat.

Pasir, jika terlalu erat kau genggam, dia akan tumpah dan jatuh. Pun sama jika kau tak menggenggamnya. Akan tetapi, cobalah taruh ia di atas kedua tanganmu yang terbuka. Perlahan, pasir itu tidak akan tumpah.

Pasir itu ciptaan-Nya, segala sesuatu yang menjadi ciptaan-Nya bersifat sementara dan suatu saat pasti akan hilang dan pergi. Maka tak perlulah berlebih-lebihan dalam menggenggam ciptaan-Nya.

Ia yang mengerti pasti tahu, bahwa yang berhak untuk digenggam secara kuat hanyalah ikatan  kita kepada Pemilik semesta ini.

Wednesday, May 15, 2019

Kita Akan Tetap Berada di Jalan-Nya, InsyaAllah


Bergerak seirama dalam sebuah tujuan yang sama memberikan energi positif di dalam ruang hati dan pikiran agar kita bisa semakin bijak dan cerdas dalam bersikap. Hati dan pikiran menjadi instrumen terpenting pada diri seseorang dalam menentukan arah hidupnya ke depan mau seperti apa, salah satu kaidah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad al Ghazali bahwa anta maa kaifa tufakkir, anda akan menjadi seperti apa yang anda pikirkan. Artinya bahwa realitas seseorang di alam kenyataan timbul karena sebelumnya pikiran-pikiran itu telah terakomodasi menjadi sebuah realitas di alam pemikiran. Hati yang bersih dan pikiran yang jernih, ketika kedua bekal ini bersatu padu maka insyaAllah realitas di alam pemikiran kita akan mengarahkan kita pada jalan kebaikan. Berkumpul bersama orang-orang sholih menjadi salah satu upaya dalam menjaga hati dan pikiran kita, menjaga realitas yang ada di alam pemikiran untuk kemudian hadir menjadi realitas di alam kenyataan.

Saya bersyukur karena Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menjaga diri saya, dengan menempatkan saya berada di dalam lingkungan orang-orang sholih. Lingkungan dimana akan selalu ada kawan yang meluruskan disaat saya melakukan kesalahan, banyak inspirasi-inspirasi yang lahir dari mereka. Memang, setiap orang pasti pernah dan akan berada pada titik kefuturan, akan tetapi yang membedakan adalah turning point-nya, bagaimana perlakuan kita atas setiap dosa-dosa yang telah diperbuat. Berkumpul bersama orang-orang sholih tidak hanya bicara tentang targetan di dunia melainkan bagaimana kita bisa menjadikan setiap target kita menjadi ladang amal untuk melipatgandakan pahala yang akan memberikan manfaat bagi diri pribadi maupun orang lain kini maupun di akhirat nanti.

Jika di dalam kebersamaan saja kita tertatih-tatih, apatah lagi jika kita berada dalam kesendirian. Jika kita masih biasa melakukan perbuatan dosa di dalam kebersamaan, apatah lagi jika kita berada dalam kesendirian. Maka berkumpul dengan orang-orang sholih insyaAllah akan menghadirkan suasana keimanan di dalam diri kita, membuat turning point yang lebih cepat dibandingkan saat kita berada dalam kesendirian.

Yang paling penting dari kebersamaan tentunya adalah jangan sampai kebersamaan yang kita hadirkan justru membuat kita malah menjauh dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan semakin banyak perbuatan dosa yang kita lakukan. Kebersamaan yang kita harapkan tentu yang senantiasa mengingatkan kita di dalam setiap kebaikan, jika diibaratkan dalam grafik fungsi eksponensial, yang kita harapkan adalah grafik dengan fungsi y = 2x bukan fungsi y = (½)x.

Terakhir, hati kita menyerupai kunci dari perubahan besar pada kehidupan kita. Agar hati kita lebih terhubung dengan Allah, maka kita bisa menyelami lebih dalam makna kebersamaan di jalan dakwah ini. Bersama-sama kita memandang sesuatu yang lebih dalam, dari apa yang kita lihat secara kasat bahkan dari apa yang kita rasa. Itulah mengapa kita hadir disini, bukan karena kebetulan, namun karena Allah sudah menakdirkan kita bersama menyeberangi lautan perjuangan hingga sampai pada batas kehidupan terakhir kita, insyaAllah.


Thursday, May 9, 2019

Betapa Ruginya Saya



Setiap orang memiliki 24 jam dalam sehari, orang kaya atau miskin, bahagia atau sengsara, mahasiswa atau dosen, kita semua memiliki waktu yang sama. Dalam sebuah penelitian, Michael Fortino, seorang pakar manajemen waktu asal Amerika, mengungkapkan hasil penelitian selama 20 tahun bahwa orang biasa menggunakan waktunya 7 tahun di kamar mandi, 6 tahun di meja makan, 6 bulan berhenti di lampu merah, 120 jam untuk sikat gigi.”  Setiap orang memiliki porsi waktu yang sama, tidak ada yang berbeda walau cuma sedetik pun itu. Orang-orang yang selalu mengeluh karena tidak punya waktu, persoalan utamanya justru bukan terletak pada tidak adanya waktu yang cukup untuk mewujudkan sesuatu yang ingin dikerjakan. Melainkan, masalahnya ada pada ketidakmampuan kita dalam memanfaatkan waktu dengan baik dan benar untuk mengerjakan sesuatu yang harus dilakukan. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan bahwa ni'matani magbunun fihima katsirun minannaas ashhihatu walfarooq, dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya yaitu kesehatan dan waktu luang.

Seseorang ditanya mengapa kamu jarang beribadah di masjid? Jawabnya karena ia merasa dirinya masih muda, masih ingin menikmati masa-masa muda dengan hura-hura, bermain, biarlah urusan ibadah nanti ketika sudah tua. Padahal urusan kematian tidak ada yang tahu, bisa jadi kita akan dipanggil oleh Allah Subhanahu wa ta’ala besok. Ada anak muda yang fisiknya terlihat kuat, ia jarang sekali sakit, tiga kali dalam sepekan ia berolahraga, tapi belum cukup usianya 20 tahun telah dipanggil oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Ada juga seseorang yang sejak lahir tidak bisa melihat, berjalan tertatih-tatih, oleh dokter diprediksi tidak akan hidup lama, namun masih bisa bertahan hidup sampai sekarang.

Waktu yang kita punya terbatas, maka jadikanlah setiap jam setiap menit setiap detik itu memberikan manfaat kepada diri kita maupun orang lain. Belajar dari para ulama terdahulu, ruhbanun bil lail wa fursanun bin nahar, mereka bagai rahib di waktu malam dan pejuang di waktu siang, artinya bahwa malam harinya diisi dengan menjadi hamba yang selalu terjaga untuk berdzikir dan siang hari menjadi pekerja keras yang tangguh. Amr bin Dinar biasa membagi waktu malam menjadi tiga: sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk berdiskusi, sepertiga untuk shalat malam. Imam Syafi’i membagi waktu malamnya menjadi tiga: sepertiga malam pertama untuk menulis, sepertiga malam kedua untuk shalat (malam) dan sepertiga malam terakhir untuk tidur.

Hikmah dari para salafus sholih semoga membuat hidup kita menjadi lebih teratur, bisa lebih baik lagi dalam mengatur waktu, mengatur skala prioritas, menjaga hubungan dengan Allah Subhanahu wa ta’ala juga manusia yang lain. Setiap aktivitas yang kita pilih memberikan konsekuensi terhadap kehidupan kita, maka bijaklah dalam memilih.

Friday, March 29, 2019

Apa yang Mempengaruhi Persepsi dan Perilaku Kita?



Ketidakpahaman, rasa iri, dan benci menjadi alasan hilangnya akal sehat seseorang dalam memberikan penilaian maupun komentar. Terkadang kita dengan mudah memberikan justifikasi hanya dengan bermodalkan sepotong kalimat yang dibaca dari media, yang dimana bisa jadi kalimat itupun dipelintir oleh media untuk bisa menjadi viral. Terlebih lagi jika kutipan dari media itu sesuai dengan apa yang kita yakini selama ini, maka akan semakin menjadi-jadilah persepsi kita. Ketika seseorang sudah merasa benci kepada sosok figur, maka apapun kebenaran yang ada pada figur tersebut akan menjadi salah di mata orang tadi. Orang yang sudah fanatik kepada salah seorang figur, biasanya faktor yang mempengaruhinya adalah karena informasi yang ia peroleh hanya didapatkan dari satu sisi saja, terlebih di era big data ini. Big data memiliki peran dalam mengarahkan penggunanya terhadap informasi yang akan diperoleh selanjutnya, kebiasaan seseorang dalam berinteraksi melalui media sosial akan membuat grafik data tersendiri, setiap postingan atau informasi yang diakses akan terkumpul di dalam ekosistem big data. Sebagai contoh orang yang suka mengakses informasi tentang sepakbola pasti akan selalu memantau akun sepakbola, terlibat dalam forum diskusi tentang sepakbola, maka dari situ big data bisa mengetahui keinginan pengguna yang selanjutnya akan diberikan penawaran-penawaran mengenai sepakbola dalam bentuk iklan atau informasi.

Hadirnya pers/media daring di zaman sekarang ini memberikan pengaruh besar terhadap persepsi seseorang. Redaktur Pelaksana Republika Elba Damhuri (2018) mengatakan bahwa di Indonesia ada sekitar 130 juta orang yang menggunakan media sosial, yang menarik adalah dari jumlah tersebut ternyata hanya ada 6 juta orang yang membaca berita online (daring). Ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 4% pengguna media sosial yang benar-benar membaca konten sepenuhnya dari berita yang biasa berkeliaran di media sosial, selebihnya hanya ikut-ikutan atau sekedar menarik kesimpulan dari judul berita saja. Pembaca media daring di Indonesia mengalami tren kenaikan grafik menjadi enam juta jiwa pada tahun 2018 dan pembaca media cetak turun menjadi 4,5 juta. Meski demikian, secara teori pembaca berita di Indonesia tidak ada peningkatan. Terbukti, pada 2014 ada 11,5 juta jiwa penduduk Indonesia yang membaca berita dan pada 2017 ada 10,5 juta pembaca. Membuktikan bahwa masyarakat Indonesia secara literasi masih belum cukup bagus, generasi milenial masih banyak yang tidak membaca berita di situs berita.

Ibnu Qayyim mengatakan, “Hati-hatilah terhadap lintasan pikiran yang melintas dalam pikiran Anda.” Mengutip perkataan Anis Matta dalam bukunya Model Manusia Muslim Pesona Abad ke-21 bahwa awal dari semua yang kita lakukan berasal dari lintasan pikiran. Setiap harinya ratusan lintasan pikiran lewat dalam pikiran kita. Dari ratusan lintasan pikiran itu ada satu atau dua yang seringkali terlintas, mungkin karena bendanya sering terlihat. Lintasan yang sering terlintas akan termemorikan. Semakin sering terlintas, lama-kelamaan lintasan itu akan menjadi gagasan. Jika gagasan itu menguat dalam diri kita, maka ia akan menjadi sebuah keyakinan. Dan jika keyakinan telah menguat juga dalam diri kita, maka ia akan menjadi kemauan. Jika telah menjadi sebuah kemauan, maka kita akan melakukannya. Itulah tahapan yang akan membentuk perilaku seseorang yang tidak terlihat dari luar. Ini semua terjadi secara internal. Lanjut Anis Matta dalam bukunya tersebut juga mengatakan jika ada perilaku dari diri kita yang ingin diubah, cara paling tepat yang bisa dilakukan adalah dengan mengubah pada skala pemikiran. Jika seseorang sering berpikir kotor, maka kata-kata yang akan dikeluarkan adalah kata-kata kotor pula. Secara teoritis, seorang anak kecil yang menguasai sekitar 2500 kata itu berarti segala tindakan dan kata-kata yang keluar dari lisannya tidak akan jauh dari 2500 kosa kata tersebut. Jumlah kosa kata yang dominan dalam diri seseorang itulah yang akan menentukan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

Setiap orang tentu memiliki pilihan masing-masing dan itu menjadi hak setiap individu, Ibrahim Elfiky (2009) mengatakan bahwa segala perbuatan manusia adalah hasil langsung dari pikirannya sebagaimana ia berdiri, bangkit, dan produktif karena dorongan pikirannya. Berpikir positiflah dan berusaha untuk obyektif dalam menilai dan memilah informasi di era sekarang ini.


Thursday, February 28, 2019

Tentang Sepakbola: Keterpaduan antara Ambisi dan Doa


Beberapa hari yang lalu kita turut berbahagia atas prestasi yang diperoleh timnas Indonesia di piala AFF U-22, sebuah prestasi yang menjadi momentum perbaikan sepakbola Indonesia di tengah sorotan tajam kepada PSSI akibat berbagai kasus yang melanda. Masyarakat Indonesia rindu akan prestasi, sepakbola adalah permainan olah fisik bukan olah politik. Meminjam motto dari tim sepakbola Barcelona FC “mus que un club” lebih dari sekedar klub sepakbola, bahwa memang benar jika tim sepakbola itu bukan hanya sekedar klub sebab di balik itu semua ada ambisi serta doa.

Tentang sepakbola, ia bukan sekedar olahraga namun juga telah menjadi sumber kehidupan bagi sebagian orang, menjadi hiburan bagi masyarakat, dan menjadi ikon pemersatu bangsa terlebih jika tim nasional bermain. Negara kita tercinta Indonesia ini menjadi negara penggila sepakbola nomor dua di dunia, dalam penelitian yang dilakukan oleh Nielsen Sport (2017) 77% penduduk Indonesia memiliki ketertarikan pada olahraga si kulit bulat, terutama ketika menyaksikan Timnas Indonesia berlaga. Dalam hal persentase ketertarikan seluruh populasi negara pada sepak bola, Indonesia hanya kalah dari Nigeria dengan persentasi 83%. Yang menjadi menarik adalah jumlah penduduk Indonesia yang tertarik dengan sepak bola ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat partisipasi para warganya yang turun ke lapangan dan memainkan olahraga tersebut. Tercatat hanya 17% penduduk Indonesia yang aktif bermain sepak bola, setidaknya satu pekan sekali. Kondisi itu menjadikan Indonesia ada pada urutan ke-22 dari 34 negara yang disurvei. Nigeria menjadi negara dengan partisipasi tertinggi, dimana tercatat 65% penduduk negara tersebut memainkan olahraga yang memiliki kejuaraan bergengsi yang digelar empat tahun sekali.


Sepak bola menjadi olah raga favorit hampir setiap kalangan mulai dari anak-anak hingga orang tua di setiap wilayah yang ada di Indonesia. Saya menjadi teringat dengan masa kecil saya yang hampir setiap sorenya diisi dengan bermain sepakbola, tidak mesti main di lapangan bola atau kalau yang sekarang sedang menjamur lapangan futsal. Tapi pekarangan rumah, jalanan aspal di terminal, hingga lahan sawah yang tidak sedang ditanami pun kami jadikan lapangan untuk bisa bermain bola. Pernah suatu ketika waktu SD ada seleksi tim sepakbola yang akan mewakili kecamatan di turnamen kabupaten, saya coba ikut seleksinya dan saking seriusnya agar bisa terpilih, salah satu doa yang selalu saya panjatkan setelah shalat adalah agar bisa lolos seleksi ini. Alhasil saya lolos di tingkat SD, meskipun demikian saya tidak melanjutkan ke tingkat kecamatan karena ada alasan tertentu.

 Itulah saya ketika masa kecil, selalu ambisius jika ada persaingan dengan orang lain termasuk ketika bicara tentang sepakbola. Pindah ke SMP, masuk ke kelas akselerasi yang kegiatan akademiknya sangat padat tidak menyurutkan saya untuk bermain bola, bahkan di kelas akselerasi ini dari 10 laki-laki 8 diantaranya punya minat yang sama dengan saya. Suatu waktu di sekolah ada turnamen sepakbola antar kelas, kelas kami ikut dan di akhir turnamen menjadi juara 2, kelas akselerasi pertama yang mampu bersaing dengan kelas reguler. Tidak cukup sampai disitu, di akhir masa SMP saat dilaksanakan porseni di sekolah, saya ingat betul momennya bersamaan dengan waktu persiapan ujian sekolah dan ujian praktek, saya dan teman-teman yang lain tetap saja ikut porseni dan akhirnya menjadi juara 1. Kalau bisa dibilang, angkatan aksel saya menjadi angkatan “terbengal”, meskipun begitu insyaAllah akademik tidak dilupakan. Dan terakhir ketika lanjut ke SMA, hobi saya masih bisa tersalurkan, meskipun tidak ikut ekstrakurikuler futsal, tapi masih bisa berprestasi dan menjadi juara 1 lewat turnamen futsal Rohis se-kota Makassar.

Itulah masa kecil saya, dekat dengan sepakbola bahkan sampai saat ini meskipun tidak seintens dulu. Besar harapan ini, Indonesia bisa menjadi negara yang diperhitungkan tim sepakbolanya di dunia. Sepakbola kita tidak sekedar untuk hiburan namun juga menjadi jalan perjuangan dan persatuan. Teruslah berprestasi sepakbola Indonesia.


Referensi:

Wednesday, February 27, 2019

Risalah Da’awy Teknik UGM



Lembaga dakwah yang ada di Teknik terbagi atas dua, yakni di tingkat Fakultas ada Keluarga Muslim Teknik (KMT) dan di tataran Departemen ada lembaga dakwah yang disebut dengan Sentra Kerohanian Islam (SKI). Idealnya SKI ini berada dibawah naungan KMT, dimana KMT menjadi gerbong terdepan lembaga dakwah yang ada di Teknik. Sinergisasi antara SKI dan KMT dibutuhkan sebagai upaya dalam merapihkan pengelolaan kegiatan dakwah di lingkungan kampus Fakultas Teknik UGM, disamping tentunya perlu ada juga penguatan internal di masing-masing lembaga: tata kelola organisasi dan kaderisasi. Secara struktural tentunya diharapkan bagaimana ada pola komunikasi dan koordinasi yang optimal antara KMT dengan SKI, juga KMT benar-benar hadir sebagai payung bagi SKI. Sedangkan secara fungsional, paling tidak ada tiga poin yang mesti menjadi prioritas yakni: kaderisasi, syiar, dan jaringan. Kader sebagai aset terbesar dalam dakwah kampus selayaknya butuh perhatian yang lebih, sebesar apapun peluang dan aset yang dimiliki oleh dakwah kampus maka tanpa adanya kader sebagai penggerak maka itu adalah kesia-siaan. Sebagaimana pada setiap fase dakwahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selalu menomorsatukan aspek manusia sebagai basis utama dakwah. Oleh karena itu, pengelolaan kader dan kaderisasi adalah kunci terpenting akan keberhasilan dahwah kampus. Dimana sinergisitas yang ada mampu menghasilkan kader yang mencapai standar mutu kader yang telah terstandarisasi dan setiap lembaga mampu melakukan alur formal kaderisasi dengan muatan dan materi yang terstandarisasi pula.
Sementara itu syiar merupakan metode utama dalam rekrutmen kader. Dengan adanya syiar Islam diharapkan adanya perbaikan kondisi kampus agar bi’ah Islam semakin kental. Yang terakhir, syiar adalah pintu bagi amal khidamy atau pelayanan. Melalui syiar yang ada, kita juga melakukan fungsi pelayanan bagi muat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, dengan adanya sinergisasi syiar mampu melakukan pengelolaan syiar-syiar Islami yang masif dan optimal dengan berlandaskan standar kualifikasi syi’ar. Selain itu, bagaiamana mampu mengelola isu-isu kontemporer strategis sehingga KMT maupun SKI mampu menjadi issue maker di kampus Fakultas Teknik UGM.
Hadirnya KMT maupun SKI sebagai motor dakwah di Fakultas Teknik UGM tentunya tidak diperoleh dengan cara instan, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa diperlukan penguatan internal terlebih dahulu sebelum merambah ke cakupan yang lebih luas yakni masyarakat Fakultas Teknik. Satu tahun mengelola KMT dimulai sejak akhir tahun 2017 tentu bukanlah waktu yang banyak, terlebih dengan pekerjaan rumah yang sulit diselesaikan dari tahun ke tahun dan seolah-olah telah mengakar kuat. Persoalan itu diantaranya: jumlah kader aktif yang terlibat dalam agenda KMT sejak awal kepengurusan yang tidak pernah menyentuh 50 persen, syiar yang belum begitu masif, hubungan dengan lembaga lain yang cenderung normatif tanpa ada output yang jelas yang bisa direalisasikan bersama, peserta yang hadir kajian di Musholla Teknik belum sesuai dengan ekspektasi, terjebak dalam proker oriented, dan puluhan permasalahan lainnya yang menambah tantangan yang dihadapi. Bukan dakwah namanya jika tidak ada tantangannya, kita mungkin sering mendengar perkataan ini. Susah, lelah, waktu tidur yang berkurang atas pengorbanan kita dalam menjalankan setiap amanah di KMT maupun SKI insyaAllah itu semua akan terakumulasi menjadi amal shalih bagi kita semua yang akan menjadi pemberat di Yaumul Hisab kelak.
Grand theme yang dibawa oleh KMT X11 yakni “Mencetak generasi kreatif melalui kaderisasi yang sistematis guna mewujudkan syiar efektif dan persuasif.” Dari tema besar itu, jujur bahwa kita belum berhasil 100% mencapainya. 4 poin besar yang dielaborasikan dalam setahun kepengurusan perlu diimbangi dengan performa yang mampu berlari di atas rata-rata, kewajiban kita banyak akan tetapi waktu yang kita punya terbatas, al wajibat aktsaru minal auqat. Performa yang baik lahir dari proses kaderisasi yang dilakukan sebelumnya kemudian disempurnakan dengan penyamaan persepsi dan memadukan gerak satu sama lain.
Satu hal yang perlu dipahami diawal bahwa penting untuk melakukan levelisasi lembaga terlebih dahulu, penting untuk melakukan riset apa yang sebenarnya menjadi akar permasalahan di lembaga dakwah ini, sehingga dari sana kita bisa menyusun rencana kepengurusan dalam periode selanjutnya. Ini kesalahan mendasar yang selalu terjadi bahkan tidak pernah menjadi perhatian kita. Meskipun memang dengan hadirnya Biro Penelitian dan Pengembangan dapat membantu dalam pengadaan riset, akan tetapi dalam implementasinya masih belum begitu optimal. Biro ini hadir karena pertanyaan yang terus terlontar akan tetapi PH bingung dalam memberikan jawaban, “KMT selama setahun ini sudah melakukan apa? Banyak! Tapi mana datanya?
Diawali dengan menyadari bahwa Biro Litbang ini berfungsi untuk meningkatkan kualitas KMT secara keseluruhan, maka diperlukan pemecahan beban tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Pembagian tanggung jawab tentunya dibagi berdasarkan program kerja yang diusung, selain itu juga dilakukan pembagian berdasarkan elemen KMT yang perlu dipantau pencapaian program kerjanya.
Eksekusi program kerja
Pemantauan dilakukan dengan menjadikan Buku DF sebagai acuan utama. Dasar program kerja pada Buku DF menjadi fokus perhatian arah kerja Litbang. Selain memantau, proses pendataan dan perencanaan penelitian pun dilakukan secara beriringan.
Kesinergisan elemen KMT
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dari Litbang sendiri belum mampu berkoordinasi dengan optimal pada tiap elemen yang dipantaunya. Hal ini menjadi hambatan besar tatkala kesesuaian dalam berpikir dan memahami masalah yang ada dimaknai berbeda oleh dua belah pihak. Kegiatan syuro bersama dirasa menjadi solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Dinamika yang terjadi selama mengelola KMT setahun lamanya tentu tidak hanya itu, apa yang ada termasuk juga koordinasi dengan SKI yang akan dibagi dalam beberapa fungsinya.
1.         Kaderisasi
Kader menjadi jantung dari suatu lembaga, ia adalah motor penggerak akan setiap kerja-kerja dakwah yang dijalankan. Di KMT kita mengenal Standar Mutu Kader (SMK) sebagai acuan bagaimana membentuk para kader melalui leadership camp, halaqah lembaga, kajian, maupun sarana lainnya. Kita tentu sudah paham terkait urgensi dari kaderisasi ini, sebab akan menjadi musibah bagi dakwah dan umat Islam adalah jika kita lemah dalam usaha-usaha pembentukan rijaal. Roda dakwah menjadi lambat berputar atau bahkan berhenti sama sekali karena penggerak rodanya kehilangan tenaga.
Dalam salah satu buku yang ditulis oleh Arya Sandhiyudha, eks ketua Salam UI, ia mengatakan bahwa dalam Al-Quran, Allah memberikan taujih tentang bagaimana pengelolaan kader: “Dan berapa banyak para nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum kafir.” Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (3: 146-148).
Dalam ayat tersebut, Allah memberikan taujih (arahan) bahwa: pertama, Nabi membutuhkan pengikut dalam jumlah yang besar sebagai barisan mujahid fi sabilillah. Kedua, mereka itu memiliki kualitas yang andal dalam medan perjuangan; tidak mudah lemah (‘adamu al wahn), tidak mudah lesu (‘adamu adh dha’fu), tidak gampang menyerah (‘adamu al istikanah). Ketiga, mereka adalah orang-orang yang menyadari kelemahan dan kesalahan diri. Maka, fokus kerja kaderisasi , yaitu: (1) to raise the quantity (numu al kamiyah), kuantitas (2) to develop the quality (numu an nau’iyah), kualitas (3) to build up the competence (numu al qudrah), kompetensi.
Di dalam buku Dewan Formatur KMT X11 maupun pedoman lain dalam mengelola KMT ini seperti LKD/LGD 1439/1440 H, Standar Mutu Kader (SMK) yang diwariskan dari kepengurusan sebelumnya, dan renstra KMT 2016-2020, sebenarnya telah tertuang pedoman dalam mengelola kader dan tujuannya mau kemana. Akan tetapi memang semuanya itu tidak dapat dicapai dengan baik jika penggeraknya kurang optimal, dan kasus ini selalu terjadi dari tahun ke tahun.
Di Fakultas Teknik ada 12 program studi dan berbagai BSO, dari situ kader KMT biasanya tidak hanya aktif di KMT namun juga di luar, terkadang ketika KMT ingin mengadakan kegiatan untuk mengupgrade kader selalu berbenturan dengan adanya agenda yang diselenggarakan oleh BSO lain maupun KM/HM sehingga karena mesti memilih dimana dia akan hadir. Kesalahan kita adalah ketika tidak memberikan treatment dengan cara lain bagi kader yang berhalangan hadir, padahal treatment secara personal juga tidak masalah, karena acuan kita adalah ketercapaian SMK. Disini data juga punya peran penting, data kader perlu diperbarui secara berkala agar kita tahu sudah sampai mana ketercapaian kader dan bagi kader yang belum tercapai poin-poin di SMK nya bisa dilakukan treatment dengan metode lain.
Dalam melakukan treatment kepada kader

2.         Syiar dan Pelayanan
Dekan Fakultas Teknik, Prof Nizam, ketika memberi sambutan di Grand launching Keluarga Muslim Teknik X12 mengatakan bahwa di Fakultas Teknik ini ada sekitar 8000an mahasiswa dan 6000 diantaranya merupakan mahasiswa muslim. Artinya bahwa KMT maupun SKI punya amanah besar dalam mengakomodir kebutuhan ruhiyah 6000 orang tersebut. Mushola Teknik punya potensi besar dalam memberikan pelayanan optimal kepada jama’ah, tiap pekan ada infaq yang cukup besar dan dapat digunakan untuk mengoptimalkan pelayanan mustek. PH KMT khususnya Muslim Center sebagai eksekutornya perlu untuk proaktif dan sering-sering memberikan masukan kepada takmir, sehingga dari komunikasi itu kita bisa memberikan pelayanan terbaik kepada jama’ah. Bukan hanya tentang pelaksanaan kajian di mustek, namun juga pelayanan lain yang bisa membuat jama’ah nyaman ketika berada di mustek. Di Yogyakarta ada masjid yang terkenal karena pelayanan masjidnya yang totalitas, bahkan dana masjid yang selalu nol karena betul-betul langsung disalurkan untuk kebermanfaatan jama’ah. Kita bisa banyak belajar dari sana.

3.         Jaringan
Jaringan dimana di KMT diwakili oleh Hubungan Antar Lembaga (HAL) dan ketua umumnya langsung berfungsi sebagai perwakilan lembaga dalam hal memperkuat sinergi KMT dengan lembaga internal maupun eksternal Fakultas Teknik dan menjaga hubungan baik dengan alumni KMT. Ketua umum banyak berinteraksi di Forum Dakwah Kampus (FDK) UGM, Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Kampus Teknik, Forum Ketua Lembaga Keluarga Mahasiswa Fakultas Teknik (KMFT). Sedangkan HAL banyak berinteraksi dengan alumni terutama ketika hendak melaksanakan reuni KMT tahun 2018 lalu. Dalam hal koordinasi dengan SKI, kita tidak banyak membahas isu-isu penting karena memang kondisinya di hampir setiap SKI perlu ada penguatan secara internal dan mampu menghadirkan kader untuk mengisi pos-pos yang kosong. SKI yang lumayan aktif cuma 3 dari 8 yakni SKI Al-Hannaan, Al-Banna, dan Al-Mustaqim.

4.         Media
Sebuah media, sebuah propaganda tidak akan berkembang, tidak akan sesuai harapan, apabila hanya segelintir orang saja yang mau peduli, tidak hanya aku, kamu, dia saja yang mau berusaha yang mau berkorban dengan rasa malunya, tapi kita semuanya. Sebuah lidi akan mudah patah, namun seikat lidi akan menjadi kuat. Pengemasan postingan sebagus apapun itu kalau kontennya tidak mendukung, maka syiarnya tidak begitu tepat sasaran, kreativitas perlu didukung oleh konten yang sesuai sehingga substansi dari apa yang mau disampaikan tidak hilang. MMED, MC, dan Siasat disini punya peran bersama dalam mengemas syiar yang kreatif dan tepat sasaran. Khususnya Siasat yang harapannya mampu menghadirkan narasi-narasi keislaman sebagai bentuk syiar kepada masyarakat Teknik, tapi realita di lapangan ternyata masih banyak persoalan mendasar yang perlu dibereskan, tentang konsistensi maupun transfer ilmu. Mari kita bersama memajukan syiar KMT ini agar KMT menjadi dikenal dengan syiar keilmuannya, dan tidak hanya dikenal sebelah mata. Mari kita mulai dari diri kita, jangan menunggu orang lain baru kita.

5.         Finansial
Satu harapan kita tentunya dapat mewujudkan kemandirian finansial di KMT yang hadir melalui keahlian serta kreativitas kader dalam berwirausaha. Selama setahun ini, khususnya ketika masuk semester kedua kepengurusan, terasa betul bagaimana Syariah Entrepreneurship (SE) yang pada tahun-tahun sebelumnya selalu dipandang remeh mampu menggerakkan kadernya untuk berwirausaha, tidak hanya jaket KMT tapi juga lewat jaket Muslim Engineering, merchandise, dan kantin kejujuran dengan sistem baru. Meskipun belum mampu mewujudkan kemandirian finansial di KMT, paling tidak harapan baru hadir karena yang menggerakkan bidangnya bukan cuma kabid, tapi kader yang lain pun juga aktif dan selalu memberikan masukan positif. Tinggal ditingkatkan dan konsisten dijalankan.

Catatan penting:
1. Pengelolaan kaderisasi, dibutuhkan kader yang memang cekatan dalam mengelola data dan melakukan pembaruan secara berkala. Transfer ilmu disini juga penting, wabilkhusus adanya pendampingan sejak awal kepengurusan, karena selalu dari tahun ke tahun yang mengisi pos kaderisasi adalah orang-orang baru/mahasiswa tahun kedua.
2. Pada dasarnya dalam menentukan agenda tarqiyah maupun riayah di KMT, dibutuhkan yang namanya data. Penjagaan kader di lembaga bisa dilakukan dari data itu, dengan pendekatan sesuai minat dan bakat masing-masing, apa yang menjadi kebutuhan mereka.
3. Performa yang baik di lembaga timbul karena adanya proses yang telah dilalui sebelumnya. Proses yang dilalui itu bermacam-macam dan itu menjadi sarana pembelajaran & pengalaman, yang dimana semua itu terakumulasi menjadi pemahaman kita dalam mengelola suatu lembaga. Akan tetapi terkadang proses yang dilalui itu lamban karena minimnya sarana transfer ilmu dan pengalaman yang ada. Rembuk muslim teknik bisa menjadi salah satu solusi untuk itu, asal konsisten dan PH coba untuk menanamkan urgensi agenda itu.
4. Syiar media KMT sebenarnya bisa lebih ditingkatkan lagi, secara publikasi sudah luar biasa, akan saja masih kurang dalam manajemen isu, belum begitu peka terhadap isu yang ada di lingkungan sekitarnya. Ini mungkin bisa menjadi perhatian, budayakan diskusi di sekre, tingkatkan budaya literasi bagi kader.

Sunday, January 6, 2019

Tentang Kapal Kita


Sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSnKXQRUrNbE5-4q0WU2pAUpCzOWIwmKd6W-ZPmS8dz0_-y-DDhdAFdBA0EhYhm_BQAl5T-5dru3T9tDAwxGG0rHJz7b_ZUHQPjoU25t_a-GmubU574ngnGHk1jeg46-UsUK0CV4kmf3GD/s1600/Vehicles_cruise+ship_458508.jpg

Apa yang menjadikan kita berbeda dengan yang lain adalah karena kita memiliki rasa kepemilikan terhadap kapal ini, tidak peduli posisi apa yang kita perankan di dalam kapal, entah itu nahkoda, masinis, juru mudi, klasi, dll.

Karena kita semua percaya, bahwa masing-masing punya peran penting. Apabila terjadi satu saja kekosongan peran di kapal, maka akan berakibat fatal dan nyawa ratusan bahkan ribuan orang di dalamnya menjadi taruhan.

Sejak lama kita mengenal bahwa kapal ini memiliki mesin yang gigih serta armadanya yang rela berkorban. Tidak mudah untuk bisa bertahan disana, karena hanya rasa capek yang kita rasakan, berkorban waktu, tenaga, dan pikiran.

Bahkan ada kalanya ketika terjadi badai, ketika hendak berhadapan dengan ombak, seluruh armada mesti ekstra berjuang, mengeluarkan seluruh kemampuannya.

Dan jika kapal ini mengalami gangguan dan kerusakan, tanpa berpikir panjang seluruh armada rela mengeluarkan hartanya untuk memperbaiki kapal padahal penghasilannya tidaklah seberapa. Semua itu dilakukan untuk membuktikan bahwa kapal ini milik bersama, apapun perannya, karena kita sama-sama mengarungi samudera yang luas menuju pemberhentian yang kita impikan.

Armada di kapal lain mungkin bingung melihat kita yang tetap eksis bertahan sampai sejauh ini di tengah badai dan ombak.

Kita percaya bahwa “Inna ma’al ‘usri yusro”. Sesungguhnya, bersama kesulitan ada kemudahan. Ini yang selalu menjadi penghibur jiwa kita. Kita juga yakin, bahwa Allah akan selalu menemani dan menolong kita.

Teruntuk mereka yang tetap tegar di dalam perjuangan ini, Barakallahu fina ajma’in, semoga barakah Allah terlimpah kepada kita semua.

Saturday, January 5, 2019

Pembangunan Infrastruktur Satu-satunya Solusi?


Sumber gambar: https://rmol.co/images/berita/normal/2018/01/418277_10372331012018_infra.jpg

Apakah pembangunan infrastrukur menjadi satu-satunya jalan dalam mencapai kesejahteraan? Apakah infrastrukur memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat atau tidak? Sebelumnya kita harus menjawab jujur jika memang pembangunan infrastrukur akan memberikan pengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan rakyat.

Berbicara tentang infrastrukur, kita mesti paham logika awalnya, bahwa infrastrukur memiliki fungsi untuk menghubungkan atau memberi koneksi antara sumber daya, produksi, dan distribusi. Tidak bisa struktur dasar infrastruktur itu dibangun dengan modal komersial, karena ia tidak akan berujung pada level competiveness. Jadi jika ada perkataan misalnya, “Jika itu tidak berhasil maka swastanisasi saja”, ini sudah termasuk dalam agenda komersial. Implikasinya adalah upaya tersebut tidak akan bisa membuat daya saing bangsa membaik.

Paradigma penyediaan barang publik seperti infrastruktur telah bergeser secara mendasar, yang sebelumnya merupakan tanggung jawab negara menjadi tanggung jawab sektor swasta. Infrastruktur yang seharusnya dibiayai dengan pajak yang dibayarkan oleh rakyat  akan diserahkan kepada investor swasta dan melibatkan investasi publik. Infrastruktur akan dijadikan sebagai stretegi untuk memobilisasi dana massa ke dalam pasar keuangan melalui bank-bank investasi dan bursa saham.

Suatu negara pasti akan berhadapan dengan yang namanya pangan, energi, dan finansial (PEF). Maka dalam melakukan pembangunan, tidak bisa hanya terfokus pada infrastruktur pangan atau energi saja. Logikanya seperti ini, terdapat keterkaitan antara krisis pangan, energi dan finansial.  Krisis pangan diawali oleh krisis energi (kenaikan harga minyak dan pengembangan bioenergi) yang memicu kelangkaan pangan dan kenaikan harga pangan. Penurunan harga minyak dan krisis finansial yang diikuti dengan penurunan pertumbuhan ekonomi global telah mendorong kenaikan harga pangan, sehingga memunculkan fenomena baru yaitu krisis harga pangan. Krisis pangan dan finansial secara simultan berdampak terhadap ketahanan pangan, ketahanan politik, dan stabilitas finansial/ekonomi nasional dan kawasan. Dalam konteks krisis saat ini, sedikitnya dibutuhkan tiga elemen program aksi yang bersifat komplemen, yaitu promosi pertumbuhan pertanian pro-kemiskinan, penurunan volatilitas harga pangan, dan perluasan jaring pengaman sosial bagi kelompok miskin (Von Braun, 2008).

Sehingga jika ditanya apakah pembangunan infrastrukur (baca: pembangunan jalan tol, kereta cepat, pembangkit listrik, dll) menjadi satu-satunya cara dalam meningkatkan kesejahteraan tentu tidak. Sebab itu belum menjamin hadirnya kondisi finansial yang membaik dan akan menjadi kompleks lagi jika memaksakan pembangunan (yang berarti pengeluaran) tanpa melihat potensi pemasukan negara. Dan apabila cara pemerintah dalam memasifkan pembangunan adalah dengan menghadirkan investor, maka timbul persoalan baru, siapa yang mengelola infrastruktur itu dan pemasukannya akan mengalir kemana?

Referensi:
2.       Rusatra, I Wayan dkk. 2010. Krisis Global Pangan-Energi-Finansial: Dampak dan Respon Kebijakan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian: Bogor.