Saturday, January 5, 2019

Pembangunan Infrastruktur Satu-satunya Solusi?


Sumber gambar: https://rmol.co/images/berita/normal/2018/01/418277_10372331012018_infra.jpg

Apakah pembangunan infrastrukur menjadi satu-satunya jalan dalam mencapai kesejahteraan? Apakah infrastrukur memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat atau tidak? Sebelumnya kita harus menjawab jujur jika memang pembangunan infrastrukur akan memberikan pengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan rakyat.

Berbicara tentang infrastrukur, kita mesti paham logika awalnya, bahwa infrastrukur memiliki fungsi untuk menghubungkan atau memberi koneksi antara sumber daya, produksi, dan distribusi. Tidak bisa struktur dasar infrastruktur itu dibangun dengan modal komersial, karena ia tidak akan berujung pada level competiveness. Jadi jika ada perkataan misalnya, “Jika itu tidak berhasil maka swastanisasi saja”, ini sudah termasuk dalam agenda komersial. Implikasinya adalah upaya tersebut tidak akan bisa membuat daya saing bangsa membaik.

Paradigma penyediaan barang publik seperti infrastruktur telah bergeser secara mendasar, yang sebelumnya merupakan tanggung jawab negara menjadi tanggung jawab sektor swasta. Infrastruktur yang seharusnya dibiayai dengan pajak yang dibayarkan oleh rakyat  akan diserahkan kepada investor swasta dan melibatkan investasi publik. Infrastruktur akan dijadikan sebagai stretegi untuk memobilisasi dana massa ke dalam pasar keuangan melalui bank-bank investasi dan bursa saham.

Suatu negara pasti akan berhadapan dengan yang namanya pangan, energi, dan finansial (PEF). Maka dalam melakukan pembangunan, tidak bisa hanya terfokus pada infrastruktur pangan atau energi saja. Logikanya seperti ini, terdapat keterkaitan antara krisis pangan, energi dan finansial.  Krisis pangan diawali oleh krisis energi (kenaikan harga minyak dan pengembangan bioenergi) yang memicu kelangkaan pangan dan kenaikan harga pangan. Penurunan harga minyak dan krisis finansial yang diikuti dengan penurunan pertumbuhan ekonomi global telah mendorong kenaikan harga pangan, sehingga memunculkan fenomena baru yaitu krisis harga pangan. Krisis pangan dan finansial secara simultan berdampak terhadap ketahanan pangan, ketahanan politik, dan stabilitas finansial/ekonomi nasional dan kawasan. Dalam konteks krisis saat ini, sedikitnya dibutuhkan tiga elemen program aksi yang bersifat komplemen, yaitu promosi pertumbuhan pertanian pro-kemiskinan, penurunan volatilitas harga pangan, dan perluasan jaring pengaman sosial bagi kelompok miskin (Von Braun, 2008).

Sehingga jika ditanya apakah pembangunan infrastrukur (baca: pembangunan jalan tol, kereta cepat, pembangkit listrik, dll) menjadi satu-satunya cara dalam meningkatkan kesejahteraan tentu tidak. Sebab itu belum menjamin hadirnya kondisi finansial yang membaik dan akan menjadi kompleks lagi jika memaksakan pembangunan (yang berarti pengeluaran) tanpa melihat potensi pemasukan negara. Dan apabila cara pemerintah dalam memasifkan pembangunan adalah dengan menghadirkan investor, maka timbul persoalan baru, siapa yang mengelola infrastruktur itu dan pemasukannya akan mengalir kemana?

Referensi:
2.       Rusatra, I Wayan dkk. 2010. Krisis Global Pangan-Energi-Finansial: Dampak dan Respon Kebijakan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian: Bogor.

0 comments: