Saturday, October 8, 2022

Visi Membangun Bangsa

Tadabbur QS. Al-Baqarah:126

Salah satu doa Nabi Ibrahim yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an adalah ketika Ia meminta secara spesifik agar negerinya (Mekah) menjadi negara yang aman dan sejahtera. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: ‘Ya Tuhanku, jadikanlah negeri (Mekah) ini, negeri yang aman dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya…”

Ini adalah satu ayat dari cerita tentang Nabi Ibrahim yang dituliskan di QS. Al-Baqarah:126 saat beliau hendak membangun Baitullah (Ka’bah) dan yang menarik dari ayat ini adalah karena Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdoa secara spesifik untuk suatu negeri, doanya adalah agar negerinya diberikan keamanan dan kesejahteraan bagi penduduknya (berupa buah-buahan). Ketika kita mendengarkan doa nabi seperti ini, ini adalah pertemuan antara daulah (geografi), populasi, dan output (berupa kesejahteraan dan keamanan). Disini kita menjadi belajar satu hal, bahwa Nabi Ibrahim secara spesifik menyebutkan kata negeri (hadza baladan) untuk mengacu kepada geografi atau ruang tertentu, dan penduduk (ahlahu) yang mengacu kepada populasi. 

Doa ini menjadikan keamanan dan kesejahteraan dalam suatu negara sebagai fondasi yang subur bagi tumbuhnya agama. Agama akan tumbuh jauh lebih subur pada suatu negara yang dipenuhi dengan rasa aman dan kesejahteraan, karena dua faktor ini adalah kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisik dan psikologis, sehingga jika kedua dasar ini terpenuhi maka Ia punya waktu untuk memikirkan hal-hal yang bersifat spiritual. 

Kadang-kadang kita dihadapkan oleh suatu paradoks yang tidak perlu, bahwa menjadi religius itu sering dipisahkan dengan semangat nasionalisme. Padahal, salah satu bagian dari ajaran agama adalah pelajaran cinta kepada tanah air, bahkan Nabi Ibrahim berdoa untuk kebaikan negerinya. Ayat ini seharusnya menjadi visi kita dalam membangun bangsa bersama, jadikan Al-Qur’an sebagai sumber pencarian ilham, sebagai sumber inspirasi untuk memperluas cakrawala pengetahuan dalam menjalankan amanah dan tanggung jawab kita. Semoga menjadi refleksi bagi kita semua.

Tuesday, October 4, 2022

Ilmu dan Akhlak




Bagi saya, salah satu barometer kemajuan suatu daerah bisa dilihat dari aktivitas di Perpustakaan Daerah atau Provinsi dan Masjidnya. Hari ini, kalau kita berkunjung ke daerah-daerah, tidak sedikit kita akan menyaksikan wajah perpustakaan yang gelap, sepi, dan seakan tanpa pengelolaan. Perpustakaan menjadi museum buku, hanya sebagai tempat penyimpanan buku tanpa ada kegiatan yang produktif disana. Belum lagi Masjid-masjid yang sepi oleh agenda-agenda produktif, seakan-akan Masjid hanya sebagai tempat untuk shalat saja, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh untuk menjadikan Masjid sebagai pusat peradaban, beliau mengatur negara dari Masjid, agenda ta’lim juga dilaksanakan di Masjid, dan aktivitas sosial lain juga sering kali dilaksanakan di Masjid.


Kunci dari perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik ada pada tingkat literasi (ilmu) dan karakter (akhlak) nya. Dan jika melalui instrumen negara, Kedua ini bisa ditumbuh kembangkan dengan menghidupkan Perpustakaan publik dan Masjid (tempat ibadah), jadikan kedua tempat tersebut menjadi ruang yang inklusif dan menarik bagi semua kalangan. Disini, kehadiran negara akan membantu mengakselerasi masyarakatnya agar bisa lebih dekat kepada ilmu dan iman, sebab negara punya resources yang tidak sebanding jika dilakukan oleh individu.


Wawasan yang luas membantu kita untuk bisa melihat segala persoalan dari berbagai sudut pandang (science & dien), dari situ kita bisa menimbang-nimbang apakah itu benar atau salah, sehingga pada akhirnya kita bisa memberikan keputusan sesuai dengan apa yang kita pahami dan yakini berdasarkan landasan yang jelas. Persoalan saat ini adalah ketidakpahaman sering kali menjadikan masyarakat kurang bijak dalam bertindak dan terkesan gampang “dibodoh-bodohi”. 


Masyarakat yang beradab, kalau kata Syed Naquib Al-Attas dimaknai sebagai masyarakat yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang memahami dan menunaikan keadilan, kejujuran dan kebaikan lainnya terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya. Jika nilai-nilai ini berada di tengah-tengah masyarakat, saya yakin tingkat kriminal dan permasalahan-permasalahan sosial lainnya akan berkurang hingga hilang.


Bagi saya, pembangunan tidak melulu tentang bangunan fisik saja atau sesuatu yang tangible, manusia yang hidup di dalamnya-lah yang menjadi aset yang paling berharga yang perlu untuk dirawat dan ditumbuhkan, investasi terbesar harusnya kepada manusia itu sendiri.

Sunday, October 2, 2022

Visi Peradaban Islam



Apa yang terbayang oleh kita jika membicarakan tentang peradaban? Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi menjelaskan dalam bukunya al-Sunnah masdaran lil-ma’rifah wa al-hadarah (Sunnah sebagai Sumber Pengetahuan dan Peradaban) bahwa peradaban adalah sebuah fenomena yang luhur dari akumulusi karya manusia di bidang kesehatan, kesenian, sastra, materi, sains, sosial, politik, ekonomi, dan seluruh bidang yang lain. 

Jadi kalau kita bicara tentang al-hadharat al-islamiyah (peradaban Islam) kita tidak hanya berbicara tentang masjid dan membangun masjid, tidak hanya berbicara tentang infaq dan distribusi zakat, tidak hanya berbicara tentang doa dan shalat lima waktu, tapi kita bicara tentang bagaimana innasholata tanha anil fahsyai wal munkar, bahwa shalat (ibadah) mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. kita berbicara juga konsep yang namanya yunfiquna amwalahum fi sabilillah, menafkahkan harta di jalan Allah. Jadi level dari peradaban Islam itu adalah level yang tinggi, bukan hanya sekedar teori tapi Islam itu diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Kalau didetailkan, paling tidak ada 3 poin visi peradaban Islam (core values):

1. Ibadah (God-conscious), ini adalah dasar daripada kehidupan kita sebagai muslim, yang membedakan cara pandang muslim dengan non-muslim. Wa ma khalaqtul-jinna wal-insa illa liya'budun, tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah. Apa yang kita pikirkan tentang ibadah? Muhammad Elvandi (2019) mengatakan bahwa diantara pertanyaan yang ia lontarkan kepada audience dalam beberapa kesempatan, mayoritas image umat Islam tentang ibadah adalah terkait dengan rukun Islam. Bagaimana dengan menanam pohon, kebersihan, mengajarkan anak untuk disiplin, mengantri, manajemen, on time, dan lain sebagainya. Itu juga termasuk ibadah, sebab coba bayangkan andaikan ibadah itu hanya shalat 5 waktu, sekali shalat kira-kira sekitar 15 menit sehingga diakumulasi menjadi 75 menit dalam sehari, kemudian misal ditambah lagi dengan membaca Al-Qur’an kira-kira 60 menit dalam sehari. Maka jika ditotal, dalam sehari kita beribadah sekitar 2 jam 15 menit, lantas 21 jam 45 menit sisanya kita melakukan apa? Padahal Allah Subhanahu wa ta’ala dengan tegas mengatakan wa ma khalaqtul-jinna wal-insa illa liya'budun, tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah. Maka tidak boleh ada waktu dari bangun tidur hingga tidur kembali, kecuali kita lakukan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Artinya adalah seluruh hidup kita adalah untuk beribadah, ini adalah core value dari seorang muslim. Core value inilah yang membuat umat Islam, setiap gerakannya itu adalah God-oriented, jadi nilai dasar dari segala aktivitas manusia adalah God-conscious.

2. Khalifah (Excellence-drive), Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan wa idz qola robbuka lil-mala ikati inni ja’ilun fil-ardhi kholifah, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Artinya Allah Subhanahu wa ta’ala menghadirkan manusia ke muka bumi ini agar manusia itu bisa menjadi pemimpin, khalifah dalam Al-Qur’an artinya leadership/influencer/changing maker/guru/pembina. Malaikat kemudian khawatir dan bertanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, qolu a taj’alu fiha may yufsidu fiha wa yasfikud-dima’ wa nahnu nusabbihu bihamdika qa nuqaddisu lak, Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Allah Subhanahu wa ta’ala menjawab, qola inni a’lamu ma la ta’lamun, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Bahwa ternyata Allah Subhanahu wa ta’ala telah membekali manusia dengan akal sehat, pikiran, jiwa, dan ruh yang berbeda dengan makhluk mirip manusia sebelum nabi Adam A.S yang telah punah diantaranya adalah Pithecanthropus erectus. Manusia merupakan makhluk baru yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala setelah kepunahan makhluk sebelumnya, Laqad khalaqnal insana fi ahsani taqwim, sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik.

3. Ar-Rahmah (Contribution-oriented), wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin, rahmat bisa diartikan sebagai cinta, kasih sayang, kontribusi, kebaikan, dan manfaat. Untuk siapa kontribusi dan manfaat kita berikan? Lil alamin, kepada seluruh alam. Umar bin Khattab, dahulu bahkan pernah mengatakan bahwa jika ada keledai yang jatuh terperosok di Kufah karena rusaknya jalan, maka aku akan diminta pertanggungjawaban tentangnya di hari kiamat kelak. Beliau justru mengambil perspektif tidak hanya menghadirkan kebaikan kepada manusia saja tapi juga untuk hewan, sedangkan kita sekarang bagaimana? Lubang di jalan bisa bertahan berbulan-bulan, menebang pohon tanpa memperhatikan aspek lingkungan, berbuat semaunya tanpa ada etika.