Sunday, January 6, 2019

Tentang Kapal Kita


Sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSnKXQRUrNbE5-4q0WU2pAUpCzOWIwmKd6W-ZPmS8dz0_-y-DDhdAFdBA0EhYhm_BQAl5T-5dru3T9tDAwxGG0rHJz7b_ZUHQPjoU25t_a-GmubU574ngnGHk1jeg46-UsUK0CV4kmf3GD/s1600/Vehicles_cruise+ship_458508.jpg

Apa yang menjadikan kita berbeda dengan yang lain adalah karena kita memiliki rasa kepemilikan terhadap kapal ini, tidak peduli posisi apa yang kita perankan di dalam kapal, entah itu nahkoda, masinis, juru mudi, klasi, dll.

Karena kita semua percaya, bahwa masing-masing punya peran penting. Apabila terjadi satu saja kekosongan peran di kapal, maka akan berakibat fatal dan nyawa ratusan bahkan ribuan orang di dalamnya menjadi taruhan.

Sejak lama kita mengenal bahwa kapal ini memiliki mesin yang gigih serta armadanya yang rela berkorban. Tidak mudah untuk bisa bertahan disana, karena hanya rasa capek yang kita rasakan, berkorban waktu, tenaga, dan pikiran.

Bahkan ada kalanya ketika terjadi badai, ketika hendak berhadapan dengan ombak, seluruh armada mesti ekstra berjuang, mengeluarkan seluruh kemampuannya.

Dan jika kapal ini mengalami gangguan dan kerusakan, tanpa berpikir panjang seluruh armada rela mengeluarkan hartanya untuk memperbaiki kapal padahal penghasilannya tidaklah seberapa. Semua itu dilakukan untuk membuktikan bahwa kapal ini milik bersama, apapun perannya, karena kita sama-sama mengarungi samudera yang luas menuju pemberhentian yang kita impikan.

Armada di kapal lain mungkin bingung melihat kita yang tetap eksis bertahan sampai sejauh ini di tengah badai dan ombak.

Kita percaya bahwa “Inna ma’al ‘usri yusro”. Sesungguhnya, bersama kesulitan ada kemudahan. Ini yang selalu menjadi penghibur jiwa kita. Kita juga yakin, bahwa Allah akan selalu menemani dan menolong kita.

Teruntuk mereka yang tetap tegar di dalam perjuangan ini, Barakallahu fina ajma’in, semoga barakah Allah terlimpah kepada kita semua.

Saturday, January 5, 2019

Pembangunan Infrastruktur Satu-satunya Solusi?


Sumber gambar: https://rmol.co/images/berita/normal/2018/01/418277_10372331012018_infra.jpg

Apakah pembangunan infrastrukur menjadi satu-satunya jalan dalam mencapai kesejahteraan? Apakah infrastrukur memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat atau tidak? Sebelumnya kita harus menjawab jujur jika memang pembangunan infrastrukur akan memberikan pengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan rakyat.

Berbicara tentang infrastrukur, kita mesti paham logika awalnya, bahwa infrastrukur memiliki fungsi untuk menghubungkan atau memberi koneksi antara sumber daya, produksi, dan distribusi. Tidak bisa struktur dasar infrastruktur itu dibangun dengan modal komersial, karena ia tidak akan berujung pada level competiveness. Jadi jika ada perkataan misalnya, “Jika itu tidak berhasil maka swastanisasi saja”, ini sudah termasuk dalam agenda komersial. Implikasinya adalah upaya tersebut tidak akan bisa membuat daya saing bangsa membaik.

Paradigma penyediaan barang publik seperti infrastruktur telah bergeser secara mendasar, yang sebelumnya merupakan tanggung jawab negara menjadi tanggung jawab sektor swasta. Infrastruktur yang seharusnya dibiayai dengan pajak yang dibayarkan oleh rakyat  akan diserahkan kepada investor swasta dan melibatkan investasi publik. Infrastruktur akan dijadikan sebagai stretegi untuk memobilisasi dana massa ke dalam pasar keuangan melalui bank-bank investasi dan bursa saham.

Suatu negara pasti akan berhadapan dengan yang namanya pangan, energi, dan finansial (PEF). Maka dalam melakukan pembangunan, tidak bisa hanya terfokus pada infrastruktur pangan atau energi saja. Logikanya seperti ini, terdapat keterkaitan antara krisis pangan, energi dan finansial.  Krisis pangan diawali oleh krisis energi (kenaikan harga minyak dan pengembangan bioenergi) yang memicu kelangkaan pangan dan kenaikan harga pangan. Penurunan harga minyak dan krisis finansial yang diikuti dengan penurunan pertumbuhan ekonomi global telah mendorong kenaikan harga pangan, sehingga memunculkan fenomena baru yaitu krisis harga pangan. Krisis pangan dan finansial secara simultan berdampak terhadap ketahanan pangan, ketahanan politik, dan stabilitas finansial/ekonomi nasional dan kawasan. Dalam konteks krisis saat ini, sedikitnya dibutuhkan tiga elemen program aksi yang bersifat komplemen, yaitu promosi pertumbuhan pertanian pro-kemiskinan, penurunan volatilitas harga pangan, dan perluasan jaring pengaman sosial bagi kelompok miskin (Von Braun, 2008).

Sehingga jika ditanya apakah pembangunan infrastrukur (baca: pembangunan jalan tol, kereta cepat, pembangkit listrik, dll) menjadi satu-satunya cara dalam meningkatkan kesejahteraan tentu tidak. Sebab itu belum menjamin hadirnya kondisi finansial yang membaik dan akan menjadi kompleks lagi jika memaksakan pembangunan (yang berarti pengeluaran) tanpa melihat potensi pemasukan negara. Dan apabila cara pemerintah dalam memasifkan pembangunan adalah dengan menghadirkan investor, maka timbul persoalan baru, siapa yang mengelola infrastruktur itu dan pemasukannya akan mengalir kemana?

Referensi:
2.       Rusatra, I Wayan dkk. 2010. Krisis Global Pangan-Energi-Finansial: Dampak dan Respon Kebijakan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian: Bogor.

Friday, January 4, 2019

Pembangunan


Sumber gambar: https://disnaker.makassar.go.id/wp-content/uploads/2017/11/343899_DSC1580.jpg

Tentang Sulsel dan pembangunannya, putra daerah mana yang tidak bangga melihat daerahnya mengalami perkembangan yang pesat. Perekonomian Sulsel kuartal kedua 2018 tumbuh 7,38% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Nasional 5,27% (yoy). Kondisi kesejahteraan di Sulsel juga membaik. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 2018 tercatat 5,39%, lebih rendah dibandingkan periode Agustus 2017 sebesar 5,61%. Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada Maret 2018 sebesar 792,63 ribu jiwa, jumlah ini mengalami penurunan sebesar 20,44 ribu jiwa jika dibandingkan dengan kondisi pada Maret 2017. Ketimpangan Sulsel juga membaik pada Maret 2018, dengan gini ratio sebesar 0,397 dibandingkan September 2017 sebesar 0,429.

Di sektor infrastruktur, tercatat ada 17 mega proyek yang pada tahun 2018 kini tengah digarap beberapa diantaranya bahkan dipercepat pengerjaannya. Warga Sulsel tentu sudah menanti-nanti kapan stadion Barombong resmi beroperasi dan kelak menjadi homebase PSM Makassar dalam mengikuti kompetisi sepakbola tingkat nasional bahkan internasional. Setelah bulan juli lalu PLTB terbesar di Indonesia yang berada di Kab. Sidrap secara resmi beroperasi, akhir tahun ini juga di Kab. Jeneponto akan beroperasi PLTB terbesar kedua di Indonesia. Sulsel yang selama ini dikenal sebagai sentra pangan nasional tentu membutuhkan pasokan air yang tidak sedikit, pembangunan tiga bendungan yakni Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo, Karalloe di Kabupaten Gowa, dan bendungan Pamukkulu di Kabupaten Takalar adalah salah satu upaya untuk meningkatkan tampungan air sebesar 261,23 juta meter kubik (m3), tujuannya untuk meningkatkan suplai air irigasi di Sulsel. Proyek lain ada pembangunan rel kereta api trans Sulawesi sepanjang 2000 km yang menghubungkan Makassar-Manado, pembangunan jalan tol layang Pettarani Makassar, pembangunan jembatan layang Maros-Bone, pembangunan Center Point of Indonesia dimana disana ada Masjid 99 Kubah yang akan menjadi ikon baru, ada pembangunan Middle Ring Road Makassar.

Pembangunan identik dengan perubahan, Adanya pembangunan meniscayakan adanya perubahan sosial. Karena tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah mengarahkan perubahan sosial ke arah yang lebih baik atau bersifat progresif. Menurut Koentjaraningrat (1997), pembangunan adalah upaya yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, badan-badan atau lembaga internasional, nasional atau lokal yang terwujud dalam bentuk-bentuk kebijaksanaan, program, atau proyek yang secara terencana mengubah cara-cara hidup atau budaya dari suatu masyarakat sehingga mereka dapat hidup lebih baik atau lebih sejahtera dari pada sebelum adanya pembangunan tersebut.

Terkadang di tengah pesatnya pembangunan, ada satu hal yang mungkin terlewatkan, bahwa membangun SDM tidak jauh kalah penting. Ambil contoh kembali di Sulsel, banyak tantangan pendidikan yang dihadapi disana terutama dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas ke depannya. Mantan Rektor Universitas Negeri Makassar dan Pakar Pendidikan Sulsel, Prof. Dr. Arismunandar (2016) memperlihatkan rendahnya kualitas guru ini berdasarkan nilai Uji Kompetensi Guru 2015, yaitu rata-rata guru Sulsel nilainya hanya 52,55 dari angka maksimal 100. Masih banyak guru yang mengajar di sekolah hanya tamatan Sekolah Pendidikan Guru (SPG), yang berkualifikasi S1 juga kadang mengajar pada bidang yang lain yang tidak sesuai dengan kompetensinya, sehingga mempengaruhi kualitas siswa.

Pada tahun 1961, David McClelland menulis buku terkenal yang berjudul Achieving Society. Di buku itu McClelland mengingatkan, suatu bangsa akan jatuh bila mengandalkan pemimpin-pemimpinya (baca: menteri atau CEO) berdasarkan motif-motif afiliasi (baca: persekongkolan, kekerabatan, afiliasi politik) atau motif kekuasan (bagi-bagi kuasa). Sebagai gantinya, bangsa-bangsa harus mulai berorientasi pada achievement (hasil/kinerja). Dan pastinya achievement akan terwujud jika orang yang berperan dibalik itu juga unggul.

Rhenald Kasali dalam bukunya Let’s Change (2017) mengatakan tak dapat disangkal bahwa negeri ini masih perlu banyak tokoh perubahan. Namun, perubahan selalu datang bersama sahabat-sahabatnya, yaitu resistensi, penyangkalan, dan kemarahan. Hasil yang dicapai para achiever selalu ditertawakan dan mereka diadili, dipersalahkan secara hukum, seperti yang dialami Nicolaus Copernicus di abad ke-16, Giordano Bruno (1600), dan Galileo Galilei (1633) saat memperjuangkan kebenaran. Sebagian besar change maker diadili oleh bangsanya, dipenjarakan, dirajam, dan dibunuh, seperti Marthin Luther King, Abraham Lincoln, Gandhi, dan Munir. Yang lagi hangat beberapa tahun ini adalah mobil listrik buatan Ricky Elson yang tidak diakui di negeri sendiri padahal beliau susah payah dibujuk oleh pak Dahlan Iskan agar kembali ke Indonesia untuk mengembangkan mobil listrik, di saat beliau mencapai puncak karirnya sebagai kepala divisi penelitian dan pengembangan teknologi permanen magnet motor dan generator NIDEC Corporation, Kyoto, Minamiku-kuzetonoshiro cho388, Jepang.

Inilah saatnya bagi para politisi Indonesia untuk belajar menerima change maker dan achiever untuk meneruskan karya-karyanya dengan berhenti mengumpat dan mengadili apalagi mengedepankan motif-motif afiliasi dan kekuasaan. Manusia ingin perubahan namun ia sendiri tidak mau diubah, inilah mirisnya kita. Harapan akan perubahan hidup yang lebih baik harus dimulai dari diri masing-masing, buang jauh-jauh ego. Pesatnya pembangunan harus beriringan dengan pembangunan Sumber Daya Manusia itu sendiri.

Indonesia butuh life skills, yakni keterampilan melihat multiperspektif untuk menjaga persatuan dalam keberagaman, assertiveness untuk buang sifat agresif, dan asal omong dalam berdemokrasi. Indonesia butuh mental yang tumbuh, jiwa positif memulai cara-cara baru, keterampilan berpikir kritis melawan mitos, dan metode pengajaran yang menyemangati, bukan budaya menghukum dan bikin bingung.


Referensi:


Kasali, Rhenald, “Let’s Change!”, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2017.

https://www.jpnn.com/news/kurang-dihargai-di-indonesia-pembuat-mobil-listrik-pilih-pulang-ke-jepang?page=5, diakses pada 4 Januari 2019

https://makassar.terkini.id/kualitas-guru-masih-jadi-tantangan-pendidikan-sulsel/, diakses pada 4 Januari 2019