Monday, September 10, 2018

Bersaudara Meski Tak Sedarah



Keluarga Muslim Teknik, bahkan kita sudah menjadi keluarga jauh sebelum kita bertemu di kampus Teknik Universitas Gadjah Mada. Kita menjadi keluarga disebabkan oleh kesamaan ideologi, kita dipersatukan karenanya. Kesamaan ini tentu perlu kita jaga dan tumbuhkan agar menjadi produktif, ia ibarat benih yang kita tabur kemudian kita rawat hingga tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan yang kokoh dan memberikan manfaat.

Sejatinya bukan karena jasad ini yang menyatukan kita, akan tetapi yang menyatukan kita adalah ukhuwah Islamiyah, ikatan yang mempersatukan hati para mukmin. Kebersamaan jasad memang penting, akan tetapi jauh daripada itu kebersamaan hatilah yang mampu membuat kita bersatu dan kuat. Yadullahi ma’al jama’ah, Tangan Allah bersama jama’ah. Kebersamaan hadir karena adanya persamaan yang menjadi kekuatan kita, modal dalam melakukan amal-amal kebaikan bersama. Ukhuwah Islamiyah baru akan produktif dalam menjawab setiap permasalahan apabila kita telah menumbuhkan syakhsiyah Islamiyah di dalam segala amalan kita, tidak hanya amal individu namun juga sosial. Mengutip slogan KMT “bersama menuju keshalihan pribadi dan sosial.”

Ukhuwah Islamiyah, ia melampaui  batas-batas ruang dan waktu, ia tidak reaktif terhadap suatu kejadian, ukhuwah Islamiyah ini adalah ikatan ideologis (mabda’iyah). Cakupannya luas, tidak terbatas dalam satu wilayah tertentu saja (ukhuwah wathoniyah), tidak terbatas oleh suku/bangsa (ukhuwah ashobiyah), juga tidak muncul karena kesamaan minat atau kepentingan (ukhuwah maslahatiyah).

Kita datang dari segala penjuru nusantara dengan satu peran yang sama yakni sebagai pembelajar, berharap amanah yang diberikan oleh orang tua bisa kita jalankan dengan baik dan penuh bangga. Kuliah saja tentu tidak cukup sebab ada banyak kegiatan yang bisa kita ikuti di luar perkuliahan untuk meningkatkan kapasitas kita sebagai seorang individu, tidak hanya intelektual saja namun bagaimana dimensi emosional serta spiritual juga bisa kita tingkatkan, pesan ini juga sering ditekankan oleh pak Dr. Eng. Herianto selaku Kepala Unit Pendidikan dan Kemahasiswaan Fakultas Teknik UGM. Dengan memberikan partisipasi aktif dalam lembaga kampus, berdialektika bersama, berproses bersama, menjadi wasilah pembelajaran lain yang tidak kita dapatkan di dalam ruang kelas. Ini semua menjadi bekal kita ketika nanti lepas dari almamater dan akan turun ke masyarakat secara langsung.

Kita mesti sadar dan berpartisipasi, sebab ada orang yang sadar tapi enggan berpartisipasi dan ada orang yang berpartisipasi tapi tidak sadar, hanya sekedar ikut-ikutan saja. Ilmu tanpa amal bagai pohon tak berbuah, kita menanam pohon yang tidak menghasilkan buah, sekedar diberikan harapan akan tetapi buahnya nihil. Tapi juga kita jangan beramal tanpa dilandasi dengan ilmu, karena kata Ibnu Qayyim rahimahullah, “Orang yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada penuntun, orang yang berjalan tanpa penuntun akan mendapatkan kesulitan dan sulit untuk selamat.” Ilmu dan amal adalah dua hal yang tidak bisa kita pisahkan sebab ia saling menyokong satu sama lain. Dengan ilmu serta amal ini jugalah yang akan membuat hidup kita menjadi lebih produktif, terlebih dengan kita berkumpul dalam satu wadah yang sama, beramal secara berjama’ah. Seperti yang saya tuliskan di awal, Yadullahi ma’al jama’ah, Tangan Allah bersama jama’ah.

Referensi:
Abdullah Nashih Ulwan: Merajut Keping-keping Ukhuwah.  CV Ramadhani, 1989.