Thursday, February 28, 2019

Tentang Sepakbola: Keterpaduan antara Ambisi dan Doa


Beberapa hari yang lalu kita turut berbahagia atas prestasi yang diperoleh timnas Indonesia di piala AFF U-22, sebuah prestasi yang menjadi momentum perbaikan sepakbola Indonesia di tengah sorotan tajam kepada PSSI akibat berbagai kasus yang melanda. Masyarakat Indonesia rindu akan prestasi, sepakbola adalah permainan olah fisik bukan olah politik. Meminjam motto dari tim sepakbola Barcelona FC “mus que un club” lebih dari sekedar klub sepakbola, bahwa memang benar jika tim sepakbola itu bukan hanya sekedar klub sebab di balik itu semua ada ambisi serta doa.

Tentang sepakbola, ia bukan sekedar olahraga namun juga telah menjadi sumber kehidupan bagi sebagian orang, menjadi hiburan bagi masyarakat, dan menjadi ikon pemersatu bangsa terlebih jika tim nasional bermain. Negara kita tercinta Indonesia ini menjadi negara penggila sepakbola nomor dua di dunia, dalam penelitian yang dilakukan oleh Nielsen Sport (2017) 77% penduduk Indonesia memiliki ketertarikan pada olahraga si kulit bulat, terutama ketika menyaksikan Timnas Indonesia berlaga. Dalam hal persentase ketertarikan seluruh populasi negara pada sepak bola, Indonesia hanya kalah dari Nigeria dengan persentasi 83%. Yang menjadi menarik adalah jumlah penduduk Indonesia yang tertarik dengan sepak bola ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat partisipasi para warganya yang turun ke lapangan dan memainkan olahraga tersebut. Tercatat hanya 17% penduduk Indonesia yang aktif bermain sepak bola, setidaknya satu pekan sekali. Kondisi itu menjadikan Indonesia ada pada urutan ke-22 dari 34 negara yang disurvei. Nigeria menjadi negara dengan partisipasi tertinggi, dimana tercatat 65% penduduk negara tersebut memainkan olahraga yang memiliki kejuaraan bergengsi yang digelar empat tahun sekali.


Sepak bola menjadi olah raga favorit hampir setiap kalangan mulai dari anak-anak hingga orang tua di setiap wilayah yang ada di Indonesia. Saya menjadi teringat dengan masa kecil saya yang hampir setiap sorenya diisi dengan bermain sepakbola, tidak mesti main di lapangan bola atau kalau yang sekarang sedang menjamur lapangan futsal. Tapi pekarangan rumah, jalanan aspal di terminal, hingga lahan sawah yang tidak sedang ditanami pun kami jadikan lapangan untuk bisa bermain bola. Pernah suatu ketika waktu SD ada seleksi tim sepakbola yang akan mewakili kecamatan di turnamen kabupaten, saya coba ikut seleksinya dan saking seriusnya agar bisa terpilih, salah satu doa yang selalu saya panjatkan setelah shalat adalah agar bisa lolos seleksi ini. Alhasil saya lolos di tingkat SD, meskipun demikian saya tidak melanjutkan ke tingkat kecamatan karena ada alasan tertentu.

 Itulah saya ketika masa kecil, selalu ambisius jika ada persaingan dengan orang lain termasuk ketika bicara tentang sepakbola. Pindah ke SMP, masuk ke kelas akselerasi yang kegiatan akademiknya sangat padat tidak menyurutkan saya untuk bermain bola, bahkan di kelas akselerasi ini dari 10 laki-laki 8 diantaranya punya minat yang sama dengan saya. Suatu waktu di sekolah ada turnamen sepakbola antar kelas, kelas kami ikut dan di akhir turnamen menjadi juara 2, kelas akselerasi pertama yang mampu bersaing dengan kelas reguler. Tidak cukup sampai disitu, di akhir masa SMP saat dilaksanakan porseni di sekolah, saya ingat betul momennya bersamaan dengan waktu persiapan ujian sekolah dan ujian praktek, saya dan teman-teman yang lain tetap saja ikut porseni dan akhirnya menjadi juara 1. Kalau bisa dibilang, angkatan aksel saya menjadi angkatan “terbengal”, meskipun begitu insyaAllah akademik tidak dilupakan. Dan terakhir ketika lanjut ke SMA, hobi saya masih bisa tersalurkan, meskipun tidak ikut ekstrakurikuler futsal, tapi masih bisa berprestasi dan menjadi juara 1 lewat turnamen futsal Rohis se-kota Makassar.

Itulah masa kecil saya, dekat dengan sepakbola bahkan sampai saat ini meskipun tidak seintens dulu. Besar harapan ini, Indonesia bisa menjadi negara yang diperhitungkan tim sepakbolanya di dunia. Sepakbola kita tidak sekedar untuk hiburan namun juga menjadi jalan perjuangan dan persatuan. Teruslah berprestasi sepakbola Indonesia.


Referensi:

Wednesday, February 27, 2019

Risalah Da’awy Teknik UGM



Lembaga dakwah yang ada di Teknik terbagi atas dua, yakni di tingkat Fakultas ada Keluarga Muslim Teknik (KMT) dan di tataran Departemen ada lembaga dakwah yang disebut dengan Sentra Kerohanian Islam (SKI). Idealnya SKI ini berada dibawah naungan KMT, dimana KMT menjadi gerbong terdepan lembaga dakwah yang ada di Teknik. Sinergisasi antara SKI dan KMT dibutuhkan sebagai upaya dalam merapihkan pengelolaan kegiatan dakwah di lingkungan kampus Fakultas Teknik UGM, disamping tentunya perlu ada juga penguatan internal di masing-masing lembaga: tata kelola organisasi dan kaderisasi. Secara struktural tentunya diharapkan bagaimana ada pola komunikasi dan koordinasi yang optimal antara KMT dengan SKI, juga KMT benar-benar hadir sebagai payung bagi SKI. Sedangkan secara fungsional, paling tidak ada tiga poin yang mesti menjadi prioritas yakni: kaderisasi, syiar, dan jaringan. Kader sebagai aset terbesar dalam dakwah kampus selayaknya butuh perhatian yang lebih, sebesar apapun peluang dan aset yang dimiliki oleh dakwah kampus maka tanpa adanya kader sebagai penggerak maka itu adalah kesia-siaan. Sebagaimana pada setiap fase dakwahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selalu menomorsatukan aspek manusia sebagai basis utama dakwah. Oleh karena itu, pengelolaan kader dan kaderisasi adalah kunci terpenting akan keberhasilan dahwah kampus. Dimana sinergisitas yang ada mampu menghasilkan kader yang mencapai standar mutu kader yang telah terstandarisasi dan setiap lembaga mampu melakukan alur formal kaderisasi dengan muatan dan materi yang terstandarisasi pula.
Sementara itu syiar merupakan metode utama dalam rekrutmen kader. Dengan adanya syiar Islam diharapkan adanya perbaikan kondisi kampus agar bi’ah Islam semakin kental. Yang terakhir, syiar adalah pintu bagi amal khidamy atau pelayanan. Melalui syiar yang ada, kita juga melakukan fungsi pelayanan bagi muat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, dengan adanya sinergisasi syiar mampu melakukan pengelolaan syiar-syiar Islami yang masif dan optimal dengan berlandaskan standar kualifikasi syi’ar. Selain itu, bagaiamana mampu mengelola isu-isu kontemporer strategis sehingga KMT maupun SKI mampu menjadi issue maker di kampus Fakultas Teknik UGM.
Hadirnya KMT maupun SKI sebagai motor dakwah di Fakultas Teknik UGM tentunya tidak diperoleh dengan cara instan, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa diperlukan penguatan internal terlebih dahulu sebelum merambah ke cakupan yang lebih luas yakni masyarakat Fakultas Teknik. Satu tahun mengelola KMT dimulai sejak akhir tahun 2017 tentu bukanlah waktu yang banyak, terlebih dengan pekerjaan rumah yang sulit diselesaikan dari tahun ke tahun dan seolah-olah telah mengakar kuat. Persoalan itu diantaranya: jumlah kader aktif yang terlibat dalam agenda KMT sejak awal kepengurusan yang tidak pernah menyentuh 50 persen, syiar yang belum begitu masif, hubungan dengan lembaga lain yang cenderung normatif tanpa ada output yang jelas yang bisa direalisasikan bersama, peserta yang hadir kajian di Musholla Teknik belum sesuai dengan ekspektasi, terjebak dalam proker oriented, dan puluhan permasalahan lainnya yang menambah tantangan yang dihadapi. Bukan dakwah namanya jika tidak ada tantangannya, kita mungkin sering mendengar perkataan ini. Susah, lelah, waktu tidur yang berkurang atas pengorbanan kita dalam menjalankan setiap amanah di KMT maupun SKI insyaAllah itu semua akan terakumulasi menjadi amal shalih bagi kita semua yang akan menjadi pemberat di Yaumul Hisab kelak.
Grand theme yang dibawa oleh KMT X11 yakni “Mencetak generasi kreatif melalui kaderisasi yang sistematis guna mewujudkan syiar efektif dan persuasif.” Dari tema besar itu, jujur bahwa kita belum berhasil 100% mencapainya. 4 poin besar yang dielaborasikan dalam setahun kepengurusan perlu diimbangi dengan performa yang mampu berlari di atas rata-rata, kewajiban kita banyak akan tetapi waktu yang kita punya terbatas, al wajibat aktsaru minal auqat. Performa yang baik lahir dari proses kaderisasi yang dilakukan sebelumnya kemudian disempurnakan dengan penyamaan persepsi dan memadukan gerak satu sama lain.
Satu hal yang perlu dipahami diawal bahwa penting untuk melakukan levelisasi lembaga terlebih dahulu, penting untuk melakukan riset apa yang sebenarnya menjadi akar permasalahan di lembaga dakwah ini, sehingga dari sana kita bisa menyusun rencana kepengurusan dalam periode selanjutnya. Ini kesalahan mendasar yang selalu terjadi bahkan tidak pernah menjadi perhatian kita. Meskipun memang dengan hadirnya Biro Penelitian dan Pengembangan dapat membantu dalam pengadaan riset, akan tetapi dalam implementasinya masih belum begitu optimal. Biro ini hadir karena pertanyaan yang terus terlontar akan tetapi PH bingung dalam memberikan jawaban, “KMT selama setahun ini sudah melakukan apa? Banyak! Tapi mana datanya?
Diawali dengan menyadari bahwa Biro Litbang ini berfungsi untuk meningkatkan kualitas KMT secara keseluruhan, maka diperlukan pemecahan beban tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Pembagian tanggung jawab tentunya dibagi berdasarkan program kerja yang diusung, selain itu juga dilakukan pembagian berdasarkan elemen KMT yang perlu dipantau pencapaian program kerjanya.
Eksekusi program kerja
Pemantauan dilakukan dengan menjadikan Buku DF sebagai acuan utama. Dasar program kerja pada Buku DF menjadi fokus perhatian arah kerja Litbang. Selain memantau, proses pendataan dan perencanaan penelitian pun dilakukan secara beriringan.
Kesinergisan elemen KMT
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa dari Litbang sendiri belum mampu berkoordinasi dengan optimal pada tiap elemen yang dipantaunya. Hal ini menjadi hambatan besar tatkala kesesuaian dalam berpikir dan memahami masalah yang ada dimaknai berbeda oleh dua belah pihak. Kegiatan syuro bersama dirasa menjadi solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Dinamika yang terjadi selama mengelola KMT setahun lamanya tentu tidak hanya itu, apa yang ada termasuk juga koordinasi dengan SKI yang akan dibagi dalam beberapa fungsinya.
1.         Kaderisasi
Kader menjadi jantung dari suatu lembaga, ia adalah motor penggerak akan setiap kerja-kerja dakwah yang dijalankan. Di KMT kita mengenal Standar Mutu Kader (SMK) sebagai acuan bagaimana membentuk para kader melalui leadership camp, halaqah lembaga, kajian, maupun sarana lainnya. Kita tentu sudah paham terkait urgensi dari kaderisasi ini, sebab akan menjadi musibah bagi dakwah dan umat Islam adalah jika kita lemah dalam usaha-usaha pembentukan rijaal. Roda dakwah menjadi lambat berputar atau bahkan berhenti sama sekali karena penggerak rodanya kehilangan tenaga.
Dalam salah satu buku yang ditulis oleh Arya Sandhiyudha, eks ketua Salam UI, ia mengatakan bahwa dalam Al-Quran, Allah memberikan taujih tentang bagaimana pengelolaan kader: “Dan berapa banyak para nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum kafir.” Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (3: 146-148).
Dalam ayat tersebut, Allah memberikan taujih (arahan) bahwa: pertama, Nabi membutuhkan pengikut dalam jumlah yang besar sebagai barisan mujahid fi sabilillah. Kedua, mereka itu memiliki kualitas yang andal dalam medan perjuangan; tidak mudah lemah (‘adamu al wahn), tidak mudah lesu (‘adamu adh dha’fu), tidak gampang menyerah (‘adamu al istikanah). Ketiga, mereka adalah orang-orang yang menyadari kelemahan dan kesalahan diri. Maka, fokus kerja kaderisasi , yaitu: (1) to raise the quantity (numu al kamiyah), kuantitas (2) to develop the quality (numu an nau’iyah), kualitas (3) to build up the competence (numu al qudrah), kompetensi.
Di dalam buku Dewan Formatur KMT X11 maupun pedoman lain dalam mengelola KMT ini seperti LKD/LGD 1439/1440 H, Standar Mutu Kader (SMK) yang diwariskan dari kepengurusan sebelumnya, dan renstra KMT 2016-2020, sebenarnya telah tertuang pedoman dalam mengelola kader dan tujuannya mau kemana. Akan tetapi memang semuanya itu tidak dapat dicapai dengan baik jika penggeraknya kurang optimal, dan kasus ini selalu terjadi dari tahun ke tahun.
Di Fakultas Teknik ada 12 program studi dan berbagai BSO, dari situ kader KMT biasanya tidak hanya aktif di KMT namun juga di luar, terkadang ketika KMT ingin mengadakan kegiatan untuk mengupgrade kader selalu berbenturan dengan adanya agenda yang diselenggarakan oleh BSO lain maupun KM/HM sehingga karena mesti memilih dimana dia akan hadir. Kesalahan kita adalah ketika tidak memberikan treatment dengan cara lain bagi kader yang berhalangan hadir, padahal treatment secara personal juga tidak masalah, karena acuan kita adalah ketercapaian SMK. Disini data juga punya peran penting, data kader perlu diperbarui secara berkala agar kita tahu sudah sampai mana ketercapaian kader dan bagi kader yang belum tercapai poin-poin di SMK nya bisa dilakukan treatment dengan metode lain.
Dalam melakukan treatment kepada kader

2.         Syiar dan Pelayanan
Dekan Fakultas Teknik, Prof Nizam, ketika memberi sambutan di Grand launching Keluarga Muslim Teknik X12 mengatakan bahwa di Fakultas Teknik ini ada sekitar 8000an mahasiswa dan 6000 diantaranya merupakan mahasiswa muslim. Artinya bahwa KMT maupun SKI punya amanah besar dalam mengakomodir kebutuhan ruhiyah 6000 orang tersebut. Mushola Teknik punya potensi besar dalam memberikan pelayanan optimal kepada jama’ah, tiap pekan ada infaq yang cukup besar dan dapat digunakan untuk mengoptimalkan pelayanan mustek. PH KMT khususnya Muslim Center sebagai eksekutornya perlu untuk proaktif dan sering-sering memberikan masukan kepada takmir, sehingga dari komunikasi itu kita bisa memberikan pelayanan terbaik kepada jama’ah. Bukan hanya tentang pelaksanaan kajian di mustek, namun juga pelayanan lain yang bisa membuat jama’ah nyaman ketika berada di mustek. Di Yogyakarta ada masjid yang terkenal karena pelayanan masjidnya yang totalitas, bahkan dana masjid yang selalu nol karena betul-betul langsung disalurkan untuk kebermanfaatan jama’ah. Kita bisa banyak belajar dari sana.

3.         Jaringan
Jaringan dimana di KMT diwakili oleh Hubungan Antar Lembaga (HAL) dan ketua umumnya langsung berfungsi sebagai perwakilan lembaga dalam hal memperkuat sinergi KMT dengan lembaga internal maupun eksternal Fakultas Teknik dan menjaga hubungan baik dengan alumni KMT. Ketua umum banyak berinteraksi di Forum Dakwah Kampus (FDK) UGM, Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Kampus Teknik, Forum Ketua Lembaga Keluarga Mahasiswa Fakultas Teknik (KMFT). Sedangkan HAL banyak berinteraksi dengan alumni terutama ketika hendak melaksanakan reuni KMT tahun 2018 lalu. Dalam hal koordinasi dengan SKI, kita tidak banyak membahas isu-isu penting karena memang kondisinya di hampir setiap SKI perlu ada penguatan secara internal dan mampu menghadirkan kader untuk mengisi pos-pos yang kosong. SKI yang lumayan aktif cuma 3 dari 8 yakni SKI Al-Hannaan, Al-Banna, dan Al-Mustaqim.

4.         Media
Sebuah media, sebuah propaganda tidak akan berkembang, tidak akan sesuai harapan, apabila hanya segelintir orang saja yang mau peduli, tidak hanya aku, kamu, dia saja yang mau berusaha yang mau berkorban dengan rasa malunya, tapi kita semuanya. Sebuah lidi akan mudah patah, namun seikat lidi akan menjadi kuat. Pengemasan postingan sebagus apapun itu kalau kontennya tidak mendukung, maka syiarnya tidak begitu tepat sasaran, kreativitas perlu didukung oleh konten yang sesuai sehingga substansi dari apa yang mau disampaikan tidak hilang. MMED, MC, dan Siasat disini punya peran bersama dalam mengemas syiar yang kreatif dan tepat sasaran. Khususnya Siasat yang harapannya mampu menghadirkan narasi-narasi keislaman sebagai bentuk syiar kepada masyarakat Teknik, tapi realita di lapangan ternyata masih banyak persoalan mendasar yang perlu dibereskan, tentang konsistensi maupun transfer ilmu. Mari kita bersama memajukan syiar KMT ini agar KMT menjadi dikenal dengan syiar keilmuannya, dan tidak hanya dikenal sebelah mata. Mari kita mulai dari diri kita, jangan menunggu orang lain baru kita.

5.         Finansial
Satu harapan kita tentunya dapat mewujudkan kemandirian finansial di KMT yang hadir melalui keahlian serta kreativitas kader dalam berwirausaha. Selama setahun ini, khususnya ketika masuk semester kedua kepengurusan, terasa betul bagaimana Syariah Entrepreneurship (SE) yang pada tahun-tahun sebelumnya selalu dipandang remeh mampu menggerakkan kadernya untuk berwirausaha, tidak hanya jaket KMT tapi juga lewat jaket Muslim Engineering, merchandise, dan kantin kejujuran dengan sistem baru. Meskipun belum mampu mewujudkan kemandirian finansial di KMT, paling tidak harapan baru hadir karena yang menggerakkan bidangnya bukan cuma kabid, tapi kader yang lain pun juga aktif dan selalu memberikan masukan positif. Tinggal ditingkatkan dan konsisten dijalankan.

Catatan penting:
1. Pengelolaan kaderisasi, dibutuhkan kader yang memang cekatan dalam mengelola data dan melakukan pembaruan secara berkala. Transfer ilmu disini juga penting, wabilkhusus adanya pendampingan sejak awal kepengurusan, karena selalu dari tahun ke tahun yang mengisi pos kaderisasi adalah orang-orang baru/mahasiswa tahun kedua.
2. Pada dasarnya dalam menentukan agenda tarqiyah maupun riayah di KMT, dibutuhkan yang namanya data. Penjagaan kader di lembaga bisa dilakukan dari data itu, dengan pendekatan sesuai minat dan bakat masing-masing, apa yang menjadi kebutuhan mereka.
3. Performa yang baik di lembaga timbul karena adanya proses yang telah dilalui sebelumnya. Proses yang dilalui itu bermacam-macam dan itu menjadi sarana pembelajaran & pengalaman, yang dimana semua itu terakumulasi menjadi pemahaman kita dalam mengelola suatu lembaga. Akan tetapi terkadang proses yang dilalui itu lamban karena minimnya sarana transfer ilmu dan pengalaman yang ada. Rembuk muslim teknik bisa menjadi salah satu solusi untuk itu, asal konsisten dan PH coba untuk menanamkan urgensi agenda itu.
4. Syiar media KMT sebenarnya bisa lebih ditingkatkan lagi, secara publikasi sudah luar biasa, akan saja masih kurang dalam manajemen isu, belum begitu peka terhadap isu yang ada di lingkungan sekitarnya. Ini mungkin bisa menjadi perhatian, budayakan diskusi di sekre, tingkatkan budaya literasi bagi kader.