Sunday, September 25, 2022

Realitas Dunia

 


Di usia yang ke 24 tahun ini, melihat dunia sekarang dengan problematikanya: pergaulan dan gaya hidup anak, remaja, hingga orang dewasa yang semakin bebas dan seakan tanpa batasan, sekat interaksi menjadi kabur, yang salah dibenarkan dan yang benar disalahkan, tingkat kriminal semakin tinggi, isu LGBT yang mengglobal, syariat dan budaya ketimuran semakin dijauhkan. Apa yang nampak saat ini janganlah dijadikan sebagai alasan untuk kita berputus asa, namun perlu disikapi dengan pikiran yang lurus dan hati yang bersih. Anggap itu sebagai dinamika dan tantangan tersendiri dalam mengelola diri, keluarga, dan masyarakat. Sebab para Nabi dan Rasul pun ketika menyampaikan risalah-Nya kepada umatnya saat itu menghadapi banyak tantangan dan penolakan yang mana jauh lebih buruk dan kompleks dibanding sekarang.


Para pemuda yang hidup di zaman ini, untuk memahami realitas dunia tidak sesederhana memberikan kesimpulan diagnosa “karena kurang iman”, tidak salah, namun perlu mekanisme yang lebih detail dalam memahami persoalan tersebut, sebab kemajuan umat tidak dibangun atas dasar tesis yang sederhana. Sejak dulu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan keteladanan bagaimana Ia menyikapi berbagai persoalan, ambil contoh misalnya ketika persiapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat hendak hijrah ke Madinah, apa yang dilakukan oleh beliau? Yang dilakukan adalah melakukan kalkulasi sosial, melakukan riset secara detail, menganalisa geopolitik kota Madinah pada waktu itu. Ia dan para sahabat mencari tahu tentang jumlah masyarakat yang mampu baca-tulis, komposisi suku antara Aus, Khazraj, dan Yahudi, dominasi ekonomi, tingkat kemandirian pangan pusat pertemuan sosial, tokoh-tokoh yang pro dan kontra terhadap Islam, hingga cuaca dan kuantitas airnya. Mengapa beliau melakukan ini? Sebab semua solusi keumatan akan bergantung dari data tersebut, inilah yang dinamakan dengan Fiqhul Waqi (fikih realitas).


Apakah kita menjadi menyerah begitu saja atas realitas hidup ini? Tentu saja tidak. Kekhawatiran tentu ada, terlebih jika suatu saat nanti kita diberikan tanggungjawab untuk mengelola keluarga dan anak-anak, apa yang harus kita lakukan? Proses pembentukan ini dimulai dari rumah (keluarga) dengan dilandasi niat yang baik, lebih dari itu kalau kata Ustadz Fauzil Adhim juga perlu disertai dengan keikhlasan dan iltizam (komitmen) bersama, dimana semua proses ini tentu harus dibekali dengan ilmu. Ilmu ini tidak sendirian, sebab keteladanan juga punya peranan penting.

Mari menyelami ilmu sebelum menjalankan amal-amal berikutnya.

 

0 comments: