Wednesday, May 6, 2020

Mengungkap Rahasia Surat Al-Fajr 1-16



Oleh Ust. Dr. Saiful Bahri, Lc., M.A.

Di dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan satuan waktu yaitu malam, pagi, siang, sore dan semuanya ala kadarnya. Frekuensi yang paling banyak disebutkan adalah waktu malam, al-lail, sedangkan waktu yang variannya paling banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an adalah waktu pagi.

Di dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan waktu pagi dengan Al-Fajr, ledakan hebat yang memecah dari kegelapan sebelumnya malam. Kadang juga Allah menyebut dengan ash-subhi, al-gudhu,al-isyraq, al-falaq, al-ghodad, al-ibkar, bukrotan, ad-duha. Ini masing-masing ada tematiknya, jika al-fajr dimaknai sebagai menghentak orang-orang yang lalai pada hari kebangkitan, ­ash-subh temanya adalah memberi harapan: was subhi idza tanaffas, supaya orang-orang melupakan masa lalunya, nafas-nafas baru agar orang bertaubat. Al gudhu, bergeliat di pagi hari. Al-isyaq, terbit matahari dan hitungannya menit, sangat sebentar, maka Allah menginginkan kita agar menggunakan kesempatan pada waktu-waktu itu. Al falaq, kejahatan malam karena juga berarti pagi, supaya dihindarkan dari kejahatan malam.

Wal fajr, demi waktu pagi.

Wa layālin ‘asyr (dan [demi] malam yang sepuluh), yakni dari awal bulan Dzulhijjah.

Wasy syaf‘i (dan [demi] yang genap), yakni hari ‘Arafah dan hari Nahar. Wal watr (serta yang ganjil), yakni tiga hari sesudah hari Nahar. Allah itu adalah tunggal dan Ia menyukai yang ganjil itu.

Wal laili idzā yasr (dan [demi] malam apabila berlalu), yakni apabila beranjak. Ini adalah tema-tema bersemangat agar kita bersemangat di waktu pagi, mandi di pagi hari, bekerja dari pagi hari, shalat 2 rakaat di waktu pagi dalam kondisi bersemangat.

Hal fī dzālika (bukankah pada yang demikian itu), yakni pada hal-hal yang telah Kuterangkan itu. Sumpah-sumpah yang disebutkan tadi hanya untuk orang yang mau berpikir, kenapa pagi, kenapa ganjil. Sumpah ini akan sangat berkesan dan berefek bagi li dzi hijr. Qasamul li dzī hijr (terdapat sumpah bagi setiap yang berakal). Temanya supaya kita tidak terjerembab dalam kehinaan, supaya kita tidak menyesal di hari kiamat. Hijr, berakal, diambil dari kata dasar hajaro yang artinya menahan dan kokoh, makanya hajar, batu, ia kokoh.

Orang yang berakal adalah orang yang sanggup menahan, karena itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, Al kayyis man daana nafsahu wal amila limaa ba’dal mauut, orang yang cerdas adalah orang yang mau menundukkan hawa nafsunya dan berpikir sangat visioner (mengkoreksi dirinya dan beramal sebagai bekal setelah mati). Wal aajizu man atba’a nafsahu hawaaha watamanna alaulooh, Orang yang lemah (bodoh) ialah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah (dosanya akan diampuni tanpa bertaubat).

A lam tarā kaifa fa‘ala rabbuka bi ‘ād, tidakkah kamu merenungkan, bagaimana Rabb-mu telah Bertindak terhadap kaum ‘Ad?. Kaum ‘Ad ini adalah representasi klimaks dari peradaban Batu.

‘Irama Dzātil ‘imād, yaitu kaum Iram yang memiliki tiang-tiang. Hari itu, kota Iram tidak ada bangunan seperti itu.

Allatī lam yukhlaq mitsluhā fil bilād, yang belum pernah diciptakan bandingannya di negeri-negeri lain.

Wa tsamūda Alladzīna jābus shakhra bil wād, dan kaum Tsamud yang membelah batu-batu besar di lembah. Kaum Tsamud ini lebih dahsyat dari kaum ‘Ad, kaum Tsamud jika melihat batu dia tidak tahan, dia mengambil tempat tinggal anti mainstream di gunung-gunung batu dipahat menjadi istana yang megah. Kaum Tsamud itu nenek moyangnya kaum Nabateyan, karena kaum Tsamud sudah punah. Kaum ‘Ad dan kaum Tsamud juga biasa disebut dengan Al arab al aribah/ba’idah, Arab asli tapi sudah punah. Allah Subahanu wa ta’ala ingin mengatakan kepada kita, wahai kaum yang punya peradaban besi, nasib kalian akan sama pada kaum di zaman batu jika kalian mendustakan peringatan-peringatanku.

Wa fir‘auna Dzil autād, serta Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak (tiang besar). Di dalam salah satu atsar-nya, Fir’aun itu memiliki tiang-tiang besar di depan istananya, keempat tiang besar ini digunakan untuk membunuh musuh-musuh politiknya atau siapapun yang ingin ia bunuh.

Alladzīna thaghau fil bilād, yang telah berlaku sewenang-wenang di negeri-negeri itu. Mereka dimusnahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala karena telah melampaui batas dan tidak mau bertobat.

Fa aktsarū fīhā Al-fasād, yang menyebabkan kerusakan dimana-mana.

Fa shabba ‘Alaihim rabbuka sautha ‘adzāb, Karena itu, Rabb-mu Menimpakan cambuk azab kepada mereka.

Inna rabbaka La bil mirshād, Sesungguhnya Rabb-mu benar-benar mengawasi. Dimanapun kita, Allah pasti tahu, la bil mirshad. Menandakan tidak ada satu orang pun yang bisa menghindar dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Dimanapun kita bersembunyi, tidak ada tempat yang tidak diketahui oleh-Nya.

Fa ammal iηsānu Idzā mabtalāhu Rabbuhū Fa akramahū Wa na‘‘amahū Fa yaqūlu rabbī akraman, adapun manusia, apabila diuji oleh Rabb-nya, lalu Dia Memuliakannya dan Memberinya kesenangan, maka ia akan berkata, Rabb-ku telah Memuliakan daku.

Wa ammā idzā mabtalāhu Fa qadara ‘alaihi Rizqahū Fa yaqūlu rabbī ahānan, namun, apabila ia diuji oleh Rabb-nya, lalu Dia Menyempitkan rezekinya, maka ia akan berkata, Rabb-ku telah menghinakan daku.

Tabiat manusia jika ia dikasih lapang, harta, maka ia percaya diri sekali bahwa Allah sedang memuliakannya. Tapi jika diberi musibah, orang yang tidak punya iman akan punya persepsi bahwa Allah lagi bosan dengannya. Ketika Allah memberi rezeki ketika kita lapang, jangan terlalu percaya diri, karena rezeki baik itu materi maupun non materi semuanya adalah ujian. Sehebat nabi Sulaiman pun juga merasakan ketika diberi nikmat ia kembali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.




0 comments: