Wednesday, January 15, 2014

Ketika "Ikhwan" Jatuh Cinta


Siang itu, terik matahari berada pas di atas kepala Ikhwan yang tengah duduk di teras Masjid memikirkan sesuatu. Entah apa yang dipikirkan oleh Ikhwan seorang siswa SMA itu, kelihatannya dia sedang mengalami masalah dan sudah tiga hari dia terlihat menyendiri di depan masjid seperti itu.
Tingkahnya yang berbeda dengan sebelumnya membuat teman Rohis Ikhwan lainnya menjadi prihatin. “Dia tampak berbeda dengan yang dulu, biasanya dia yang paling ceria di antara kita berlima. Aneh saja melihatnya duduk menyendiri di teras Masjid tiap pulang sekolah” Ujar Ahmad kepada yang lain.
“Mau bagaimana lagi Mad,, kita tidak bisa mengganggunya. Mungkin
  ada masalah pribadi yang membuat Ikhwan tidak memberitahukannya.”
  Pungkas Arif.
Keesokan harinya, Ahmad, Karim, Arif dan Muklis sebenarnya ingin menemui Ikhwan di kelasnya pada saat istrahat. Namun, saat itu Ikhwan tidak terlihat di kelasnya. Setelah bertanya ke teman kelas Ikhwan, ternyata dia tidak datang ke sekolah hari itu.
Keprihatinan temannya kepada Ikhwan semakin tak tergoyahkan, mereka pun berniat menemui Ikhwan di rumahnya sepulang sekolah.
“Kreengggg... Kreenggg... Kreengg.”
Akhirnya, bel yang ditunggu-tunggu keempat remaja itu pun dibunyikan. Mereka lalu bergegas menuju rumah Ikhwan dengan mengendarai motor masing-masing.
Sesampainya di rumah Ikhwan, mereka terkejut dengan pekarangan rumah Ikhwan yang berantakan. Biasanya, Ikhwan sering membersihkan pekarangan rumahnya tiap sore hari. Tapi kali ini pekarangannya berantakan sekali.
“Assalamu alaikum... Ikhwan..Ikhwan...” Sahut mereka berempat.
Dan ternyata yang keluar hanyalah kakak Ikhwan saja. Kakak Ikhwan hanya mengatakan kepada mereka untuk tidak menemui Ikhwan saat ini.
“Emangnya ada apa dengan Ikhwan, kak?” Tanya si Muklis.
“Saya juga tidak tahu dek, tadi sehabis shalat shubuh, Ikhwan kembali tidur di kamarnya dan bilang kepada saya untuk tidak mengganggunya dulu.”
Mereka pun kembali ke rumah masing-masing, meski masih dibayang-bayangi dengan kekhwatiran terhadap Ikhwan.
Pagi itu sekolah masih sangat sepi, namun Ikhwan sudah terlihat di Masjid dan sedang melaksanakan shalat dhuha.
“Mungkin Ikhwan sudah selesai dengan masalahnya, dan kembali menjadi Ikhwan seperti sebelumnya.” Harap Arif yang juga datang cepat pagi itu.
Kekhawatiran Arif saat itu sedikit terbayarkan dengan kedatangan Ikhwan. Namun Ikhwan belum mau menceritakan masalahnya kepada kawannya itu.
Barulah pada saat pulang sekolah Ikhwan menceritakan masalahnya kepada kawannya di teras Masjid. Dan ternyata Ikhwan sedang mengalami gejolak cinta, dan itu menjadi pengalaman pertama buat Ikhwan di masa sekolah dengan pakaian putih abu-abunya. Keempat kawan Ikhwan lalu terkejut dengan hal itu. Bukan apanya, Ikhwan yang dikenal kalem dan tekun beribadah itu tentu membuat temannya yang lain menjadi tercengang.
Siang itu kemudian diisi dengan perbincangan kelima remaja Rohis mengenai kasmaran yang dialami oleh Ikhwan.
Tak bisa dipungkiri Ikhwan juga manusia. Punya rasa cinta. Tapi bedanya, Ikhwan seorang pemuda Islam berusaha untuk meluruskan niat dan menutupi perasaannya. Dia berusaha melawan hawa nafsunya meskipun rasa cinta yang jadi korbannya.
Apalagi ilmu yang Ikhwan dapat dari Tarbiyah rutin dari organisasi Rohisnya membuat kepercayaannya kepada Allah SWT semakin meningkat, meskipun ia merelakan orang yang ia cintai menjauhi dirinya.
Di tengah perbincangan mereka Ikhwan hanya berharap “suatu saat nanti mereka dipertemukan di suatu tempat, dan bisa hidup bersama dalam sebuah keluarga.” Ucap Ikhwan sambil mengeluarkan air matanya.
Mendengar perkataan Ikhwan, Arif lalu menghibur Ikhwan dengan surah An-Nur ayat 26: “perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dari rezeki yang mulia (surga).”
Dari ayat yang dibacakan oleh Arif, Ikhwan lalu terdiam sejenak, pantas saja. Dia yang sebelumnya memberikan motivasi kepada teman-temannya kini seolah termakan oleh perkataannya sendiri. Ia yang sebelumnya menasihati temannya yang sedang mengalami masalah kini ia yang disanasihati oleh temannya.
Terlintas di dalam pikirannya akan rasa penyesalan itu. Ia terlena oleh kenikmatan duniawi, sampai-sampai melupakan rabb-Nya, baru ia sadari itu.
Perilakunya pun mulai berubah seiiring dengan pencerahan dari temannya, tetapi tetap saja ia masih sulit untuk melupakan orang yang ia sukai apalagi itu menjadi cinta pertamanya. Namun ia sudah paham betul tentang cinta yang sebenarnya. Yap, cinta yang paling sejati ialah cinta kepada Allah SWT.
Malam itu, Ikhwan sedang menulis pengalaman hidupnya. Ya, kebiasaan itu terus dilakukan Ikhwan sejak masuk SMA berkat saran dari salah satu Murabbinya. Ia berusaha menulis pengalaman pertamanya: jatuh hati kepada seorang akhwat, dan ia berusaha untuk bagaimana ia dapat melupakan segalanya.
Tampak Ikhwan menulis dengan mata yang berkaca-kaca, Ikhwan terlihat sulit menuliskan kata-kata di dalam buku hariannya itu. Namun ia mencoba tegar menjalaninya.
Ada yang menarik dari tulisannya: "Aku memandangnya, tak mengerti dengan ucapannya. Hari semakin gelap, aku pun melupakannya."
Alasan mengapa ia menulis tersebut dikarenakan cara pandang orang yang ia sukai kepadanya yang berbeda, namun ia sulit untuk mengungkapkan langsung kepada sang akhwat tersebut. Ia hanya memberanikan diri mengungkapkannya lewat pesan melalui handphonenya, namun itupun tidak berhasil, pesannya tidak dibalas oleh akhwat itu.
Waktu pun terus berjalan, berkat temannya lah sehingga Ikhwan dapat melupakan akhwat tersebut. Sebuah pengorbanan yang amat besar dari Ikhwan.
Alhamdulillah, kini Ikhwan tumbuh menjadi seorang pemuda yang tekun beribadah dan  Insya Allah dicintai oleh Allah SWT, karena tindakannya dalam melawan hawa nafsunya.
Hari demi hari Ikhwan lewati, shalat lima waktu, shalat sunnah tahajjud dan dhuha, berpuasa senin-kamis, tilawah Al-Qur’an dan perbuatan baik lainnya ia lakukan tiap harinya. Semata-mata hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT .
Ia kemudian terpilih menjadi ketua Rohis di sekolahnya, itu berkat kepercayaan teman-temannya yang selalu ada di belakangnya dan tentu saja berkat rahmat dari Allah SWT.
Kini rasa cintanya itu telah lenyap, ia sudah melupakannya. Tidak lain karena amanah yang ia terimanya sebagai pemimpin sebuah organisasi, apalagi dengan label ketua Rohis ia harus menjalankan syariat Islam dan menegakkannya. Ia tidak ingin jatuh untuk kedua kalinya di jurang yang sama.












0 comments: